13

11.4K 1.1K 4
                                    

Syanin baru saja selesai mengantar ibunya dari rumah sakit untuk medical check up. Namun, mobil yang sedang Syanin kemudikan tiba-tiba terasa ganjil. Perempuan itu kemudian menepikan mobilnya di bahu jalan, tepat di depan sebuah restoran lebih tepatnya. Syanin cukup beruntung karena siang ini jalanan ibu kota hari ini cukup lancar. Ia tidak akan menimbulkan kemacetan. Turun dari balik kemudi, Syanin meminta ibunya yang duduk di kursi penumpang untuk menunggu. Kemudian ia berjalan mengelilingi mobilnya untuk memerika sesuatu yang terasa ganjil dari mobilnya tadi. Perempuan itu menghela napas berat ketika berhasil menemukan penyebab mobilnya terasa ganjil. Ternyata, ban depan mobilnya kempis.

Alina yang mulai khawatir kemudian menurunkan kaca jendela mobil. Ia menemukan raut wajah putrinya yang berubah muram. "Kenapa, Nin?" tanyanya.

"Bannya bocor, Ma. Aku telepon bengkel aja kali, ya?" ujar Syanin kembali membuka pintu mobilnya untuk mematikan mesin mobil. Tanggannya kemudian bergerak mencari ponsel di dalam tasnya.

Baru saja Syanin mendekatkan ponselnya ke telinga kanannya, seseorang memanggilnya, "Syanin?"

Syanin menoleh ke arah sumber suara. Perempuan itu langsung menemukan dua wajah kakak beradik yang ia kenal sudah akan memasuki mobil berwarna hitam yang terparkir di halaman parkir restoran. Keduanya tampak mengurungkan niat mereka saat menemukan Syanin yang sepertinya sedang kesulitan. Kini, Syanin menemukan keduanya sedang berjalan keluar dari area restoran menghampiri dirinya.

"Lo kenapa?" tanya Fiki yang kemudian mendapati keberadaan Alina.

"Ini ban mobil gue bocor, Fik," balas Syanin.

Rafka tidak bisa menutupi keterkejutannya saat menangkap gaya bicara sang adik dengan Syanin terdengar sangat kasual. Selain berteman baik dengan adik Syanin, Arsyad, Fiki memang seumuran dengan Syanin. Namun, Rafka sama sekali tidak menduga jika ternyata sang adik cukup akrab dengan Syanin. Lebih jauh dari dugaannya.

"Eh, halo, Tante. Apa kabar?" sapanya kemudian mencium punggung tangan Alina.

"Alhamdulillah baik, Nak. Udah lama nggak main ke rumah. Masih temenan sama Arsyad,kan?" tanya Alina menyambut Fiki dengan senyum hangat.

Fiki terkekeh pelan sebelum membalas, "Masih, Tante. Lagi sama-sama sibuk aja. Nanti Fiki sempetin, deh, mampir."

Sempat terdiam beberapa saat, Rafka pun kemudian bergantian dengan Fiki untuk mencium punggung tangan Alina. Kini, Rafka tahu dari mana wajah mungil Syanin didapatkan.

"Nak Rafka, kan, ya?" tanya Alina memastikan.

"Iya, Tante," balas Rafka.

"Wah, Nin. Kalo gini, ban mobil lo harus diganti," ujar Fiki kemudian.

Rafka sontak memutar kepalanya pada sumber masalah dari mobil milik Syanin. Ia kemudian bertanya pada Syanin, "Kamu ada dongkrak sama ban cadangan?"

Syanin mengangguk. "A-ada."

Sebelum Rafka berhasil mengikuti langkah Syanin menuju bagasi mobil, Fiki menahan lengan sang kakak. "Mas, lo, kan, ada meeting," lirihnya.

Rafka mengeluarkan kunci mobil dari saku celana bahanya kemudian memberikannya pada Fiki. "Lo bawa mobil gue balik ke kantor. Gue minta tolong lo gantiin gue, oke?"

Fiki kembali tidak habis pikir dengan sikap sang kakak. "Nggak, Mas. Kalo cuma ganti ban mobil, gue juga bisa. Lo yang balik ke kantor."

Rafka memang hanya membalas dengan tatapan, namun Fiki kalah telak.

Fiki kemudian bertanya, "Terus lo gimana?"

"Gampang, lah." balas Rafka tanpa pikir panjang.

"Lo-" belum sempat Fiki menyampaikan protesnya, kakaknya itu sudah berhasil menyusul Syanin ke bagasi mobil

Deserve ThisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang