Kondangan Mantan

Mulai dari awal
                                    

Seharusnya, malam ini akan menjadi sempurna jika Adel datang bersama pendamping. Sialnya, tadi pagi Bondan mengabari bahwa pria itu sedang tidak enak badan dan terpaksa harus membatalkan janjinya untuk menemani Adel datang ke pesta. Satu-satunya cara yang harus Adel lakukan saat ini adalah tetap percaya diri, tampil cantik, dan.. memesan taxi.

"Aduh, anak Papa cantik banget."

Adel yang sedang duduk di ruang tamu menoleh melihat Rudy menghampirinya.

Rudy duduk di samping Adel. "Mau ke mana?"

"Kondangan temen, Pa." Adel tersenyum.

"Sendirian?" tanya Rudy.

Adel mengangguk. "Bondan tiba-tiba enggak bisa soalnya."

"Loh?" Rudy menaikkan kedua alis. "Kenapa enggak minta temani si Ajum aja?"

Mendengar nama Jumardi, Adel merapatkan bibirnya. Gadis itu jadi ingat sejak balasan pesan terakhirnya, tidak ada lagi balasan dari Jack. Adel sempat dihantui pikiran apa yang membuat Jack tidak lagi mengirimnya pesan. Bahkan Adel sempat berpikir Jack marah karena stiker pentol terakhir yang ia kirimkan. Tetapi, membayangkan Jack yang marah hanya karena stiker rasanya mustahil. Biasanya Adel lebih sering melakukan hal-hal jahat lainnya tetapi Jack tetap tersenyum padanya. Dari pada memikirkan hal yang tidak-tidak, Adel mencoba berpikir bahwa Jack memang sedang sibuk sehingga tidak sempat membalas pesan darinya.

Adel sendiri heran kenapa ia jadi memikirkan pesan dari Jack padahal selama ini mereka tidak pernah bertukar pesan selain dulu saat Jack masih menjadi driver-nya.

"Namanya Jack," ucap Adel, "Dia lagi ada kerjaan di luar negeri dan ngapain juga Adel harus minta ditemenin sama dia?"

"Loh?" Rudy mengerjapkan mata. "Papa kira kalian pacaran."

Adel membelalakkan mata kaget. "Hah?"

Rudy mengangguk. "Waktu itu dia sendiri yang bilang ke papa kalau dia naksir kamu. Si Ajum sampai tanya kapan papa buka seleksi cowok yang boleh deketin kamu. Dia siap jadi pendaftar pertama katanya."

"Ka-kapan bilangnya?" Adel masih menatap tak percaya usai mendengar cerita dari ayahnya.

"Waktu malam-malam dia minta izin ajak kamu ke luar?" Rudy mengedikkan bahu. "Makanya papa sama sekali enggak berpikir aneh-aneh waktu kamu bikinin bekal Nak Dimas. Papa kira kamu sama si Ajum."

Adel kehabisan kata-kata. Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Aneh, dulu Adel akan sangat marah jika Jack berbicara macam-macam berkaitan dengan dirinya. Sekarang, Adel malah dibuat salah tingkah. Bahkan Adel dapat merasakan pipinya mulai memanas. Cepat-cepat Adel memalingkan wajahnya, menutupi ekspresi salah tingkahnya dari Rudy.

Bunyi ringtone tanda telepon masuk di ponsel seolah menjadi malaikat penyelamat bagi gadis itu. Adel bahkan bernafas lega karena dapat segera kabur dari pertanyaan-pertanyaan menjebak yang mungkin akan Rudy tanyakan jika ia masih berlama-lama di sini.

"Halo? Oh, sudah sampai? Baik Mas, saya ke luar."

Adel memutuskan sambungan.

"Pa, Adel berangkat dulu." Adel mencium punggung tangan Rudy. "Mama masih di kamar mandi, ya?"

Rudy mengangguk. "Nanti papa bilangin kalau kamu udah pergi. Hati-hati, Del. Ingat, jangan pulang kemalaman."

Sesuai Titik, Ya?  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang