[20]. taste of bittersweet.

3.8K 473 383
                                    

Jungkook tak ingin bicara, menyimpan suara hati begitu lama. Sementara Jimin telah lelah dan telah goyah. Tersalahkan oleh segalanya. Rasa percaya mulai tercela, nuraninya tersesat tanpa arah. Betapa dilemanya dia.

Bila dibiarkan pun cepat atau lambat tidak akan ada habisnya. Jimin ingin bertatap muka dan menjadi berani sepenuhnya. Ingin menuntaskan segala hal yang belum sempat mereka selesaikan sebelumnya. Meskipun artinya harus menjadi yang terakhir, bukan lagi masalah.

Pagi ini Jungkook mengambil waktu di rumah, sementara Hani sudah berangkat ke sekolah. Pintu ruang kerjanya diketuk beberapa kali, tak ada sahutan. Dia tahu Jungkook ada di dalam. Dengan begitu Jimin memilih untuk memutar kenopnya perlahan.

"..jangan ganggu aku,"

Belum dua langkah, tapi Jungkook berhasil meruntuhkan keberaniannya. Jimin tersenyum kecut. Kakinya merekat di tempat yang sama. Tapi Jimin memaksakan langkahnya agar sedikit lebih dekat.

"Baiklah. Mulai sekarang kau boleh bekerja dan melupakanku. Kau boleh menyibukkan diri dan mengabaikanku.." Dia menunduk dalam-dalam. Menelan saliva susah payah sebelum lanjut berbicara. Berusaha terdengar berani dan tegar.

"..kau bisa melakukan apapun yang kau suka, Jungkook-ssi.."

"Apa maksudmu bicara seperti itu?" Akhirnya Jungkook mendongak, jari-jarinya mengambang di atas keyboard, menghentikan ketikan tangan.

"Jujur saja, aku tidak bisa berpikir lagi. Ini cuma membuat kepalaku semakin dipenuhi hal-hal buruk. Mungkin sebentar lagi..ya, mungkin hanya butuh waktu sebentar lagi."

"Kau ini bicara apa?!"teriaknya tak senang, Jungkook menatap tajam.

Alih-alih bersedih, Jimin malah tersenyum aneh. Tangannya terkepal tanpa diminta. Seperti menelan duri tajam, menyakitkan dia rasakan saat mencoba melemparkan kalimat itu untuk keluar dari mulutnya.

"Apa..apa aku masih bisa percaya padamu, Jeon Jungkook?"

"Apa?"

"Apa kau masih mau percaya padaku?" Sorot matanya meredup, sisa sinarnya telah dimakan nestapa. Jungkook dengan patuh mendengarkan.

"Apa kau.. menemuinya diam-diam di belakangku?"

Reaksi Jungkook seperti bom waktu, dapat meledak kapan saja. Bukan ini yang Jimin inginkan. Setelah semua tekad yang susah payah dikumpulkannya untuk sekedar bertanya, bukan ini yang dia harapkan. Jungkook membuang muka seolah tertangkap basah. Gelagatnya hanya membuat Jimin berpikir hal ini semakin berpihak pada ucapan Yeri yang bisa jadi benar.

Padahal Jimin sudah setengah mati meyakinkan dirinya bahwa tak ada apa-apa disana. Tapi kini, semua asumsi buruk mengalir deras dari lubuk hatinya. Semua bayangan kelam itu mengerubungi kepala.

Kumpulan foto yang dia terima entah dari siapa, dimana Jungkook dan Yeri tampak sembunyi-sembunyi bertemu dan bicara serius tepat di hari keberangkatannya, Jimin tahu akan merusak otaknya. Jimin tahu betul ini akan merusak mereka.

Pria dominan itu balas menatap matanya, memandang tak suka. Sepenuhnya terusik sampai harus berdiri dari kursi kerja kesayangannya. Jari-jari kaki si mungil bergelung. Jimin harus bertahan sampai akhir.

"Siapa yang dari awal menutup-nutupi masalah dariku? Itu kau, Jimin.. Semuanya berawal karena kesalahanmu! Aku menemuinya untuk melindungimu?!"

Jungkook-ssi, My Love! [Kookmin] Book IIWhere stories live. Discover now