[22]. bottled up my feelings.

3.6K 487 283
                                    

[Ini super panjang, bacanya pelan-pelan aja ya. Take your time and take a deep breath before you dive in. Selamat membaca. 👌🏻😊]

Di tengah-tengah cobaan ini, tingkat ujian semakin tinggi, kesabaran kian menipis. Pemberitaan soal Jungkook yang kembali masuk Rumah Sakit untuk kedua kali merupakan topik yang paling dicari-cari. Banyak jurnalis di luar gerbang yang haus akan penjelasan mencoba menerobos masuk melewati batas privasi.

Rumor, isu serta berita tak jelas soal retaknya hubungan rumah tangga mereka begitu simpang siur. Banyak yang menduga karena faktor orang ketiga atau perselingkuhan. Jimin hanya bisa bersabar, bahkan pertemuan Jungkook dan Yeri jadi skandal besar. Foto-foto itu meluncur di waktu yang tak tepat.

Dan Jimin berasumsi bahwa yang mengirimkan foto tersebut ke media tentu saja paparazzi tak bertanggung jawab. Menjadikan setiap gerak-gerik serta masalah personal sebagai makanan sehari-hari. Jimin tak lagi cemas, semenjak memutuskan untuk ikut andil dalam hidup Jungkook, Jimin telah memikirkan segala konsekuensi yang harus dia emban.

Bagian terburuknya adalah orangtua biologis dari Hani menyadari rentetan isu jelek itu. Mereka mendadak menuntut hak, memohon pada Jimin agar mempermudah jalan agar Hani kembali ke keluarga aslinya. Dan mustahil baginya menolak saat mengamati Hani yang terlihat sangat bahagia usai pulang dari waktu singkatnya dengan pasangan itu.

"Kami takut hubungan kalian yang kurang sehat hanya akan mempengaruhi mental Jina. Dia terlalu muda untuk ini, aku harap kau mau mengerti Jimin-ssi. Tolong biarkan kami membesarkannya dengan baik."

Bibirnya bergetar mengikuti detak jantung yang tak beraturan. Jimin ingin egois, tapi semesta menempatkannya pada posisi sulit. Dia menerka-nerka, ah bahkan kesempatannya tidak lebih dari 30℅. Mustahil untuknya pilih-pilih.

Apa yang dia bisa? Benar, dia hanya handal dalam hal melukai. Hubungan yang kurang sehat katanya. Dokter itu mendengus lucu dalam hati. Berani-beraninya mereka menilai hubungannya. Tidak ada yang sungguh mengerti apa yang terjadi, Jimin juga enggan berbicara atau sekedar membela diri sebab tak akan banyak membantu.

Maka Jimin dengan berat hati mengangguk. Kemudian dia menunduk malu pada dirinya sendiri. Tertawa pahit diantara tetes air mata yang jatuh ke lantai Rumah Sakit yang sama dinginnya dengan cuaca hari itu. Menelan kekalahannya mentah-mentah.

"B-baiklah, kalian boleh membawa Hani..aku..aku akan bertanggung jawab untuk semuanya."

Jimin pikir dia tidak bisa lebih sengsara, ternyata Jimin telah salah mengira. Dunia tertawa menginginkannya terluka. Jimin tersenyum sendu, mungkin ini adalah hukuman yang setara.

"Papa.." Hani yang baru saja keluar dari ruang rawat Jungkook, terpaku di belakang Jimin. Air mukanya terluka.

"Pa? Papa bohong kan? Papa bicara apa? Pasti bohong? Iya kan?"

Sayangnya, wajah Jimin menunjukkan jawaban yang begitu kentara. Hani menggeleng kuat, menyuarakan hatinya lewat tatap mata yang dengan mudah dapat Jimin baca. Hani ingin berdiri di sampingnya. Ingin berdiri di sisinya, menguatkannya.

Tapi Jimin yakin itu hanya akan berakhir buruk. Tidak boleh terjadi. Jimin tersenyum sebisanya. Mengepalkan salah satu dari kedua tangannya yang berbalutkan perban ke atas, sejajar dagunya untuk memberikan semangat pada Hani.

"Fighting! Kau harus bahagia mulai sekarang. Sayangi mereka,"

"Papa.. aku ingin bersamamu."

Jungkook-ssi, My Love! [Kookmin] Book IIWhere stories live. Discover now