10

12.9K 1.1K 3
                                    

Setiap menginap di kediaman keluarga pamannya, Syanin selalu tidur bersama Janne di kamar adik sepupunya itu. Keduanya sering terjebak dalam obrolan seru sebelum akhirnya terlelap karena kelelahan berbicara. Tak berbeda jauh seperti malam ini, Syanin dan Janne sudah berbaring di atas kasur dengan selimut yang membalut tubuh keduanya. Topik selalu dibuka oleh Janne dan kali ini perempuan itu membukanya dengan cerita tentang pekerjaannya yang terdengar makin rumit di telinga Syanin. Perempuan yang berbaring menatap langit-langit kamar di samping Syanin itu menumpahkan kekesalannya mengenai permintaan kliennya yang cukup labil.

"Kalo Mbak pasti enak banget, ya. Magenta, kan, udah punya nama. Pasti jarang dapet keluhan dari klien," celetuk Janne.

"Siapa bilang?" tanya Syanin mengundang tanya dari wajah Janne. "Dari minggu kemarin, Mbak dirusuhin, tuh, sama pacar kamu. Untuk ukuran klien perfeksionis di Magenta, dia cukup rewel."

"Hah? Pacar aku? Siapa, Mbak?" tanya Janne yang tadinya berbaring menatap langit-langit kamar memiringkan tubuhnya menghadap kakaknya.

"Rafka? Kamu sama dia udah pacaran, kan?" tanya Syanin ikut memiringkan tubuhnya menghadap Janne.

Janne tertawa miris. "Boro-boro pacar, Mbak. Janne malah ngerasa kami stuck. Nggak ada kemajuan, juga nggak ada yang mau nyudahin."

Syanin mengerutkan dahinya. "Loh, kok, belom jadian? Bukannya kalian sering banget makan siang bareng terus kamu dianter-jemput sama dia?"

"Udah, ah, Mbak, jangan bahas itu." Perempuan ekspresif itu langsung mengubah raut wajahnya yang tadinya kesal menjadi penasaran. "Aku baru tau Rafka jadi kliennya, Mbak. Gimana ceritanya?"

"Sebenernya Mbak udah nawarin serial gitu sejak sebelum kenal sama Rafka karena kamu tau, kan, mereka lagi krisis saat itu. Tapi pihak AdhiTV tolak tawaran itu. Tiba-tiba, mereka minta serial ke kita. Dan kebanyakan draf kita terbuang sia-sia karena nggak berhasil bikin 'pacar kamu' itu terkesan," jelas Syanin menggoda adik sepupunya itu.

Perempuan yang kini rambutnya semakin terlihat cokelat itu langsung mengerucutkan bibirnya. "Rafka itu belum jadi pacar aku, Mbak."

Syanin tersenyum melihat Janne yang salah tingkah. "Berarti nanti bakal jadi pacar, dong?"

Pipi Janne memerah. "Nggak tau, ah, Mbak." Ia menutup wajahnya dengan bantal guling, kemudian memunggungi Syanin.

"Janne." Syanin menyentuh pundak Janne.

Perempuan yang merasa namanya dipanggil dengan nada serius itu langsung berbalik, masih menutupi wajahnya dengan bantal guling.

"Kamu beneran suka sama Rafka?" tanya Syanin.

Janne mengangguk.

"Kamu tau Rafka punya reputasi seperti apa?" Syanin berharap sepupunya itu tidak sepolos itu.

Janne kembali mengangguk. "Tau, Mbak. Aku tau Rafka sering dapet undangan ke kelab malam punya rekan-rekannya. Aku juga tau Rafka nggak akan mudah diterima sama keluarga besar Gunadi walaupun dia sama-sama pebisnis," jelasnya diakhiri dengan senyum.

Syanin mengangguk-angguk paham. "Apapun yang kamu lagi jalanin sama Rafka, Mbak harap kamu bahagia, Sayang." ujarnya kemudian mengusap pundak Janne.

Mata hitam Janne menatap manik kecoklatan Syanin. "Iya, Mbak. Makasih udah selalu khawatirin aku. Tapi Mbak juga perlu khawatirin diri Mbak sendiri. Mbak coba terbuka, ya, sama cowok-cowok yang mau deketin, Mbak."

Syanin mengangguk. "InsyaAllah, Mbak bakal coba."

