04

16.2K 1.3K 6
                                    

Magenta Production terus berkembang dengan pesat dari tahun ke tahun. Rumah produksi yang dijalankan oleh Syanin itu kini tidak hanya fokus menggarap serial yang ditayangkan di televisi atau platform streaming, tetapi juga sudah mulai melebarkan sayapnya ke industri film layar lebar. Syanin dan timnya juga tidak pernah menyangka jika Magenta akan memiliki reputasi yang baik hanya dalam kurun waktu tiga tahu. Syanin memulai Magenta Production hanya dengan tujuh orang temannya yang saat itu masih memiliki pekerjaan tetap di kantor masing-masing. Selama dua tahun berkarya, hanya ada tiga proyek yang berhasil mereka eksekusi dengan memanfaatkan sponsor dan vendor yang tentunya perlu mereka cari di setiap proyek yang mereka kerjakan.

Sampai akhirnya, salah satu dari tiga web series yang tinggal di kanal Youtube Magenta Production viral di media sosial. Magenta Production sampai disebut hidden treasure oleh beberapa penikmat yang baru berdatangan ke kanal Youtube mereka. Hanya memiliki tiga karya, permintaan akan karya baru pun terus berdatangan. Namun, yang menjadi masalah adalah sumber daya manusia dan juga dana. Bagi Syanin, ini adalah mimpi besarnya. Namun, ia juga tidak bisa meminta waktu penuh kepada teman-temannya yang masih terikat kontrak kerja dengan perusahaan. Akan sangat beresiko untuk meminta teman-temannya mengundurkan diri dari perusahaan karena Magenta Production belum memiliki pemasukan tetap untuk bisa menggaji karyawannya. Syanin ingat betul, tiga tahun yang lalu, ia kembali menginjakkan kakinya di Gunadi Tower. Dengan berat hati, ia melangkah memasuki lobi. Saat itu, Syanin tidak memiliki pilihan lain. Gunadi adalah pilihan terakhirnya.

Tiga tahun berlalu, Syanin yang kini menjabat sebagai CEO Magenta Production, masih menjadi seorang Syanin yang senang bekerja di lapangan seperti lima tahun yang lalu. Walaupun tidak mengambil peran secara penuh, Syanin pasti selalu menyempatkan untuk datang ke lokasi syuting di setiap proyek yang Magenta garap. Ia bukan seorang pemimpin yang hanya diam seharian di balik meja kerjanya. Syanin sangat menikmati proses yang satu ini, dari proses pengambilan gambar hingga proses penyuntingan gambar. Memang sangat menguras tenaga dan waktu. Namun, Syanin sudah terbiasa menjalani harinya yang begitu padat. Sejak duduk di bangku sekolah, karakter pekerja kerasnya sudah terbentuk. Dan ia akan bertanggung jawab akan pilihan yang ia ambil. Sifat itulah yang bisa dirinya andalkan untuk mencapai tujuannya. Katakan saja, Syanin memang cukup keras dengan dirinya sendiri. Ia tidak ingin lagi kembali diinjak-injak.

"Sore, Mbak Syanin," sapa Nindy, salah satu sutradara terbaik yang dimiliki Magenta Prod.

Syanin tersenyum ramah. "Sore. Gimana syuting hari ini?" tanyanya.

Saat ini sedang waktu istirahat, tim baru pindah lokasi untuk mengambil gambar untuk adegan selanjutnya. Syanin bisa melihat orang-orang berlalu-lalang menata kamera dan lampu sedemikian rupa.

"Lancar, Mbak. Mau keliling, Mbak?" tanya Nindy yang masih mengimbangi langkah Syanin.

Syanin mengangguk. "Iya. Saya keliling sendiri aja."

"Baik, Mbak," balas Nindy yang kemudian kembali ke kesibukannya.

Memasuki lokasi syuting lebih dalam, Syanin berjalan menuju sebuah rumah yang menjadi lokasi utama pengambilan gambar di sore hari ini. Senyum terbit di wajah Syanin begitu kedua bola matanya langsung menemukan dua bintang di proyeknya kali ini sedang terlibat dalam obrolan seru di dapur, Febby Cantika dan Revano Aditya. Well, Febby dan Vano adalah pasangan terbaik untuk dijadikan pemeran utama. Keduanya selalu bisa membawakan karakter baru mereka tanpa membuat penonton teringat dengan karakter lama yangmereka mainkan di proyek sebelumnya. Mereka juga tidak membatasi diri untuk mengeksplor sebuah karakter dengan berbagai pendekatan yang memungkinkan.

"Halo, Febby, Vano," sapa Syanin yang langsung ikut duduk di antara mereka.

"Eh, halo Mbak Syanin," balas Febby.

"Hai, Mbak," tambah Vano ikut membalas sapaan Syanin.

"Gimana syuting hari ini?" tanya Syanin menunggu jawaban keduanya.

