39

11.3K 954 2
                                    

Pagi-pagi sekali, Rafka sudah sampai di rumah Syanin. Rencananya hari ini, mereka akan berziarah ke makam ayah Syanin sekaligus dirinya meminta restu. Dan ada satu lagi agenda yang masih dirinya rahasiakan dari perempuan yang kini sedang menyantap sarapan di sampingnya. Karena Rafka melupakan sarapan pagi ini, akhirnya ia menurut ketika Syanin meminta dirinya ikut sarapan terlebih dahulu.

"Kamu habis dari makam ga ada acara apa-apa, kan?" tanya Rafka.

Syanin menggeleng, "Kenapa emang?" tanyanya menoleh pada Rafka.

"Aku mau ajak kamu ke suatu tempat. Habis itu makan siang. Gimana?" tanya Rafka meminta persetujuan Syanin.

Perempuan yang sedang menguyah roti berisi selai itu mengangguk-anggukan kepalanya.

Selepas sarapan, pasangan yang akan melangsungkan akad mereka esok hari itu masuk ke dalam mobil hitam milik sang lelaki. Sudah setengah tahun sejak Syanin mengunjungi makam mendiang ayahnya. Rindu tentu dirasakan oleh perempuan di samping Rafka yang sibuk melihat ke arah jendela. Rafka meraih telapak tangan kanan Syanin yang terasa dingin dalam genggamannya.

Roda mobil yang dikendarai Rafka memasuki area parkir dengan perlahan. Syanin tidak mengira bahwa dirinya dan Rafka bisa dalam tahap sejauh ini. Dan status mereka akan berubah menjadi pasangan suami dan istri dalam hitungan jam. Besok, Rafka akan mengucap janji sucinya untuk Syanin. Perempuan dengan pakaian monokromnya itu menoleh pada lelaki yang menggenggam tangannya erat. Syanin yakin Rafka adalah laki-laki yang baik untuknya.

"Yuk." ajak Rafka pada Syanin untuk segera keluar dari mobil.

Syanin mengangguk pelan kemudian mengikuti Rafka yang sudah keluar dari mobil terlebih dahulu. Karena Syanin yang tahu dimana letak nisan ayahnya, ia berjalan mendahului Rafka. Berjalan sekitar lima menit dari area pakir, Syanin dengan mudah menemukan nisan ayahnya. Rumput berwarna hijau menutupi gundukan tanah di hadapannya. Semuanya terlihat bersih dan terawat.

Menatap Rafka sebentar, Syanin mengajak Rafka untuk ikut berjongkok di sampingnya. Keduanya hanyut ke dalam doa yang dihantarkan untuk almarhum Affan Gunadi. Syanin tidak pernah merasa sesedih ini ketika berkunjung menengok ayahnya. Ini terasa berbeda. Jika biasanya ia datang dengan Alina dan Arsyad, kini Syanin datang dengan calon pasangan hidupnya. Lelaki yang ia percaya akan bertahan untuknya.

"Udah?" tanya Rafka pada perempuan di sampingnya yang masih menatap batu nisan ayahnya.

"Sebentar." ucap Syanin lirih menahan pergelangan tangan Rafka.

Syanin tidak pernah bermonolog dengan ayahnya selain dalam doa-doanya. Tapi rasanya semua yang ingin dirinya sampaikan tidak tersampaikan dengan baik. Syanin akan menggunakan kesempatan ini untuk menyampaikan segala sesuatu dalam hatinya yang belum pernah ia lisankan pada sang ayah. Sosok yang seharusnya benar-benar melepas putrinya di hari pernikahannya esok.

Air mata menggenang di mata Syanin, "Assalamu'alaikum, Pa. Maaf Syanin sama Rafka baru punya waktu buat nengok Papa. Pa, kenalin, laki-laki di samping Syanin ini namanya Rafka. Laki-laki yang Syanin percaya akan jadi imam yang baik buat Syanin. Walaupun Papa ga bisa ngelepas Syanin besok, Syanin harap Papa bisa liat kalo Syanin bahagia sama Rafka. Papa percaya, kan, sama pilihan Syanin? Makasih Papa udah selalu ada dalam setiap langkah yang Syanin ambil."

Air mata Syanin sudah benar-benar jatuh membasahi pipinya. Tetesan air mata itu beberapa kali ia seka dengan punggung tangannya. Rafka benar-benar merasa tersentuh dengan kalimat-kalimat yang baru saja Syanin sampaikan pada mendiang Affan. Rafka menunggu Syanin meredakan tangisnya. Lelaki itu yakin bahwa Syanin tidak akan pernah punya waktu yang cukup untuk merasa dekat dengan ayahnya setelah bertahun-tahun kehilangan momen berharga itu.

"Om, saya Rafka. Saya mohon izin dan restunya untuk menikahi putri Om besok. Saya ga bisa janji kalo saya ga bakal nyakitin Syanin. Tapi saya mau berusaha buat jadi yang terbaik buat putri Om." tambah Rafka.

Syanin menatap lelaki di sampingnya takjub.

"Mau pulang sekarang?" tanya Rafka lembut.

"Ke makam Eyang dulu, ya?" Syanin bangkit dari posisi jongkoknya.

Rafka mengangguk.

Selepas berziarah dari makan Sarah Gunadi dan suaminya, Rafka dan Syanin kembali ke mobil. Syanin banyak diam. Rafka tahu perempuan itu sedang mengembalikan suasana hatinya. Syanin yang selama ini ia kenal tidak pernah terlihat serapuh ini. Jelas perempuan itu tidak baik-baik saja selama ini.

"Kamu baik-baik aja?" tanya Rafka pelan.

Air mata yang sudah berhenti mengalir kini kembali mengalir di pipi Syanin. Rafka adalah orang pertama yang bertanya pada dirinya apakah ia baik-baik saja atau tidak. Ada orang yang menganggap ketika menangis pun semua akan baik-baik saja. Ada juga yang takut ketika bertanya, mereka tidak akan mendapat jawaban atau bahkan dibentak. Syanin benar-benar merasa tersentuh Rafka bertanya. Semua terasa lebih ringan di hatinya.

Melihat Rafka yang kebingungan Syanin pun menjawab, "Makasih udah nanya. Kamu orang pertama. Aku ga pernah ngerasa baik-baik aja selama ini. Tapi ga ada yang nanya dan peduli, jadi aku lakukan semuanya sendiri."

Lelaki di sampingnya meraih kembali telapak tangannya, "Aku ga akan biarin kamu sendiri lagi."

"Makasih." balas Syanin lirih.

Mobil yang dilajukan Rafka memasuki sebuah komplek perumahan yang cukup elite di daerah Jakarta Selatan. Syanin yang banyak melamun selama perjalanan baru menyadari rasa asing itu ketika mobil Rafka berhenti di depan sebuah rumah minimalis bernuansa putih. Rafka mengajaknya turun dan Syanin yang baru bisa mengumpulkan kembali pikirannya yang tercecer hanya mengikut.

"Yuk, masuk." ajak Rafka mengeluarkan kunci rumah di hadapan mereka dari saku celananya.

Dahi Syanin berkerut saat Rafka memutar kunci di daun pintu yang kini sudah sepenuhnya terbuka, "Ini rumah siapa, Ka?"

Rafka baru menjawab ketika keduanya berada di ruang tengah, "Rumah aku yang akan jadi rumah kita."

Mata Syanin terbuka lebar menatap lelaki di sampingnya, "Are you serious?"

Rafka mengangguk.

Syanin kembali menatap Rafka kemudian berjinjit untuk memeluk leher lelaki itu, "Thank you so much."

Ketika Syanin meregangkan pelukan karena merasa canggung, Rafka menahannya, "Gapapa, ya? Sebentar aja."

Maaf banget aku baru bisa update hari ini. Makasih udah sabar menunggu.

Enjoy!

Love, Sha.

Deserve ThisWhere stories live. Discover now