03

18K 1.4K 6
                                    

Di setiap hari Jumat, usai jam kerja, Syanin biasa langsung mendatangi kediaman Ardhani Gunadi yang hanya berjarak beberapa langkah dari rumahnya itu. Ia baru saja tiba di kediaman pamannya saat menemukan Janne yang sedang duduk bersantai di atas sofa sibuk dengan ponselnya. Perempuan yang masih menggunakan setelan kerja dengan lengkap itu kemudian menyusul duduk di samping adik sepupunya di atas sofa. Mengganti saluran televisi yang tidak juga menarik perhatiannya, mata Syanin tertuju pada Janne yang masih sibuk menatap layar ponselnya. Ia menemukan adik sepupunya itu tersenyum seperti seseorang yang sedang kasmaran.

"Masih kontakan sama Rafka?" tanya Syanin pada akhirnya.

Janne hanya mengangguk sebagai balasan.

Siapapun akan mudah jatuh hati dengan Rafka, tidak terkecuali Janne. Rafka memang tidak pernah memberikan usaha yang setengah-setengah untuk mendekati perempuan incarannya, termasuk dengan bagaimana lelaki itu menunjukkan ketertarikannya pada adik sepupunya. Ya, Rafka memang dikenal memiliki sepak terjang yang cukup tinggi dengan perempuan. Ia akan memberikan usaha yang sangat besar untuk mendekati perempuan yang menarik perhatiannya dan akan meninggalkannya jika sudah bosan. Sebut saja Rafka adalah seorang playboy untuk menyederhanakannya. Melalui kabar yang beredar, perempuan yang Rafka dekati memang sering kali memiliki intensi yang sama dengan lelaki itu, hanya untuk bersenang-senang. Namun, tidak jarang pula lelaki itu memberi harapan palsu pada perempuan tulus.

Mengetahui seburuk apa reputasi Rafka, Syanin merasa harus melindungi Janne dari lelaki itu. Adik sepupunya itu adalah perempuan yang tulus dan tumbuh penuh dengan kasih sayang. Ia tidak bisa membayangkan akan bagaimana adik sepupunya itu hancur ketika Rafka memutuskan untuk pergi. Rafka jelas adalah salah satu jenis laki-laki yang dihindari.

"Mbak, aku mau siap-siap dulu. Kalo Rafka dateng, minta tunggu di ruang tamu aja, ya," ujar Janne yang kini sudah beranjak dari sofa menuju anak tangga yang akan membawanya ke lantai dua.

Syanin segera bangkit dari duduknya kemudian bertanya pada Janne yang sudah menaiki anak tangga, "Kamu mau kemana sama dia?"

"Nge-date, lah, Mbak," balas Janne sedikit berteriak kemudian diakhiri dengan kekehan pelan.

Syanin menghembuskan napas berat mendapat jawaban dari adik sepupunya itu. Ia kembali mendaratkan tubuhnya di atas sofa sembari menatap sekeliling rumah yang sudah menjadi rumah kedua baginya. Syanin sering menghabiskan akhir pekannya di sini, termasuk hari ini. Janne memintanya untuk menginap malam ini. Namun, lihat saja, adik sepupunya itu malah memilih pergi bersama lelaki bernama Rafka itu. Menyebut namanya saja Syanin merasa enggan.

Suara bel rumah menyadarkan Syanin dari lamunannya. Ia dengan segera beranjak dari duduknya, kemudian melanjutkan langkah menuju pintu utama rumah ini. Dibukanya pintu berbahan mahoni itu dengan lebar. Mengangkat wajah, kedua bola mata Syanin langsung menemukan sosok Rafka yang kali ini tampak santai dengan kemeja lengan pendek, kancingnya dibiarkan terbuka menampakkan kaos hitam di baliknya.

"Loh, ketemu kamu lagi," celetuk Rafka.

"Wa'alaikumsalam," ucap Syanin sarkas kemudian memutar tubuhnya memasuki ruang tamu.

Rafka yang mengikuti langkah Syanin dari belakang mendadak tertegun. "Assalamu'alaikum."

"Silakan," ujar Syanin mempersilakan Rafka untuk duduk di salah satu sofa yang tersedia di ruang tamu. "Saya panggil Janne dulu sebentar. Kamu mau minum apa?"

Walaupun Syanin terkesan dingin, Rafka cukup takjub akan bagaimana perempuan itu memperlakukan dirinya sebagai tamu dengan baik. Rafka ingat betul akan tatapan mengintimidasi yang Syanin berikan padanya saat pertama kali berkenalan di acara Gunadi Group tempo hari. Syanin menunjukkan ketidaksukaannya dengan sangat jelas.

