[18]. ask for forgiveness.

3.1K 457 160
                                    

Awan hitam berlomba-lomba menutupi tubuh langit, gemuruh sengaja memberi pertanda. Hani sekilas melirik jendela, kemungkinan besar hujan akan menyapu habis aktivitas di luar. Hani telah pulang dari rumah orangtua kandungnya.

Rumah keluarga Jeon terasa sedikit sepi dan cukup hampa, tak ada siapa-siapa. Belum lama tapi Hani sudah merindukan Jimin dan Jungkook di sekitarnya.

Dengan alasan yang sama, Hani ingin pulang lebih cepat agar tak ketinggalan menyambut kedatangan mereka. Setidaknya Hani harus menunjukkan rasa terimakasihnya setelah diberikan kesempatan untuk mengenal orangtua biologisnya. Namun Hani tak banyak tahu apa saja yang akan dia alami hari itu.

Hani memutuskan untuk sekedar duduk santai di ruang tengah, menonton tayangan drama ditemani guyuran hujan serta camilan. Ah, ini hidup yang bahagia. Namun kebahagiaan itu tak bertahan lama.

Brak.

Pintu depan terbuka dengan brutal. Jungkook menerobos, gurat wajahnya tampak dingin tak peduli. Pria itu basah kuyup dari kepala hingga ujung kakinya. Terkejut dengan bunyi gebrakan itu, Hani melonjak dari sofa. Televisi yang tadinya menjadi media hiburan otomatis dimatikan.

"Daddy..Dad kehujanan?"panggilnya menyusul Jungkook yang berhenti melangkah, berbalik menghadapnya.

"Maaf, Hani. Untuk saat ini jangan ganggu Dad. Kau mengerti kan?"

Senyum lemah terukir nyata pada pahatan sempurna. Titik-titik air dari ujung rambutnya tak henti mengalir. Hani terpaku di tempatnya berdiri. Dia berani bersumpah ekspresi itu jarang tampil dalam paras Jungkook. Ada yang tidak beres, dia membatin.

Hatinya bisa merasakan sesuatu telah terjadi. Dan bukanlah sesuatu yang tergolong baik. Hani menatap punggung tegap berubah lesu itu masuk ke ruang kerja, bukan kamar. Bahkan ini semakin aneh buatnya.

"Ada apa?" lirihnya sulit membaca pikiran Jungkook. Firasatnya tidak enak. Seperti ada yang mengaduk-aduk perasaannya.

"Apa Daddy bertengkar lagi dengan Papa?"

Meski penasaran, Hani mencoba untuk tidak melewati batasannya. Lagipula mustahil baginya mencari celah diantara situasi mencekam yang tak begitu dia kenal ini.

Kenyataan bahwa Jungkook pulang dua hari lebih cepat tanpa Jimin sungguh rumit sekaligus memusingkan. Hani menghela napasnya, bergerak menuju dapur lalu mengisi gelas dan meneguk isinya sampai tandas.

Sementara itu Jungkook yang baru selesai berganti baju, duduk dengan wajah muram, menekan kepalan tangannya kuat. Terlalu kuat sampai-sampai gerombolan urat tangannya muncul.

Tubuhnya menggigil bekas guyuran hujan. Kelopak mata bergetar, namun tak ada air mata. Ini sangat menyiksa. Jungkook tidak suka. Jungkook benci perasaan yang meruntuhkan akal seperti ini.

"Hh, kenapa? Apa aku tidak cukup penting buatmu, Jimin?" Suaranya tercekat. Jungkook menelan dengan susah payah. Buku-buku jari memutih, menandakan Jungkook terlalu keras pada dirinya sendiri.

"Kenapa? Argh!!! Kenapa?!"

Tumpukan kertas serta lampu baca di atas meja kerjanya tersapu habis membentur lantai, Hani yang mendengar bunyi pecahan kaca itu cepat-cepat berlari membopong rasa panik menuju ruangan Jungkook. Pikirnya pria dewasa itu memang tidak baik-baik saja.

Cklek.

Pintu terbuka. Jungkook mendongak dengan mata berkaca-kaca membuatnya terdiam dan mendekat secara perlahan. Menekan bahu Jungkook selembut mungkin.

"Dad? A-ada apa? Kau baik-baik saja?"

"Hani..Daddy sayang Papa. Daddy begitu menyayanginya. Dad takut kehilangan Papa lagi. Tapi kenapa Papa..? Hh,"

Jungkook-ssi, My Love! [Kookmin] Book IIWhere stories live. Discover now