31

11.6K 1.1K 15
                                    

"Fuck." umpat Rafka di tengah teman-temannya yang sedang seru membahas mobil sport keluaran terbaru.

Ketiga teman Rafka yang sedang asyik bertukar opini itu mendadak terdiam. Arya, Evan, dan Ethan saling bertukar tatap setelah memusatkan perhatian mereka pada Rafka. Akhir-akhir ini Rafka jauh lebih mudah terpancing emosi. Baik Arya dan Evan, keduanya menatap Ethan dengan kode supaya lelaki itu yang maju untuk bertanya pada Rafka.

"Kenapa lagi, Ka?" tanya Ethan menatap Rafka pada akhirnya.

Arya memilih memainkan ponselnya dan Evan meminum kopi yang dipesannya. Sebisa mungkin sibuk supaya tidak kena semprotan Rafka kali ini. Sudah beberapa minggu terakhir ini ketiga sahabat Rafka harus bersabar ekstra. Rafka sedikit sensitif bahkan sikap tempramennya seperti tidak bisa dikendalikan. Dan ketiga sahabat Rafka itu mencoba menenangkan Rafka yang mungkin saja mengacau di tempat umum seperti ini.

Bibir Arya bergerak membaca judul artikel yang lewat di linimasa akun instagramnya dengan seksama. Kini ia tahu apa penyebab umpatan sahabatnya itu. Ikraam Cahyanindra dan Arsyanin P. Gunadi akan segera melangsungkan pertunangan. Jelas di sana keluarga Gunadi memberi konfirmasi atas berita yang beredar itu. Arya melirik ke arah sahabatnya yang masih tidak menjawab pertanyaan dari Ethan. Ia bisa menangkap raut marah dan kecewa secara bersamaan dari wajah Rafka yang sedikit tertunduk itu.

Tidak menjawab pertanyaan Ethan, Rafka bangkit dari duduknya, "Gue cabut."

Ketiga sahabatnya itu tak berani mencegah. Kepala mereka tertoleh mengikuti arah kepergian Rafka. Ketiganya ingin mencegah karena yakin Rafka akan segera membuat kekacauan dengan mobilnya. Tapi juga tak satu pun dari ketiga sahabat Rafka itu beranjak dari duduknya. Mereka membiarkan Rafka pergi dan berharap sahabat mereka itu baik-baik saja.

"Lo semua masih mikir Rafka baik-baik aja?" tanya Ethan setelah membaca berita yang menjadi alasan Rafka kalang kabut dari ponsel Arya, "He's deeply in love with Syanin, Bro."

"Terus kita harus apa?" tanya Arya menerima kembali ponselnya dari Ethan.

"Suppport him. Kita liat sendiri bukan, Rafka mau memperbaiki dirinya demi bisa ada di titik yang sama dengan Syanin." jelas Ethan.

"Lo ga liat dia ditolak mati-matian sama Syanin? Apa itu namanya Rafka ga nyakitin dirinya sendiri? Dia rela egonya diinjak-injak sama Syanin." bantah Evan.

Ethan menggeleng, "Gue yakin Rafka punya alasan sendiri kenapa dia seyakin itu berjuang buat dapetin Syanin."

Siang berganti malam. Syanin baru saja sampai di rumah. Hari ini adalah hari terpanjang Syanin. Perempuan yang baru saja turun dari mobil Ikraam itu kembali ke Magenta siang tadi. Ia menyuarakan keinginannya untuk kembali sesegera mungkin. Yusuf mempertimbangkannya dan meyakinkan Syanin bahwa dirinya mendukung penuh Syanin untuk kembali ke Magenta. Memasuki pekarangan rumah, Syanin menemukan mobil yang tidak lagi asing terparkir di halaman rumahnya.

Rumah Syanin dan kedua pamannya tidak seperti rumah keluarga Gunadi pada umumnya. Jika keamanan sangat diutamakan di setiap kediaman keluarga Gunadi, tidak bagi Syanin. Rumah yang cukup besar itu terletak di tengah komplek perumahan dengan pagar rendah terpasang sebagai pembatas. Dan rumahnya hari ini kosong. Keluarganya sedang berkumpul di Bandung untuk menghabiskan akhir pekan hingga lusa. Tentu gelap yang menyambut kedatangan Syanin.

Mendekati teras, Syanin menemukan seseorang terduduk di tangga menuju terasnya. Si pemilik mobil yang terparkir di halaman rumah Syanin itu masih dengan kemeja yang sudah sedikit kusut. Kepalanya tertunduk dan Syanin belum mau melanjutkan langkahnya untuk mendekat. Dari matanya, Rafka terlihat sangat kacau. Kemudian Syanin melangkah mendekat. Ia berhenti tepat di hadapan lelaki yang sedang menundukkan wajahnya itu.

"Ngapain kamu di sini?" tanya Syanin pelan.

Rafka mendongakkan kepalanya menatap Syanin sebelum dirinya bangkit dari duduknya, "Kamu beneran mau tunangan sama Ikraam?" tanyanya.

Dalam kegelapan, Syanin menemukan guratan merah di netra lawan bicaranya itu.

"Kamu cinta sama dia?" tanya Rafka lagi karena Syanin tak juga menjawab.

"Saya nyaman sama Ikraam." jawab Syanin.

Rafka berdecih, "Yang aku tanya, kamu cinta sama dia atau enggak?"

Syanin terdiam. Mulutnya terkunci tidak bisa menjawab pertanyaan Rafka.

"Seriously, Syanin?!" bentak Rafka menatap Syanin marah, "Seinget saya, ada yang bilang ke saya kalo dia akan menikahi seseorang yang mencintai dirinya dan dia cintai. Bullshit."

Seakan terdorong ke belakang, kaki Syanin bergerak mundur. Rasa takut menggerogoti perasaannya. Lelaki di hadapannya itu bukan Rafka yang ia kenal. Semakin takut karena tidak ada siapa-siapa di sini selain mereka berdua. Ia takut Rafka berbuat hal yang bisa menyakitinya.

"Saya mohon batalkan pertunangan itu Syanin." ucap Rafka menggenggam kedua pundak Syanin.

Perempuan yang kakinya sudah lemas di atas stiletto-nya itu dapat melihat butiran air yang menggenang di mata Rafka.

"Saya ga bisa liat kamu sama orang lain, Syanin." lanjut Rafka masih mengharapkan tanggapan dari perempuan yang dicintainya itu.

Pikiran Syanin seakan dikosongkan saat melihat Rafka yang rapuh di hadapannya itu. Pundak kecilnya seakan bisa meringankan beban lelaki yang sedang menggenggam erat kedua pundaknya itu. Sakit merenggut segala perasaan yang berkecamuk di hati dan pikirannya. Tak ada tanggapan dari Syanin, Rafka pun melepaskan kedua tangannya dari pundak Syanin.

"Apa kita udah ada di titik yang sama, Nin?" tanya Rafka lurus menuju nerta gelap milik Syanin putus asa.

Kemudian Rafka berlalu meninggalkan Syanin yang masih terpaku mencoba memproses hal yang sedang terjadi saat ini.

Menurut kalian, cerita ini bagusnya berakhir dimana?

Enjoy!

Love, Sha.

Deserve ThisWhere stories live. Discover now