32

11.8K 1.1K 44
                                    

Akhirnya Syanin kembali ke Magenta dengan jabatan baru. Bukan lagi Chief Excecutive Officer yang kini dipegang oleh Bara, Syanin ditempatkan sebagai Chief Operating Officer. Kabar baik yang seharusnya bisa mencetak senyum di wajah Syanin. Bahkan ketika Syanin keluar dari ruang pertemuan utama di Magenta, karyawan-karyawati yang tentunya merindukan Syanin itu menyambutnya dengan suka cita, Syanin masih heran kenapa ia tidak bahagia.

Menempati ruangan baru yang tentunya lebih kecil dari ruangan Syanin sebelumnya, ia sama sekali tidak masalah. Ruangan yang masih polos itu direncanakan oleh Syanin untuk diberi dekorasi seperti ruangannya dulu. Nesya yang ia minta menjadi sekretarisnya kembali itu mengikuti langkahnya. Syanin rasa cukup untuk hari ini. Jam di pergelangan tangannya sudah menunjukkan pukul lima lewat.

Syanin tersenyum pada Nesya saat ia berbalik, "Kita lanjut besok aja, ya. Kamu bisa pulang."

Nesya mengangguk dengan senyum, "Baik, Mbak. Sekali lagi, selamat datang kembali di Magenta, Mbak."

"Makasih." balas Syanin.

"Kalo gitu saya permisi, Mbak." pamit Nesya.

Syanin mengangguk.

Mobil Syanin masih harus menginap di bengkel hingga lusa. Maka dari itu ia memilih MRT sebagai transportasi yang ia gunakan hari ini untuk pulang ke rumah. Walaupun masih harus menaiki angkutan lainnya saat turun di stasiun terdekat dari perumahannya, Syanin pikir ia juga hanya sesekali menaiki alat transportasi massal itu. Melewati beberapa gedung perkantoran lainnya, Syanin baru bisa mencapai stasiun MRT terdekat. Beberapa berkas yang ia bawa pulang dari kantor ia peluk dengan kedua tangannya.

Perempuan di balik blazer coklat itu hendak menyebrang. Ternyata ada mobil yang melaju cukup kencang dari arah kanan. Semua terjadi begitu cepat saat pada akhirnya Syanin melepaskan lengannya hingga barang yang ia bawah jatuh berantakan ke aspal. Tubuhnya tertarik ke belakang. Syanin selamat dari kejadian yang mungkin saja bisa merenggut nyawanya itu. Syanin masih mencoba mengatur napasnya saat seseorang yang baru saja menyelamatkan nyawanya itu bergerak membereskan barang Syanin yang jatuh berserakan di aspal. Seseorang itu adalah Rafka.

"Kamu gapapa?" tanya Rafka menghampiri Syanin dengan barang-barang milik perempuan itu di genggamannya.

Syanin mengembalikan kesadarannya, "Ah, iya. Gapapa." balasnya dengan suara bergetar.

"Saya antar pulang, ya." suara Rafka menenangkan Syanin yang jantungnya masih berdebar keras karena insiden yang hampir menimpanya itu.

Rafka meraih telapak tangan kanan Syanin. Ditariknya tangan Syanin dengan lembut menuju tempat dimana ia memarkirkan mobilnya. Syanin yang pikirannya masih kosong hanya menurut. Syanin juga tidak bisa berbohong ketika tangan Rafka menyelimuti tangannya, ia merasakan ketenangan dan kenyamanan yang belum pernah Syanin rasakan selama ini. Sampai duduk di kursi penumpang, Syanin masih tidak mengeluarkan suara. Rafka meletakkan barang miliknya di kursi belakang. Lelaki yang kini duduk di sampingnya itu jauh terlihat lebih baik dari terakhir mereka bertemu.