Febby tersenyum. "Terbaik pokoknya, Mbak. Aku ga pernah nyesel, sih, nerima tawaran dari Magenta," jawabannya sepertinya sudah mewakili jawaban Vano yang menyetujui dengan anggukan.

"Bagus, deh. Pokoknya kalo kalian ada apa-apa, bilang ke saya aja, ya." balas Syanin.

"Siap, Mbak!" Febby kembali bersuara.

"Saya nggak apa-apa, kan, ikut duduk di sini? Anggap aja saya ga ada, ya," tanya Syanin.

Febby menggeleng. "Oh, gapapa banget, Mbak."

Syanin membalas Febby dengan senyum.

Duduk di salah satu kursi yang tersedia di area dapur, Syanin memutar penggelangan tangannya. Masih ada waktu sekitar satu jam sebelum dirinya memiliki janji bertemu dengan kliennya. Melihat ke sekelilingnya, Syanin menemukan beberapa kru masih bersiap untuk pengambilan gambar selanjutnya. Kemudian ia meraih ponsel dari dalam tasnya. Tidak memerlukan waktu lama, Syanin langsung tenggelam dalam dunianya. Atau lebih tepatnya, ponselnya. Ia juga berselancar di sosial medianya usai memeriksa beberapa email pekerjaan yang masuk. Matanya terbuka cukup lebar saat unggahan Intan muncul di beranda Instagram. Yang Syanin tahu, Intan sedang tidak menjalin hubungan dengan lelaki manapun sejak pertemuan terakhir mereka satu bulan yang lalu. Ia benar-benar dibuat bingung karena Intan tiba-tiba mengunggah foto bersama dengan seorang lelaki yang sebenarnya tampak tidak asing di mata Syanin. Jangan lupakan cincin yang tersemat di jari manis Intan serta buket bunga yang tentunya sengaja perempuan itu tunjukkan.

Jarinya baru saja akan bergerak menyentuh aplikasi tukar pesan saat puluhan notifikasi sudah lebih dulu masuk dari ruang obrolannya dengan keenam sahabatnya itu. Dari sekian banyak pesan yang masuk, Intan hanya mengirim satu bubble chat di ruang obrolan. Gue tunggu kalian di Allure hari Sabtu jam 5 sore. Hanya itu pesan yang disampaikan perempuan berdarah Sunda itu. Tidak kurang dan tidak lebih. Sahabatnya yang satu itu memang hampir tidak pernah buka suara tentang asmaranya. Intan baru akan bercerita ketika hubungannya sudah jelas dengan sebuah label.

"Mbak, saya sama Vano take dulu, ya," pamit Febby masih dengan gelas plastik berisi kopi dari kedai kopi berlogo putri duyung berekor ganda itu.

Syanin sontak mendongak menatap Febby dan Vano yang sudah beranjak dari kursinya masing-masing.

"Duluan, Mbak Syanin," pamit Vano yang kemudian ikut beranjak meninggalkan dapur menuju lantai dua rumah ini.

"Oh, iya," balas Syanin dengan anggukan pelan.

Saking asyiknya bertukar pesan dengan teman-temannya, Syanin hampir lupa waktu. Ia langsung beranjak dari duduknya begitu jam sudah hampir menunjukkan waktu lima sore. Dengan langkah lebar, Syanin berjalan keluar dari lokasi pengambilan gambar menuju halaman rumah. Ia hanya sempat membalas sapaan stafnya dengan senyum karena memang sedang mengejar waktu. Syanin mencari kunci mobilnya sembari terus melangkah menghampiri mobil berwarna putihnya yang terparkir di halaman rumah. Ditekannya tombol unlock pada kunci mobilnya hingga lampu mobil asal Jerman itu berkedip. Memasukkan beberapa barang bawaannya ke kursi penumpang, Syanin segera duduk di balik kemudi kemudian melajukan mobilnya untuk membelah jalanan ibu kota.

Sampai di sebuah kafe yang tidak jauh dari kantornya itu, Syanin bernapas cukup lega karena kliennya, Fathan, belum terlihat di sudut mana pun.

"Syanin?" seseorang yang sedang mengantri di belakangnya tiba-tiba menyebutkan namanya.

Syanin memutar tubuhnya dan menemukan Derafka Adhiraja sedang berdiri di belakangnya. Lelaki itu tersenyum lega karena ia tidak menyapa orang yang salah.

"Kamu ngapain di sini?" tanya Rafka menyusul Syanin yang sudah lebih dulu menunggu di meja pick up.

"Seperti yang kamu lihat, saya beli kopi," balas Syanin tak tertarik sembari mengangkat dua cup kopi hangat di tangannya. Ia segera mencari meja yang kosong tanpa menghiraukan Rafka.

Enjoy!

Love, Sha.

Revised: 30/08/2022

Deserve ThisWhere stories live. Discover now