Tidak juga mendapatkan pasangan hingga saat ini, Syanin memilih untuk fokus dengan karirnya. Terlalu lama dengan kesendiriannya ternyata juga tidak baik untuknya. Ia terbiasa melakukan segalanya sendirian tanpa memerlukan bantuan siapapun. Ia segan untuk meminta bantuan pada orang lain. Sebenarnya, Syanin juga sadar jika standar laki-laki yang tetapkan untuk dirinya cukup tinggi. Ia juga akan menunjukkan sikap tidak kooperatif pada lelaki yang berniat mendekatinya namun tidak memenuhi standarnya. Ia memasang tembok yang cukup tinggi untuk laki-laki yang menurutnya tidak pantas untuk dirinya. Katakan jika Syanin cukup pemilih untuk masalah hati. Bagaimana pun, perempuan ini sudah bekerja keras untuk menjadi lebih baik lagi dan lagi. Ia hanya tidak ingin penantian panjangnya menjadi sia-sia dengan laki-laki yang hanya mau bermain-main dengan dirinya.

Saat Janne sudah terlelap, Syanin masih mengedarkan pandangannya ke langit-langit kamar. Ia tenggelam dalam pikirannya di tengah ruangan dengan cahaya minim yang berasal dari lampu tidur. Sebagai cucu perempuan pertama di keluarga Sarah Gunadi, Syanin menyadari jika keluarganya sudah sangat mengharapkan adanya laki-laki yang bisa mendampingnya. Bahkan, saat makan malam tadi, hal tersebut juga menjadi obrolan yang cukup panjang. Melihat Janne yang sepertinya sudah memiliki calon yang cukup potensial untuk dijadikan pendamping, Syanin tida bisa berbohong jika dirinya juga mengharapkan yang sama. Usianya sudah di akhir dua puluh tahun. Angka yang sudah melampaui usia idealnya untuk menikah.

"Tuh, Nin. Om kamu udah kebayang jadi wali nikahmu," tambah Yuna melihat ekspresi suaminya yang sudah membayang jauh ke sana.

Galang tertawa. "Anak Om, kan, laki-laki semua, nggak akan bisa ngerasain jadi wali nikah. Karena Mas Dhani juga punya anak perempuan, jadi nanti yang nikahin Syanin bagian Om, ya."

"Mana ada? Arsyad jauh lebih berhak jabat tangan calon suami Syanin nanti," bantah Dhani dengan nada canda.

Arsyad yang mulutnya sedang sibuk mengunyah makanan tiba-tiba tersedak. Pamannya itu memang suka asal ceplos di waktu yang tidak tepat. Kalimat pamannya itu menyadarkannya bahwa nanti ia yang akan menikahkan kakak perempuan satu-satunya itu. Membayangkannya saja sudah bisa membuat Arsyad merinding di tempatnya. Ia akan menggantikan peran ayahnya melepas putri satu-satunya di keluarga kecilnya. Arsyad menatap canggung kakaknya yang duduk tepat di hadapannya.

"Mbak Syanin cari calonnya yang sholeh, ya, biar nanti satu kali jadi," celetuk Arsyad yang sebenarnya sangat peduli dengan kakaknya itu.

Syanin tersenyum menangkap ketegangan di wajah adiknya yang cuek itu. "Makasih, ya, doanya."

Interaksi kakak beradik itu mengundang tawa seisi ruang makan malam itu. Syanin bersyukur keluarganya masih memprioritaskan satu sama lain di tengah kesibukan yang sudah semakin tidak bisa ditebak. Perempuan penggemar film itu sudah merasa dicintai dan mencintai ketika berada bersama keluarga dan teman-teman dekatnya yang kadang membuatnya lupa diri jika ia berhak dicintai dan mencintai seseorang yang akan menemaninya sampai tua nanti.

Kadang Syanin berpikir takdirnya yang terlihat menyedihkan ini disebabkan karena dirinya melarang keras ibunya untuk menikah lagi. Alina ditinggal pergi selamanya oleh Affan dengan kondisi yang sangat memungkinkan untuk menikah lagi. Bahkan ketika tantenya, Yuna, mengenalkan ibunya dengan salah satu temannya, Syanin menolak keras yang kemudian diikuti adiknya. Baginya, ayahnya masih bersamanya, mengikuti perkembangannya hingga saat ini. Walaupun tak banyak ingatan yang membekas di benak perempuan itu, Syanin saat merindukan sosok itu. Sosok yang kini ia dapatkan dari dua paman yang sangat ia sayangi itu.

Enjoy!

Love, Sha.

Revised: 19/09/2022

Deserve ThisWhere stories live. Discover now