16

11.4K 1.1K 4
                                    

Rafka memijit pelipis matanya yang terasa tiba-tiba berdenyut dengan kedua tangannya. Berita yang baru saja dirinya baca dan masih terpampang dengan jelas di layar komputer di hadapannya cukup membuatnya sakit kepala. Setelah sempat diberitakan sedang dekat dengan Janne beberapa waktu yang lalu, kini ia kembali dikabarkan sedang dekat dengan Syanin. Berita yang menjadi tren di sosial media itu juga menyertakan foto dirinya dengan Syanin saat berada di Singapura. Bahkan, ada juga warganet yang mengunggah foto dirinya saat menolong Syanin mengganti ban mobil sehingga kabar kedekatannya dengan Syanin semakin terkesan nyata. Bersangkutan dengan keluarga Gunadi membuat Rafka seakan kehilangan privasi. Bahkan saat dirinya bersangkutan dengan Syanin yang jarang tekekspos ke media.

"Mampus lo, Mas!" seru Fiki saat membuka pintu ruang kerja sang kakak sebelum akhirnya melanjutkan langkah memasuki ruangan menuju meja kakaknya. "Lo mau ngapain setelah ini?" lanjutnya bertanya pada sang kakak.

"Gue nggak tahu," balas Rafka pasrah. "Gue bantah pun nggak ada gunanya, kan?"

Fiki mengangguk, "Netizen nggak bakal gampang percaya, Mas. Apalagi foto-foto lo sama Syanin yang kesebar makin banyak."

"Kalo gue biarin beritanya gitu aja, menurut lo gimana?" tanya Rafka menatap sang adik.

"Sinting lo, Mas. Lo cari keributan kalo gini," balas Fiki menyugar rambutnya ikut frustasi sebelum akhirnya kembali menatap sang kakak yang tampak kacau. "Hidup lo setelah ini nggak bakal tenang, Mas. Lo tahu Gunadi dan lo juga tahu Syanin kayak gimana."

Sementara Syanin yang berada di balik meja kerjanya mengepalkan kedua tangannya dengan erat. Nama baiknya yang selama ini sudah ia bangun dengan kerja keras, tercoreng dalam hitungan detik hanya karena berita fiktif yang sudah tersebar dengan luas di jejaring sosial. Tak hanya namanya yang tercoreng, tetapi juga Gunadi. Kini, seluruh Nusantara sudah menandainya sebagai orang ketiga yang menjadi penyebab renggangnya hubungan Rafka dengan Janne, adik sepupunya perempuan satu-satunya itu. Syanin menyandarkan punggungnya ke sandaran kursinya sembari memejamkan mata. Berbagai macam pemikiran mulai muncul di kepalanya.

Sosial media miliknya yang biasanya sepi, kini sudah penuh dengan komentar negatif dari warganet yang sebenarnya tidak tahu apa-apa namun dengan mudahnya dipengaruhi oleh berita yang sebenarnya asal dipublikasikan. Pada akhirnya, Syanin memutuskan untuk mengunci akun Instagram-nya sebelum privasinya semakin terusik. Namun, belum sempat ia mengunci akun Instagram-nya, sebuah notifikasi lebih dulu tertangkap oleh ujung matanya. Akun Instagram milik Rafka baru saja mengikuti akun Instagram miliknya. Syanin benar-benar tidak habis pikir dengan tindakan Rafka yang hanya semakin memperburuk suasana. Jika Rafka memang sedang merencanakan sesuatu, ia akan mengikuti permainan lelaki itu. Syanin tidak akan mau kalah dari Rafka.

"Mbak Syanin, ada telepon dari media. Apa Mbak bersedia diwawancara tentang berita..." Nesya yang baru saja memasuki ruangan Syanin langsung menciut saat melihat raut tidak bersahabat atasannya itu. "Oke, Mbak. Saya akan sampaikan kalo Mbak Syanin tidak bersedia," lanjutnya kemudian undur diri meninggalkan ruangan Syanin.

Syanin yang sedang menahan rasa kesalnya itu pun akhirnya memutuskan untuk mematikan ponselnya. Keluarga dan sahabat-sahabatnya juga sudah pasti akan menerornya dengan pesan berisi pertanyaan yang seharusnya mereka ketahui jawabannya. Berita yang tersebar itu tidak benar adanya. Syanin mencoba kembali fokus dengan pekerjaanya yang sempat tertunda beberapa saat. Seharusnya tidak seperti ini. Seharusnya Syanin tidak menunda pekerjaannya di kantor hanya karena terganggu dengan berita yang sudah jelas tidak bisa dibenarkan.

Sosok Nesya kembali dari balik dinding kaca ruangan Syanin. "Mbak, saya izin ke bawah mau makan siang dulu. Mbak Syanin juga jangan lupa makan siang."

