Firasat buruk

88.7K 11.1K 541
                                    


"Ma..Pa.. Adel berangkat!" ucap Adel seraya berlari kecil mendekati ojek online yang telah menunggu di depan pagar rumahnya.

Membicarakan ojek online, hari ini tepat sebulan sejak perpisahan malam itu. Adel tidak pernah membayangkan hidupnya akan kembali normal seperti sebelumnya. Tidak pernah terpikirkan kehidupan normalnya kini terasa hambar. Setiap hari terlewati dengan kejadian yang tak pernah berubah. Bangun pagi-bekerja-pulang-tidur dan terulang lagi seperti itu pada hari berikutnya. Tidak ada yang special, tidak ada yang membuat Adel emosi setiap pagi, tidak ada lagi teman berbincang dikala jalanan Jakarta sangat padat. Jika boleh jujur, Adel merasa kehidupannya kini sedikit membosankan.

Tetapi, hidup akan terus berjalan. Adel memilih untuk menikmati hari-harinya yang membosankan dan membiasakan diri seperti sebelum ia bertemu ojek online itu. Adel bahkan sengaja tidak bertanya di mana Jumardi bekerja saat malam perpisahan mereka. Jika memang harus berakhir mengapa harus dilanjutkan? Toh, sejak awal hubungan keduanya hanya penumpang dan ojek online, pikir Adel kala itu.

Adel yakin ia hanya merasa kesepian karena kehilangan teman, mungkin tanpa sadar Jumardi sudah menjadi teman baiknya selama ini. Seperti halnya dalam persahabatan, akan datang waktunya harus terpaksa berpisah untuk mengejar impian masing-masing. Mungkin sekarang kehidupan Jumardi jauh lebih baik dibanding saat masih bekerja menjadi ojek online, karena itulah Adel turut merasa bahagia.

"Sabtu banget acaranya? Aduh kenapa nggak dari sebulan yang lalu, sih, bos kasih tahunya. Bisa perawatan dulu, kan!"

"Gaun gue buluk semua pula!"

"Aduh, jerawat gue lagi seger-segernya minta dipanen, huhu."

"Anjrit, rempong banget," dengus Bonan mulai terganggu dengan kegaduhan, "Kalau jelek ya jelek aja keles."

Adel mengulum senyum geli. Sudah sejak pagi pegawai perempuan di kantornya menjadi gaduh karena Riadi atasanya tiba-tiba mengumumkan bahwa lusa semua perusahaan diundang untuk menghadiri acara ulangtahun perusahaan lain. Sebenarnya undangan itu sudah diberikan dua minggu yang lalu, tetapi Riadi terlalu sibuk sehingga baru memberi tahu hari ini, padahal acara tinggal dua hari lagi.

"Namanya juga cewek," sambung Fion, "Mungkin mereka mau cari jodoh staf perusahaan lain. Biasa, jomblo semangat banget kalau ada acara ginian."

"Gue enggak." koreksi Adel.

"Lo, kan, bukan cewek..Aduh!" Bondan berteriak kaget saat Adel melemparkan pulpen ke arahnya.

Fion tertawa, "Bon, lo lupa kalau pangkatnya Adel itu beda sama pegawai cewek lainnya."

Mendengar itu Adel mengangguk setuju, "Gue nggak ngenes."

"Bukan." Fion menggeleng, "Kalau yang lain itu masih sekelas jomblo grandmaster, kalau Adel itu udah sekelas legend!"

"Kurangajar!" Adel meraih pulpennya yang lain kemudian melemparkannya ke arah meja Fion yang sedang sibuk menertawakannya. Tetapi arah pulpennya bahkan tidak sampai menyentuh meja Fion, membut tawa pria itu semakin terpecah.

"Kasihan-kasihan," Bondan mengusap air mata diujung kelopak matanya, "Del.. Adel, dandan dikit besok. Siapa tahu dapet jodoh, siapa tahu ramalan gue beneran terjadi, kan?"

"Biar nggak kelihatan sepi, mending lo besok berangkat bareng gue. Kurang baik apa berlagak jadi pasangan, lo--"

"Eh, sotong!" potong Bondan, "Kagak ade gitu-gituan, gue nggak akan biarin lo modusin Adel. Inget bini lagi mengandung di rumah!"

Fion membelalakkan mata tak terima, "Astaghfirullah, gue cuma bercanda. Jangan bawa-bawa bini gue, dong. Kasihan nanti anak gue dari janin udah diomongin."

Sesuai Titik, Ya?  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang