[extra part.] best encounter of this golden love.

3.6K 357 149
                                    

Kesan temaram begitu pekat di ruangan yang berisikan dua insan dengan dua tujuan berbeda. Bila Jungkook tenggelam dalam jalan cerita yang dirancangnya. Beda hal dengan Jimin yang merengek akibat Jungkook abaikan tanpa sengaja. Sebesar apapun usaha yang ditekuninya demi membuyarkan konsentrasi penulis itu, Jimin harus menelan mentah-mentah kegagalannya. Jimin jadi ingat kenangan lama, dia merasa dejavu karena kejadian yang serupa terulang lagi. Jungkook yang sibuk dengan tulisannya dan meninggalkan Jimin yang mati kebosanan.

Tapi keputusasaan yang dialaminya tidak sampai membuatnya melepas celana selutut yang dipakainya dan hanya menyisakan kemeja kelonggaran seperti waktu itu untuk merampas perhatian Jungkook. Lagipula Jungkook tampak handal menata fokusnya. Setidaknya itu yang terjadi dari sudut pandang Jimin. Akhirnya menyerahlah Jimin pada Jungkook dan imajinasinya. Menutup ruangan Jungkook dengan pasrah.

Rasa-rasanya ada yang kurang dan kekurangan itu secara perlahan namun pasti merenggut satu persatu kenyamanan di dalam dirinya. Tak butuh waktu lama, Jungkook paham dari mana perasaan itu muncul, Jimin telah lepas dari radarnya.

"Huh? Jimin?" Sebelum menutup laptop, Jungkook berdiri dari duduknya sembari melepas kacamata yang kemudian dibaringkan di meja kerja. Pria itu keluar sambil sesekali celingak-celinguk ke lantai bawah.

"Jimin?" Kakinya mengayun ke ruang perpustakan di sayap kanan. Dan benar saja, hanya seperti dugaannya.

Jungkook menemukan Jimin yang duduk bersila, seluruh atensi terpusat pada buku bersampul merah. Ada helai rambut yang berontak, mengubah haluan dan jatuh menghalangi tepian di mata yang membingkai keseluruhan semesta untuknya. Rupanya begitu menyejukkan bagai rasa yang didapat setelah hujan reda. Seperti merebah di rerumputan hijau, dinaungi pohon yang ranting dan daunnya bergelut syahdu oleh angin yang mendayu-dayu. Bisa dikatakan, Jimin adalah angin penyejuk itu. Kemuliaan hatinya secara alami merangkumnya menjadi sosok yang teduh.

Bibir merahnya bergerak-gerak seolah merapalkan sesuatu yang rahasia. Imut sekali, desis pria di ujung pintu. Betapa Jimin dan pesonanya sulit untuk ditolak, cukup untuk menggelitik perutnya. Apalagi kemunculan kerut yang terletak persis di sudut matanya setiap tertawa bebas menimbulkan rasa bahagia seperti penyakit menular berbahaya. Harusnya Jimin tidak boleh seanggun ini, batinnya menggerutu.

"Jimin-ah.."

"Eh?" Tiba-tiba Jungkook telah duduk di sampingnya, mengamati lamat-lamat. Kemudian Jungkook membalur tangan Jimin dengan tangannya secara tak sabaran.

"Apa yang kau lakukan di sini, sayang?"

"Umm..aku tidak tahu harus apa, jadi kesini untuk melihat-lihat koleksimu."

Satu alisnya naik. Jujur saja, Jungkook ingin dengar lebih, Jungkook butuh penjelasan terperinci tentang bagaimana Jimin tergugah mengambil keputusan untuk pergi dan menyerah menjerat atensinya. Tapi Jimin mendadak bodoh dalam membaca situasi, menyuguh topik yang berbeda.

"Aku suka yang ini. Pasti kau sudah baca juga ya. Hmm, bisakah kita mendapat tanda tangan Yeri? Aku tidak tahu ternyata bukunya semenarik ini! Tidak semuanya seram seperti bukumu, yang ini ada romance, hihi.." Mendapati betapa semangat dan antusiasnya Jimin untuk orang lain, Jungkook memutar bola matanya tapi tersenyum dan rambut Jimin jadi sasaran melampiaskan rasa gemas.

"Aku akan minta padanya nanti. Tapi kenapa tidak izin padaku hm?" Kepalanya menerima kecupan bertubi-tubi.

Jimin terkikik geli, mendorong pelan bahu Jungkook. "Aku sudah izin, kau saja yang tidak dengar. Huh!"

Jungkook-ssi, My Love! [Kookmin] Book IIWhere stories live. Discover now