[16]. its suffocating.

3K 436 200
                                    

Bunyi sepatunya yang diseret malas menggema di lorong Rumah Sakit. Sesekali bersandar pada dinding terdekat, Jimin menekan kepalanya yang terasa berat. Kemungkinan besar karena kecerobohannya saat itu.

Jimin mengeluh setiap lima detik. Tidak ada yang lebih menyebalkan dari ini. Tubuhnya disini, pikirannya terbang ke tempat lain. Sementara kondisi kesehatannya makin memburuk. Sebenarnya Jimin menahan rasa dongkol sejak tadi.

"Bagus, Jimin. Ini hari kedua dan kau sudah merusaknya." Dia mendengus kesal. Yoongi yang memperhatikan dari belakang buru-buru menepuk bahu Jimin, memastikan kondisinya yang dirasa tak baik.

"Kau tidak apa, Jim?"

"Ah, hyung. Aku tidak apa. Cuma sedikit pusing dan sepertinya aku masih flu."katanya berlagak santai, Yoongi mengernyit, dia tidak mungkin melupakan tabiat Jimin yang sering menutup-nutupi bila dia sedang kesusahan.

"Jimin, apa kau mau istirahat? Aku bisa bilang--"

"Tidak, tidak. Lagipula jadwalku hampir selesai kok. Jangan khawatir hyung, sisa 2 pasien lagi. Aku akan langsung pulang setelah itu."

"Hh, oke. Aku takjub Jungkook bisa menaklukan manusia super keras kepala sepertimu."

Jimin tersenyum kecil. Hatinya melengos mendengar nama itu. Jungkook hanya meninggalkan pesan pagi ini tanpa tatap muka, membiarkan Jimin terbangun sendirian dengan alasan ingin mengawasi bisnis pemasaran yang berkembang di Seoul.

"Hyung, jangan bicara seperti itu. Jungkook belum menaklukanku. Dia harus bersyukur karena aku lah yang memutuskan untuk sedikit melunak padanya.." Yoongi tersenyum gemas, diikuti kekehan terpaksa dari Jimin. Mereka bercengkrama sejenak sebelum Yoongi kembali ke ruangannya.

Masing-masing tangannya masuk ke dalam saku coat yang hangat. Rasa berdentum di seluruh ruang kepalanya berangsur-angsur membaik. Jimin menghela napas sembari menyesap minuman hangatnya sampai tandas.

💫

"Jimin!! Park Jimin!"

Belum sampai menyelesaikan langkah ketiga, Jimin mendengar namanya dipanggil-panggil. Dahinya menciptakan kerutan dalam ketika menemukan Sungjin di depan Rumah Sakit. Melambai semangat ke arahnya.

Bukankah seharusnya Jimin lari?

Dokter berperawakan kecil itu termenung linglung, kebingungan menentukan arah langkahnya. Belum sempat mengambil keputusan, Sungjin lebih dulu menghampirinya. Berdiri menjulang di hadapan Jimin.

Firasatnya mengatakan ini bukanlah jalan yang tepat. Bisa saja Jimin mengambil langkah awal untuk pertikaian baru. Harus mencari jalan keluar, desis Jimin di bawah napasnya. Dia bisa merasakan batinnya berbisik memperingati.

"Hei, kau tidak dengar ya? Aku memanggilmu sejak tadi, bocah."

"A-ah, hyung. Hehe, maaf."manik matanya berlarian liar. Jimin ingin kabur. Setidaknya dia harus berusaha menjauhi lelaki ini.

"Hyung..aku--"

"Ini, aku membuatkan ini untukmu. Kupikir bagus untuk meredakan pilekmu." Botol berisi teh dengan campuran lemon dan madu itu Sungjin serahkan ke tangan Jimin yang sedikit terkejut. Dia tidak menduganya sama sekali.

Jungkook-ssi, My Love! [Kookmin] Book IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang