[17]. how do i breath?

3K 458 272
                                    

Selang dua jam setelah pertengkaran, tak dapat dipungkiri, Jungkook juga tidak ingin menutup-nutupi. Pikirannya kacau, hatinya berantakan. Malamnya berteman dengan beberapa bayangan kelam. Meski sempat terlelap di pelukan Jimin, dia kembali terjaga hanya untuk merasa sedih lagi.

"Brengsek mana lagi yang coba merebutmu dariku, Jimin-ah?"

Menyaksikan paras itu kehilangan cahayanya membuat Jungkook merasa bersalah. Mata Jimin bengkak dan masih meninggalkan bekas tangis dari tampilannya, Jungkook mengusap kelopak itu hati-hati.

"Aku melukaimu..bagaimana aku bisa bernapas, Jimin?"

Bibirnya yang sobek, memerah parah karena ulah tanpa pikir panjang Jungkook. Dia menangis dalam diam sembari menyapu area itu begitu lembut. Seolah-olah akan hancur lebur bila mana Jungkook tak memperhitungkannya dengan baik.

"H-hiks, maaf sayang.."

Jungkook mendekatkan bibirnya, menyecap pelan labium kesukaannya beberapa kali. Berharap dia dapat mengobati luka yang dia torehkan disana. Jungkook menyamankan kembali posisi Jimin sebelum benar-benar menjauh.

Selesai membersihkan tubuh guna mendinginkan kepala, Jungkook menarik diri ke arah dapur. Menyeduh kopi panas, kemudian menikmatinya. Berusaha mengusir bayangan buruk.

Bermenung bukanlah pilihan terbaik, Jungkook menghela napas. Dia harus menyibukkan diri dengan hal lain agar bisa berpikir jernih. Tangannya meraih ponsel dari dalam saku, mencari kontak sang manager.

"Jungkook-ah, kau mau mati hah? Kenapa kau baru menghubungiku? Yak! Aku bisa menyusulmu--"

"Hyung.." Tepat saat pendengarannya menangkap intonasi tak biasa itu, Seokjin memilih tutup mulut.

"Hei, kau kenapa?"katanya, membatalkan niat awalnya untuk memaki ketika pertama kali melihat nama Jungkook di layar smartphone.

"Mm, bisakah kau jadwalkan sesuatu buatku pagi ini di Seoul? Aku ingin bekerja, untuk hari ini saja."

"Kau ini bagaimana? Bukannya kau baru sampai? Tidak lelah?"

"Kumohon, hyung."

"Hh, yasudah. Aku akan kirim jadwalmu nanti," Usai berterimakasih, Jungkook menutup panggilan.

Dia kembali menyesap kopinya, merapalkan kata-kata penenang demi melonggarkan keratan di hatinya yang menyesakkan dada. Mungkin Jungkook harus membuat dirinya siap lebih dulu sebelum bertanya sekali lagi pada Jimin.

Dengan begitu, tanpa banyak berpikir, dia memutuskan untuk pergi ketika Jimin belum terbangun. Meninggalkan pesan untuk Jimin agar si mungil tak begitu cemas padanya.

Mengisi beberapa jadwal, setelah itu berencana mencari petunjuk. Dia ingin menemukan pelaku yang dengan lancang menyentuh miliknya. Tapi hatinya berat sebelah, ingin Jungkook bicara langsung pada Jimin. Maka dia memutuskan untuk mengalah pada perasaan. Jungkook berbalik arah, menuju Rumah Sakit.

Belum sempat turun dari mobil, Jimin keluar disambut pria lain. Dia melongok, matanya menyipit memperhatikan reaksi Jimin saat menerima sebotol minuman dari tangan yang lebih besar.

"Siapa..?"gumamnya terusik. Bagaimanapun Jungkook penuh persiapan, atau memilih agar berusaha tenang, jantungnya enggan diam, berdentum kencang.

Ketika mengamati lebih lama, tangannya mengerat pada setir kemudi. Jimin tampak begitu patuh mengikuti pria itu masuk ke dalam mobilnya. Caranya menatap Jimin sungguh bukan pemandangan yang ingin Jungkook saksikan dengan kedua matanya.

Jungkook-ssi, My Love! [Kookmin] Book IIWhere stories live. Discover now