Sepanjang perjalanan, yang ada dalam benak Syanin hanyalah pertanyaan Rafka tempo hari dengan kedua jemari tangannya yang ia mainkan. Mobil yang dikendarai Rafka berhenti di depan pagar rumah Syanin. Melihat Syanin yang masih enggan beranjak dari posisinya, Rafka membiarkan. Perempuan di sampingnya itu tentu masih sangat syok atas kejadian yang baru dialaminya tadi.

"Kita ada di titik yang sama, Ka." ucap Syanin yang masih menatap ke arah depan tiba-tiba, membuat Rafka langsung menoleh.

"Maksud kamu?" tanya Rafka.

Syanin menoleh menatap Rafka, "Kamu kemarin nanya, kan, kita ada di titik yang sama atau enggak? Jawabannya, kita ada di titik yang sama, Ka."

Waktu seakan melamban, Rafka masih mencoba memproses kalimat Syanin di otaknya.

"Saya udah berhasil memperbaiki semuanya. Makasih udah mau nunggu saya untuk sampai di titik yang sama dengan kamu. Saya buka hati untuk kamu, Ka." ucap Syanin dengan senyum.

"Ikraam?" tanya Rafka mencoba meyakinkan dirinya bahwa pernyataan Syanin itu nyata.

Syanin menggeleng, "Saya akan batalkan pertunangan saya dengan Ikraam. Kamu ga masalah kalo saya butuh waktu belajar untuk memahami kamu?"

Rasa lega dan bahagia menyelimuti hati Rafka. Walaupun Syanin tidak mengatakan bahwa ia membalas cintanya, Rafka sudah sangat bahagia karena Syanin mau membuka jalan untuknya. Sedikit lagi. Rafka hanya perlu bersabar dan berjuang sedikit lagi sebelum mencoba mempertahankan Syanin di sampingnya.

"Rafka?" tanya Syanin karena Rafka malah melamun, "Mungkin saya belum bisa balas perasaan kamu. Tapi saya mau coba. Saya mau sama kamu." lanjutnya dengan senyum.

Ingin rasanya Rafka membawa perempuan manis di hadapannya itu ke dalam pelukannya. Hanya saja ia merasa tidak punya kekuasaan akan hal itu. Bibirnya masih kelu setiap ingin menyuarakan apa yang dirasa.

"Kalo gitu, saya masuk dulu. Hati-hati di jalan." ucap Syanin langsung keluar dari mobil Rafka.

Rafka segera mengembalikan dirinya. Syanin sudah melangkah memasuki pekarangan rumah. Barang-barang perempuan yang baru saja membuka hatinya itu masih tertinggal di mobilnya. Rafka kemudian bergerak mengambil barang-barang Syanin kemudian menyusul perempuan itu. Langkahnya terhenti saat mendapati Syanin yang masih berdiri di teras rumah bersama Ikraam. Mata lelaki yang sedang berbicara dengan Syanin itu menangkap kehadirannya. Ikraam tersenyum kepada Syanin, kemudian Syanin mengikuti arah pandang Ikraam.

Berpamitan dengan Syanin, Ikraam melanjutkan langkahnya menuju mobilnya yang terparkir di halaman rumah Syanin. Sebelum itu, ia menghampiri Rafka dengan wajah seakan semuanya baik-baik saja. Keheningan terjadi selama beberapa menit sebelum Ikraam bersuara.

"Congrats. Sepertinya gue harus mundur. Gue ga akan ngeraguin lo untuk jaga Syanin." ucap Ikraam pada Rafka.

Rafka masih mematung di tempatnya saat Ikraam berlalu, "Ikraam!" serunya saat Ikraam membuka pintu mobil, "Thank you."

Ikraam membalasnya dengan senyum kemudian masuk ke dalam mobilnya.

Gimana??? Ohiya, aku mau nanya dong, kalian bisa bertahan baca ceritaku sama buku ini kenapa? Apa yang kalian suka dan ga suka dari ceritaku? Tolong bijak ya milih diksinya soalnya aku rada sensitif.

Enjoy!

Love, Sha.

Deserve ThisWhere stories live. Discover now