09

12.7K 1.1K 9
                                    

"Have you ever been dating before?" Pertanyaan Rafka yang kini berhasil menyusul di sampingnya itu membawa ingatan Syanin kembali ke beberapa tahun ke belakang.

Syanin jelas pernah mencintai seseorang dan dicintai oleh seseorang. Perempuan yang kini menggenggam erat tali tas yang dijinjingnya itu kembali mengingat patah hati pertamanya. Sejak hari itu, Syanin berubah. Perempuan itu tidak lagi menunjukkan senyum hangatnya. Ia selalu mencoba mengendalikan perasaannya terhadap seseorang agar tidak muncul ke permukaan. Ia tidak ingin segala rencana yang sedang dirinya usahakan hancur di tengah jalan hanya karena perasaan itu.

Syanin adalah tipe yang akan memberikan seluruh hatinya pada seseorang yang ia sayangi. Namun, patah hatinya membuat Syanin memilih untuk menyembunyikannya. Baginya, urusan hati bukanlah hal yang utama untuk dirinya kejar saat itu. Syanin menyibukkan diri untuk menyembunyikannya. Pendidikan yang menjadi prioritasnya saat itu menjadi alat untuk melindungi dirinya. Siapapun yang menghalangi langkahnya akan ia singkirkan. Bahkan, beberapa orang menjadi segan padanya. Saat akhirnya lepas dari segala tuntutan yang ia ciptakan untuk dirinya sendiri, Syanin bisa menjadi lebih bersahabat dengan sekitarnya. Syanin memang tampak keras pada orang lain, tetapi ia lebih keras memperlakukan dirinya sendiri.

Walaupun Syanin yang terkesan tertutup, banyak laki-laki yang tertarik padanya. Memang diperlukan usaha lebih untuk memahami Syanin karena perempuan itu benar-benar membatasi dirinya pada orang-orang yang baru dirinya kenal. Tidak jarang Syanin ia mendengar banyak laki-laki yang ingin mendekatinya memilih mundur begitu mengenal dirinya lebih dekat. Alasannya kebanyakan karena dirinya membuat mereka minder. Syanin dianggap 'terlalu' sebagai perempuan. Kabar tentang Syanin yang berasal dari keluarga ternama dan kaya raya pun semakin membuat dirinya dihindari. Sempat mengenal dekat beberapa laki-laki yang tertarik dengannya, semua berakhir tidak ada yang membawa hubungan keduanya lebih lanjut. Syanin tidak pernah menjalin hubungan dengan laki-laki manapun.

"You don't have any territory for asking about that." Dari segala ingatan yang melintas di kepala Syanin, hanya kalimat itu yang terlontar dari mulutnya. Ia mempercepat langkahnya karena merasa tidak nyaman dengan pertanyaan Rafka barusan.

Rafka terdiam di tempatnya menyadari bahwa dirinya memang tidak memiliki hak untuk mendapat jawaban dari Syanin. Ia sempat lupa jika Syanin sedang memasang mode profesionalnya sebagai rekan kerja hanya karena senyum hangat yang diberikan perempuan itu. Menyadari jika Syanin kembali menghindarinya, Rafka menyusul langkah perempuan itu menuju eskalator. "Oke. Then, let's be friends!"

Tidak ada satupun orang yang mengajaknya berteman seterang ini seumur hidupnya. "Hanya supaya kamu tau jawabannya?" tanya Syanin pada akhirnya.

"Maybe? Saya penasaran apakah perempuan seperti kamu pernah pacaran atau tidak," balas Rafka sedikit tidak yakin pada jawabannya sendiri.

Syanin menatap Rafka dengan tanya. "Emang saya perempuan seperti apa?"

Rafka bergumam. "You are cold-hearted, untouchable, and of course sarcastic. You seem like you don't need any man to support your life."

"Save your curiosity. I won't answer your question either," balas Syanin mendapat penilaian seperti itu dari Rafka.

Tiba di restoran sushi, Syanin dan Rafka duduk berhadapan masih dalam keheningan. Selain karena Rafka membaca berkas kontrak yang sebelumnya sempat tertinggal di mobil lelaki itu, Syanin juga menutup akses pada Rafka untuk bertanya lebih lanjut tentang hal-hal pribadi lainnya.

"Saya harus tanda tangan di sini?" tanya Rafka menunjuk halaman terakhir kontrak untuk memastikan.

Syanin menelan makanannya, menatap Rafka sejenak lalu mengangguk. Rafka pun membubuhkan tanda tangannya di atas lembar kontrak tersebut dengan pulpen di tangannya. Diikuti Syanin yang juga membubuhkan tanda tangannya bersisian dengan tanda tangan Rafka.

"Rafka." Untuk pertama kali Syanin memanggil namanya dengan suara yang begitu lembut saat keduanya berjalan bersisian keluar dari restoran Jepang itu.

Rafka sempat merasakan sesuatu yang aneh berdesir di dadanya. Matanya yang sedang fokus dengan layar ponselnya kini menatap Syanin yang ada di sampingnya.

Manik kecoklatan di balik kacamata itu menatap lawan bicaranya. "Kamu nggak perlu antar saya balik ke kantor. Saya masih ada meeting sama klien di sekitar sini."

"Oh, oke," balas Rafka.

Syanin tersenyum. "Terima kasih banyak. Saya duluan. Hati-hati di jalan." pamitnya.

Rafka menatap kepergian Syanin sampai pundak perempuan itu menghilang dari pandangannya. Perempuan yang baru saja berpamitan padanya itu sangat tidak mendefinisikan Syanin yang selama ini ia kenal jauh dari kata ramah. Syanin sebenarnya ramah, namun, perempuan itu juga tidak selembut itu. Rafka menggelengkan kepalanya, mengenyahkan segala perasaan aneh yang menjalar saat memikirkan Syanin kemudian melanjutkan langkah menuju parkiran mobil di area basement mal.

Berhasil duduk di balik kemudi, ponsel Rafka berdering. Nama Janne tertera di layar. Perempuan yang sudah menghabiskan banyak waktu dengannya itu memang senang sekali menghubunginya. Untuk yang kali ini, Janne pasti akan bertanya apakah dirinya sudah makan siang atau belum. Karena memilih melanjutkkan diskusi dan makan siang dengan Syanin, Rafka membatalkan makan siangnya dengan Janne. Sekarang, Rafka merasa ada yang aneh dengan dirinya sendiri.

"Halo, Janne," ucap Rafka mengangkat panggilan dari Janne.

"Halo, Ka? Kamu udah balik ke kantor?" tanya Janne di seberang sana.

"Ini baru mau balik. Kamu udah makan siang, kan? Maaf aku batalin makan siang kita." Rafka suka dengan perhatian kecil dari Janne.

"Nggak apa-apa, aku udah makan siang. Nanti sore jadi jemput aku?" tanya Janne.

Rafka mengangguk. "Jadi, Sayang."

"W-what did you say?" tanya Janne tergagap yang mungkin pipinya sudah merah di sana.

"Sayang? Nggak apa-apa, kan, kalo aku manggil kamu 'sayang'?" tanya Rafka kemudian terkekeh pelan. "Kamu lucu banget, sih."

"Lemes banget, ya, Bapak Rafka mulutnya," balas Janne yang terdengar sudah bisa mengendalikan suaranya.

Janne berbeda dari perempuan-perempuan sebelumnya yang pernah menjalin hubungan dengannya. Itu juga adalah salah satu alasan mengapa Rafka mengulur-ulur waktu dengan Janne. Sebenarnya, Rafka sudah lelah dalam pencarian yang sebagian berakhir mengencani banyak perempuan tidak jelas. Jika biasanya ia akan langsung memberi label hubungan dengan pasangannya dalam kurun waktu dua bulan, kali ini tidak. Ia hanya sedang meyakinkan diri bahwa Janne adalah perempuan yang tepat untuk dirinya. Walaupun terkesan suka mempermainkan perempuan, ia tidak akan main-main dengan yang satu ini. Rafka benar-benar sedang mencari calon istri yang akan mendampinginya menjadi teman hidup. Begitu tekadnya setelah mengakhiri hubungan dengan Regina, perempuan terakhir yang menjadi kekasihnya karena berbeda keyakinan.

"Oke. Sampe ketemu nanti sore, Janne Sayang," putus Rafka yang sempat mendengar gumaman kesal dari Janne.

Enjoy!

Love, Sha.

Revised: 13/09/2022

Deserve ThisHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin