[19]. love me or hate me.

3.5K 445 295
                                    

Jungkook mengerjap, merasa jauh lebih baik meski pening di dasar kepalanya masih menyergap. Pria dominan itu berusaha duduk dengan benar, memijat kecil pangkal hidungnya secara teratur.

"Ergh.."

Pandangannya mulai beradaptasi dengan cahaya ruangan. Hentakan jantung melambat mendapati kepala Jimin tergeletak di meja kerjanya, dengan posisi sangat tak nyaman.

Jungkook menggigit bibirnya dari dalam, mengemban perasaan bersalah yang kian tenggelam dalam dirinya. Terombang-ambing oleh lautan perasaan tanpa kepastian. Jungkook memutuskan untuk bangkit, meraup tubuh mungil itu dalam naungannya.

"Aku takut..maafmu kali ini tidak akan cukup, sayang."bisiknya sendu, caranya bertutur kata begitu menggetarkan hati, mengguncang jiwa. Jika Jimin mendengarkan, dapat dipastikan Jimin sudah terisak hebat dan meronta dalam pelukannya.

Langkah lebar itu bergerak menuju kamar, dibaringkannya Jimin amat perlahan. Mengamati sejenak mata sipitnya yang membengkak, Jungkook mengusapnya hati-hati. Bahunya bergelayutkan beban tak kasat mata. Macam-macam pertanyaan mulai menekan inti kepala.

Kenapa Jimin melakukan ini? Padahal Jungkook sengaja memberikan dirinya ruang sendiri. Apa yang ada dalam pikiran pria mungil ini? Jungkook tentu saja belum bisa memaafkan kesalahan demi kesalahan yang Jimin buat untuk dia lalui.

Menatap wajah Jimin adalah siksa. Setiap dia melakukannya, Jungkook bisa merasakan sesuatu dalam dirinya menggila. Jungkook haus akan ketenangan diantara terpaan badai yang menimpanya bertubi-tubi.

Ruangan itu secara perlahan mengosongkan oksigen dari paru-parunya. Berasumsi kemungkinan besar keberadaan Jimin berdampak hebat terhadap rasa sesaknya. Sebelum Jungkook bisa kabur dari kenyataan, pergelangan tangannya lebih dulu disergap erat.

Grebh.

Sunyi yang lahir dari berbagai tanda tanya menciptakan dinding diantara mereka. Jungkook sibuk berperang batin, sementara Jimin sibuk memupuk keberanian.

Kenyataannya, kaki Jungkook terpaku di tempat yang sama. Jungkook merasakan darahnya berdesir oleh sentuhan sesederhana itu. Dia berbalik, menghadapi Jimin meski hati berteriak tak mampu.

"Jungkook?"

Nada dan abilitas suara Jimin yang tak biasa dengan mudahnya menikam jantung. Seperti mengemis, memohon-mohon. Walaupun begitu, mulut Jungkook terkunci rapat. Membuktikan Jungkook berpegang teguh pada keputusannya.

"Jungkook..? Kau baik-baik saja?"katanya cemas seraya mendudukkan diri, belum melepaskan jerat tangannya dari si bongsor.

Jungkook menjerit-jerit di dalam sana, mendengus mengejek dirinya. Kenapa harus pertanyaan itu yang Jimin layangkan setelah terbangun dari tidurnya? Kenapa mesti pertanyaan itu yang Jimin lemparkan saat dia terang-terangan sedang bermasalah dengan perasaannya?

"..Jung--"

"Tidak."

"J-Jungkook-ah?"

"Pernah terpikir bagaimana perasaanku terbangun dan menemukanmu memelukku seperti itu? Kau pikir dengan merawatku, maka aku akan memaafkanmu?"

Dagunya mendadak ditarik oleh tangan Jungkook yang lain, mau tak mau membuat Jimin mendongak. Dihadapkan langsung dengan sorot tajam dari mata Jungkook yang menusuk hingga ke persendian.

Jungkook-ssi, My Love! [Kookmin] Book IIDonde viven las historias. Descúbrelo ahora