DUA BELAS

580 61 3
                                    

Sebuah teriakan melengking menghentikan langkah Bash ketika mendengar namanya diserukan. Bia yang berjalan mengikuti Bash yang menuntun sepeda motor ikut berhenti.

"Bash!"

Bash menoleh ke sekeliling mencari sumber suara, begitu juga dengan Bia yang penasaran. Ternyata suara melengking itu bukan suara mbak-mbak penjual cilok yang berada tak jauh dari sana, melainkan suara gadis yang berhasil membuat Bia harap-harap cemas.

"Kanya!"

"Bash, tunggu!" Gadis itu tergopoh-gopoh mengejar Bash yang sudah sampai pinggir jalan.

"Kamu ngapain, Nya?"

"Pram bilang ban motor kamu bocor." Refleks Bash menatap Pram yang menunggu di tukang tambal ban seberang jalan sambil melambaikan tangan.

"Iya, apes banget nih. Untung buka tambal bannya."

"Yasud, sana yuk," ucap Kanya sambil berjalan ke samping Bash, gadis itu melambaikan tangan guna memberi kode pada kendaraan yang lewat ketika Bash hendak menyebrang. Bia yang masih diam seribu bahasa hanya bisa mengekor mengikuti Bash yang menuntun sepeda motor sampai tukang tambal ban.

"Antri satu, Mas." Seru si tukang tambal ban.

"Masih antri nggak pa-pa kan?" Bash melirik Bia yang tak jauh darinya. Dan lagi-lagi Bia hanya menjawab dengan sebuah anggukan. Bia berusaha menutupi rasa tak nyaman yang tiba-tiba menyerang ketika harus dipertemukan kembali dengan gadis bernama Kanya itu.

"Duduk sini, Bi." Bash memberikan sebuah kursi plastik berwarna biru pada Bia. Sementara Bash duduk di sebuah bangku panjang bersama Pram dan Kanya. Lagi-lagi Bia hanya bisa jadi pendengar, keberadaannya seolah terabaikan. Kanya terus berceloteh dan itu berhasil memancing tawa Pram. Meski sedang bete setidaknya Bia menemukan penawar yaitu senyuman Pram. Ya, senyuman itu adalah candu bagi Bia yang begitu terobsesi dengan Mas Ganteng itu.

Bia menguap entah sudah berapa kali padahal ia sedang tidak mengantuk. Kedua sudut bibir Bash terangkat lalu dengan lirih menepuk lengan Bia.

"Ngantuk?"

Sebuah simpul simetris berbentuk bulan sabit terhias di wajah Bia, ia menggeleng lalu menjawab lirih, "Nggak kok."

"Mau aku antar pulang dulu? Aku bisa pakai motor Pram."

"Nggak-nggak, nggak usah Bash. Aku tungguin aja."

"Mau balik?" Tiba-tiba saja Kanya menyela pembicaraan Bia dan Bash. Nyamber bae kayak petir, umpat Bia dalam hati.

"Pram mau balik, bareng aja!" Bia menoleh ke arah Kanya yang sedang menatapnya penuh intimidasi. Sesaat tatapan mereka bertemu lalu dengan cepat gadis itu melengos.

Tunggu tunggu tunggu, Kanya menyuruh Bia pulang bareng Pram? Hah? Bia sedang tidak salah dengar kan.

"Pram kan mau balik duluan Bash. Sekalian aja nganter Mbaknya pulang. Ya kan, Pram?"

Bia masih termangu mencerna kata-kata Kanya yang memintanya pulang bareng Pram. Ini ceritanya gimana ya, ada gitu gebetan yang membiarkan gebetannya jalan sama orang lain. Bia masih dibuat bingung karenanya.

"Kamu nggak pa-pa kan balik bareng, Pram?" tanya Bash sekali lagi. Bia menggigit bibir bawahnya. Sungguh Bia dilema kali ini. Dalam hati ia bersorak kegirangan. Selama ini Bia selalu melewatkan kesempatan untuk bisa kenal dengan Mas Gantengnya, tapi kali ini peluang emas ada di depan mata dan Bia tak mau membuangnya begitu saja.

"Yaudah deh, aku balik duluan nggak pa-pa ya Bash."

Bia...Bia...Bia berat sekali mengatakan kalimat itu. Bia dan Bash saling beradu tatap, Bia seakan tak enak hati meninggalkan Bash seorang diri. Padahal ia sudah berbaik hati mengajaknya makan siang bareng.

"Tenang, Bash aman kok ma aku."

Deg, Bia membeku mendengar penyataan Kanya. Hah, jangan-jangan Kanya?

Bucin Kasta TertinggiWhere stories live. Discover now