Syanin membalas Nesya dengan anggukan dan senyum kecil.

Lima belas menit setelah Nesya meninggalkan ruangannya untuk makan siang, Syanin beranjak dari kursinya. Perut kosongnya juga ternyata perlu diisi. Meraih handbag berwarna cream serta blazer bergaris biru dan putih miliknya, Syanin kemudian meninggalkan ruangannya menuju basement gedung kantornya dengan langkah jenjangnya. Perempuan yang sudah siap dengan kacamata minusnya itu langsung melanjukan mobil putihnya itu ke jalanan ibu kota. Tujuan makan siangnya kali ini adalah Beyond.

Syanin biasanya membawa bekal makan siangnya sendiri ke kantor. Perempuan itu juga lebih sering tinggal di ruangannya untuk menghabiskan jam istirahat makan siang sendirian. Jika tidak membawa bekal makan siangnya, Syanin juga sudah terbiasa makan siang sendirian di luar. Tak jarang, ia juga sesekali makan siang bersama Janne atau sahabat-sahabatnya. Dan sekarang mungkin waktunya Syanin untuk menikmati makan siangnya sendirian. Perempuan yang baru saja melangkahkan kakinya memasuki Beyond itu sudah terbiasa melakukan hampir semua kegiatannya sendirian dan ia sama sekali tidak masalah akan hal itu.

Langkah kaki Syanin memasuki Beyond untuk sampai ke sudut favoritnya diiringi oleh beberapa pasang mata yang menatapnya penuh rasa ingin tahu. Ini tidak pernah terjadi sebelumnya dalam hidupnya, menjadi pusat perhatian banyak orang-orang yang tidak ia kenal. Syanin seakan kembali diingatkan bahwa berita yang belum genap tersebar 24 jam itu berhasil membuatnya dilabeli sebagai perusak hubungan orang. Melanjutkan langkah dengan tetap tenang, Syanin mengabaikan tatapan ganjil yang ia dapatkan.

Selepas menyebutkan pesanannya kepada pelayan, Syanin duduk tenang di kursinya. Pesanannya kemudian terjasikan di atas mejanya 20 menit kemudian. Menikmati makan siangnya, beberapa percakapan dengan nada rendah terdengar oleh pendengaran Syanin yang cukup tajam. Mendengar kalimat-kalimat yang tadinya bertebaran di kolom komentar akun sosial medianya secara langsung, membuat selera makannya hilang. Tidak melanjutkan makan siangnya, Syanin malah terdiam mendengar percakapan yang semakin terdengar jelas di telinganya.

"Itu bukannya Arsyanin Gunadi yang dikabarin lagi deket sama Derafka Adhiraja?"

"Loh, bukannya Rafka lagi deketnya sama Janne, ya?"

"Rafka udah bosen kali sama Janne. Lo tau, kan, kalo Rafka udah biasa digosipin sama cewek-cewek?"

"Padahal Rafka cocok banget, loh, sama Janne."

"Gue yakin Syanin yang keliatanna diem-diem itu sebenernya gatel buat deketin Rafka."

"Hah? Gila! Janne, kan, padahal sepupunya."

"Sst... Jangan keras-keras, nanti kedengeran."

Sudah cukup. Syanin tidak lagi merasa nyaman berada di sini. Ia mulai merasa keberadaannya di sini terancam. Orang-orang seakan sengaja membuatnya pergi. Meninggalkan tiga lembar seratus ribu rupiah di atas meja yang dirasa lebih dari cukup untuk membayar makan siangnya kali ini, Syanin beranjak dari kursinya. Kemudian ia melangkahkan kakinya dengan cepat untuk segera keluar dari tempat menyesakkan ini. Keberuntungan juga sedang tidak berpihak pada Syanin rupanya. Lelaki yang wajahnya sangat tidak ingin ia temui menampakkan diri di hadapannya. Rafka bersama beberapa rekan kerjanya baru saja keluar dari mobil. Lelaki itu juga menghentikan langkah ketika mendapati sosoknya di pintu keluar restoran.

Rafka tampak sangat ingin menghampirinya, namun Syanin lebih cepat memutus kontak mata dengan lelaki itu. Ide yang buruk jika ia harus kembali terjebak di ruangan yang sama dengan Rafka di situasi seperti ini. Perempuan itu tampak terburu-buru masuk ke dalam mobilnya. Syanin bernapas lega karena Rafka tidak melakukan hal gila untuk menghampirinya. Melajukan mobilnya keluar dari area parkir restoran, Syanin berhasil melarikan diri dari sumber masalahnya.

Enjoy!

Love, Sha.

Revised: 08/04/2023

Deserve Thisحيث تعيش القصص. اكتشف الآن