"Air putih aja," balas Rafka.

"Oke," balas Syanin yang kemudian berlalu meninggalkan ruang tamu.

Selang beberapa menit kemudian, Syanin kembali dengan nampan berisi segelas air putih dan camilan ringan. Rafka sempat heran karena tidak ada satu pun asisten rumah tangga yang ia lihat di rumah sebesar ini. Ia kembali dikejutkan dengan Syanin yang tidak langsung pergi dari ruang tamu. Usai memindahkan gelas dan toples ke atas meja, perempuan itu mengambil duduk tepat berseberangan dengannya.
Syanin masih diam sembari menatapnya dengan penuh selidik. Rafka yakin perempuan di hadapannya itu sedang memberi penilaian untuk dirinya.

"Antar Janne pulang sebelum jam sembilan," ucap Syanin dingin.

Rafka terkekeh pelan atas ucapan Syanin. "Are you serious? Om, Tante, sama Tama aja udah kasih izin ke saya buat pergi sama Janne."

"Iya atau kamu nggak usah pergi sama Janne," balas Syanin memberi ultimatum Rafka.

Rafka mendengus pelan, ia mengalah dengan sangat terpaksa. "Okay, then."

"Dan kalo kamu main-main sama Janne, jangan harap kamu bisa hidup dengan tenang." Lagi-lagi, Syanin memberi penekanan pada setiap katanya.

Rafka menatap Syanin lurus-lurus penuh keyakinan, "Saya lagi ga main-main sama Janne."

Syanin mengangkat kedua alisnya kemudian tersenyum kecil. "Okay. Let's see."

Rafka sangat tidak senang berada di situasi seperti ini, terutama dengan perempuan di hadapannya yang entah kenapa terus membuatnya merasa terintimidasi hanya melalui tatapannya. Rafka bisa bernapas lega saat akhirnya Janne hadir di antara mereka. Lelaki itu segera berdiri menyambut kedatangan Janne yang tampak manis dengan dress selututnya.

Kemudian, Janne mengambil tempat di samping Rafka. "Yuk!"

Rafka menoleh sebentar ke arah Janne memberi anggukan.

"Janne pergi dulu sama Rafka, ya, Mbak," pamit Janne.

"Duluan," ujar Rafka menimpali.

Syanin hanya membalas dengan anggukan.

Mengantar keduanya hingga teras, Syanin hanya bisa menatap kepergian Janne bersama Rafka sembari menutup pintu dengan penuh kekhawatiran. Syanin sangat menyayangi Janne sama seperti ia menyayangi adik kadungnya. Sama seperti dirinya, Janne tidak pernah memiliki hubungan spesial dengan seorang laki-laki sebelumnya. Namun, Janne tidak sekeras dirinya. Tumbuh bersama sejak kecil, Syanin menemukan adik sepupunya itu dengan mudah menunjukkan kasih sayangnya pada orang lain. Jika tidak bertemu dengan orang yang tepat, Janne akan berakhir dengan sakit hati.

"Maafin, Mbak Syanin, ya," ucap Janne saat sabuk pengaman sudah terpasang melewati tubuhnya. "Dia emang gitu sama orang-orang yang baru dia kenal."

Rafka mengangguk, mengabaikan perihal Syanin. "Sesayang itu, ya, dia sama kamu?"

Janne tersenyum. "Aku juga sayang sama Mbak Syanin. Aku seneng punya kakak perempuan sehangat Mbak Syanin."

Menurut Rafka, kata hangat sangat tidak bisa disandingkan dengan Syanin yang terus menunjukkan sikap dingin padanya. Tatapan antipati yang diberikan perempuan itu, membuat harga dirinya diinjak-injak. Rafka tidak pernah diabaikan oleh perempuan sebelumnya. Ia selalu mendapatkan perhatian dari perempuan manapun yang ia temui. Syanin adalah kasus peryama yang ia temui dalam hidupnya.

Rafka menggelengkan kepalanya, membuang prasangkanya pada Syanin. "Kita mau kemana dulu?"

Janne menatap jam di pergelangan tangannya. "Makan dulu kali, ya. Udah masuk jam makan malam juga."

"Siap, Tuan Puteri," balas Rafka.

Pipi Janne bersemu merah. Senyum malu-malu juga muncul di wajahnya. Rafka ikut tersenyum kecil pada respon sederhana yang diberikan Janne itu sebelum kembali menancap gas mobil berlogo empat cincin itu untuk membelah jalanan ibu kota.

Enjoy!

Love, Sha.

Revised: 24/08/2022

Deserve ThisWhere stories live. Discover now