Bab 37

3.4K 374 49
                                    

Monica menjalani perawatannya dengan that, Denis pun masih terus menemaninya meskipun Monica sering sekali menghindari Denis.
.
.
Hari ini Monica sudah di izinkan pulang. Seperti biasa Denis membantu membereskan perlengkapan Monica.

"Ayo.." Ucap Denis dan akan memegangi Monica. Namun Monica dengan lembut menolak Denis.

"Aku bisa berjalan sendiri" ucap Monica dan tersenyum.

Denis mengangguk mengerti dan hanya mengikuti Monica dari belakang.

Mereka pulang dengan menggunakan mobil Denis. Sepanjang perjalanan Monica hanya diam dan terus menatap keluar. Jakarta persis sekali dengan apa yang di ingatnya sebelum semua tiba-tiba berubah.

Ia sadar sudah saatnya melupakan mimpinya dan hidup sebagai monica. Ia pun sudah mengingatkan dirinya berkali-kali. Tapi tetap saja Ingatan itu masih sangat amat jelas. Adele,Dimas,Richard,Willy dan banyak lainnya, Ia rindu.

"Kenapa perut mu? Sakit?" Tanya Denis.

Monica menoleh kepada Denis lalu menatap tangannya yang tanpa Ia sadari terus mengusap perutnya.

"Ca?"

"Euhmm.. Engga. Sedikit mual saja. Mungkin karna kemarin terlalu banyak tiduran dan infus. Jadi sekarang sedikit pusing"

Denis mengangguk mengerti. 

"Kamu terus menunggu ku..bagaimana dengan clara?" Tanya Monica

"Aku udah ngga sama dia..bukannya aku sudah cerita?"

"Euhm? Oh..udah ya. Sorry" ucap Monica dan kembali menatap keluar jendela. Ia terus menerus menghela napasnya.

***
Monica dan Denis sudah sampai di rumah Monica. Magisa Yang membuka pintu untuk Monica pun cukup kaget.  Ia yakin kakaknya akan sangat marah padanya karna Ia bahkan tak datang menjenguk. 

"Sampai sini saja.. Kamu pulanglah" ucap Monica dan masuk ke dalam rumahnya. 

"Tolong bawakan tas ku magisa" ucap Monica.

Magisa pun mengambil tas dari tangan Denis dan bingung haruskah mengusir denis saat ini, namun Denis justru menganggukan kepalanya.

Ia menepuk bahu magisa. "Gua pulang dulu..kalau ada apa-apa sama Ibu ataupun Monica.kasih tau gua" ucap Denis dan pamit pergi.

Magisa menutup pintu rumahnya dan masuk ke dalam. Ia meletakan tas Monica di dalam kamar. Sedangkan monica memilih duduk di sofs ruang tamu.

Rasanya seperti sudah lama sekali tidak datang ke tempat itu.

"Mba..mau magisa buatin minum"

Monica menoleh pada Magisa. Magisa nampak tertekan dan lelah. Mengapa wajah ini tak pernah Ia lihat sebelumnya?  Mengapa Ia terus merasa Magisa merebut semua kebahagiannya? Mengapa Ia tak pernah berfikir bahwa Magisa pasti lelah,terluka dan juga takut dalam waktu yang bersamamaan. Ibunya benar-benar tak adil. Jika dulu Ia merasa Magisa yang lebih di sayang dan di utamakan di bandingkannya. Tapi kini Monica merasa yang sebaliknya. Meski sering tersenyum dan tertawa bersama Magisa tetapi ibunya ternyata lebih kejam pada Magisa. Ibunya hanya terus menjaga perasaanya. Perasaan seorang anak yang bahkan tidak tau kalau perasaanya sedang di jaga.

"Mba..?"

"Hmm..tidak usah. Duduklah" ucap Monica

Magisa pun duduk tidak jauh dari sana. Sejak Monica tau bahwa Ibunya berselingkuh dan Magisa bukan anak kandung ibunya sejak saat itu Monica tak pernah menerima magisa sebagai adiknya. Apapun yang magisa lakukan di matanya hanyalah salah. Tetapi kini Monica mengerti bahwa Magisa hanya seorang anak kecil yang tidak tau apapun.

Turn (Never lose hope)Where stories live. Discover now