Bab 3

3.5K 317 19
                                    

Setelah kejadian kemarin Monica lebih banyak di dalam kamarnya, Ia bahkan tak berniat memakan apapaun.
Lagi pula tidak ada yang peduli ia makan atau tidak, yang terpenting bagi Ibunya Ia membantu membereskan rumah atau apa saja asal tidak terus tidur. Monica kembali masuk ke dalam kamarnya setelah membereskan rumahnya. Ia merebahkan tubuhnya di atas kasur, andai Ibunya tau bagaimana berat pekerjaanya saat di kantor. Monica sudah akan memejamkan matanya namun terusik dengan suara ramai yang sesekali di selingi oleh tawa.

Dengan susah payah monica terus memaksakan diri memejamkan matanya namu tidak bisa, rasa penasaran memerintahkannya untuk bangun dan melihat apa yang terjadi.
Dilihatnya magisa, Gilang dan sang ibu sedang duduk di taman kecil samping rumah mereka, mereka terlihat sangat akrab. Gilang dan Magisa membantu ibu mengupas kacang, memotong tempe dan memetik sayuran.

Selain akrab mereka pun terlihat bahagia dan lengkap, tanpa perlu adanya dirinya di sana. Ya, siapa juga yang butuh orang malas sepertinya.

Hati Monica terasa nyeri, Ia sedang merasa sangat iri saat ini. Apakah suatu saat ia akan merasakan seperti magisa. Duduk bersama dengan ibu dan kekasihnya. Berbicara akrab dan juga bercanda ria. Seperti apakah rasanya? Akankah ibunya tertawa sebanyak itu nanti jika itu bukan magisa? Tanpa Monic sadari air matanya terjatuh. Ia sungguh ingin menertawai dirinya sendiri, bagaimana mungkin Ia mengharapkan hal itu. Ia bukan magisa yang cantik dan hebat, pria mana yang akan mau dengannya.
Monica kembali ke atas kasurnya, ia mengambil ponselnya. Tak ada satupun pesan dari Denis. Bahkan pesan curhatannya belum juga di baca Denis, meskipun sejak tadi Denis terus online. Monica menghapus semua pesannya, ia tak marah pada Denis, tidak sedikitpun. Monica tau Denis pasti sedang sibuk dengan Clara atau dengan keluarganya. Alasanya menghapus pesan adalah karna menurut monica hidupnya bukanlah urusan Denis. Seberapapun dekatnya Ia sama Denis kelak Ia akan berpisah. Ia harus mulai melatih diri tanpa Denis.
***

Monica sudah kembali bekerja, Ia sungguh tidak suka hari libur. Seberapapun capeknya dia di kantor ia lebih suka berada di sana. Paling tidak walaupun Ia sering di suruh yang bukan tugasnya, di perlakukan tidak baik, yang melakukan itu adalah orang lain bukan keluargannya.

Denis menghampiri Monica yang sedang membuat kopi untuk dirinya dan beberapa staff lain.
“Buat siapa ini?” tanya Denis

“anak-anak”

“Anak-anak ? emang kamu mamanya? Udah aku bilangin kan kamu harus belajar nolak.”

“Sekalian” jawab Monica

“Terserah kamu lah, by the way kemarin kenapa kirim pesan kok di hapus?” tanya Denis

Monica hanya menggelengkan kepalanya.
“pasti kamu di kata-katain lagi ya?” tanya Denis

Monica mengangguk, seraya mengaduk kopinya.

“Maaf ya, Gua kemarin sibuk banget. Banyak ponakan di rumah, hape di pinjem ponakan-ponkan” ucap Denis.

Monica menoleh pada Denis yang
nampak tulus di matanya. “hmm, sorry juga ya. Gua Cuma lagi bete aja, jadi lu yang kena”

“kenapa? Mau cerita? Makan siang bareng yuk?”

Monica mengangguk setuju.

“Yaudah, gua tinggal dulu. Eh by the way bantuin gua analisis ya nanti” ucap Denis.

“Oke” jawab Monica

Denis mengusap kepala Monica sebagaimana biasanya, “jangan bete-bete ah, betenya kalau ada gua aja” ucap Denis. Denis sudah akan pergi namun Monica menahan Denis.

“nis..”
“hmm..”
“Kalau pada akhirnya clara ngga suka sama gua, lu bakal pilih gua atau clara?”

Denis menatap Monica sesaat. “gua akan buat clara bisa nerima lu” jawab Denis

Turn (Never lose hope)Where stories live. Discover now