25

11.5K 1.1K 4
                                    

Syanin kini tidak punya pekerjaan untuk dilakukan di luar rumah setelah pemecatan sangat tidak masuk akal yang dialaminya beberapa minggu yang lalu. Arsyad selalu mendapati kakaknya seharian berada di depan laptop ketika ia berangkat ke kantor atau pulang dari kantor. Melihat kakaknya itu sangat tidak bertenaga saat di rumah, Arsyad ingin sekali saja memberi hadiah pada kakaknya.

Saat Arsyad memasuki perpustakaan yang sekaligus ruang kerja kakaknya itu, Syanin masih duduk menatap layar laptopnya dengan earphone tersangkut di telinga kanan dan kirinya. Syanin baru menyadari ada kehadiran seseorang di ruangannya saat sesuatu melintas di sebelah kirinya. Arsyad duduk di sampingnya menyerahkan amplop coklat padanya.

Syanin menatap adiknya bingung sembari menerima uluran amplop dari adiknya itu, "Apaan ini?"

Syanin membuka amplop coklat itu. Lembaran tiket pesawat dengan tujuan Bandar Udara Internasional London Heathrow tertera di sana. Kedua mata Syanin terbelalak lebar menatap adiknya takjub. Ia masih tidak percaya adiknya akan membeli tiket pesawat menuju Britania Raya yang dapat menguras tabungan adiknya itu.

"Aku liat Mbak murung di rumah. Mbak Syanin liburan aja ke London. Aku udah book semuanya buat Mbak. Cek e-mail, ya, nanti aku forward e-vouchernya. Sekalian Mbak juga nostalgia zaman kuliah di sana. Kangen, kan?" jelas Arsyad.

Mata Syanin mulai berkaca, "Kamu ga perlu ngasih ini, Arsyad."

Arsyad menggeleng, "Mbak udah terlalu banyak ngasih ke aku. Aku juga mau ngasih buat Mbak. Tolong terima, ya, Mbak."

"Mbak bisa sendiri, Arsyad." isak Syanin.

Arsyad memutar bola matanya, "Selalu gitu. Mbak, kan, punya aku. Bikin aku lebih berguna dikit aja jadi adik. Ini masih tugas aku juga buat bantu saudara aku yang kesusahan. Ya, udah. Sini balikin tiketnya. Mending buat aku nikah aja tabungannya kalo respon Mbak kayak gini." ia pura-pura kesal.

Syanin tersenyum kemudian menggeleng, "Iya, iya. Makasih banyak, ya, Arsyad, adik Mbak Syanin yang paling baik, paling aku sayang."

Percakapan antara kakak beradik itu sudah berlalu tiga hari. Kini Syanin sudah menginjakkan kakinya di Bandara Internasional Heathrow. Ia terlihat girang seperti baru kali pertama menginjakkan di negeri Ratu Elizabeth itu. Syanin selalu menikmati waktunya dengan dirinya sendiri atau pun dengan orang-orang terdekatnya. Bersama dirinya, Syanin menemukan banyak hal yang tidak ia temukan dalam dirinya jika bersama orang lain.

Menarik koper berukuran besar yang berisi pakaian dan perlengkapannya selama lima hari ke depan, Syanin mencari shuttle bus yang akan mengantarnya menuju tempat rental mobil. Udara dingin London menyapanya. Walaupun hanya lima hari di sini, Syanin ingin menjelajahi Inggris lebih dalam lagi. Selama satu tahun setengah menuntut ilmu di sini, Syanin hanya fokus mengejar impiannya.

"Thank you." ucap Syanin saat akhirnya ia mendapatkan kunci kamar hotel yang akan ia tinggali selama lima hari ke depan kepada penerima tamu hotel.

Perempuan berwajah Eropa itu tersenyum ramah, "You're welcome. Enjoy your stay." balasnya.

Syanin adalah individu penuh rencana. Ia sudah menyusun jadwalnya dari hari pertama hingga hari terakhirnya di Inggris. Perempuan yang baru saja mendudukkan tubuhnya di atas kasur itu mencintai kegiatan produktif walaupun di hari liburnya. Dan sepertinya karena jet lag masih menyerang tubuhnya, ia memilih untuk beristirahat terlebih dahulu di kamarnya.

Merebahkan tubuhnya di atas kasur, Syanin meraih ponsel yang ada di dalam saku mantelnya. Benda pipih yang ada di genggamannya itu menampilkan angka pukul sebelas lewat tujuh. Artinya, di Indonesia masih pukul enam. Syanin memutuskan untuk menelepon ibunya dengan panggilan video. Nada sambung masih terdengar sebelum pada akhirnya layar ponsel Syanin menampilkan wajah Alina. Syanin pun bangkit dari tidurnya, melipat kakinya di atas kasur.

"Assalamu'alaikum, Ma." sapa Syanin pada ibunya yang masih menggunakan mukena putihnya.

Aline tersenyum melihat wajah ceria putrinya, "Wa'alaikumsalam, Mbak. Sebentar, ya, Mama lepas mukena dulu."

"Gimana, Mbak? Udah di hotel, ya?" tanya Alina yang kembali menampakkan wajahnya di layar ponsel Syanin.

Syanin mengangguk, "Arsyad udah pulang belum, Ma?"

"Udah, nih. Nisa juga diajak. Mereka mau makan malem di rumah. Kita ke bawah, ya." balas Alina yang jiwanya masih muda seperti vloger zaman sekarang.

Syanin tersenyum melihat tingkah ibunya. Setelah menuruni anak tangga, Alina meminta Arsyad dan Nisa mendekatinya. Lalu di dalam layar ponsel Syanin langsung menampakkan Alina dengan Arsyad dan Nisa. Pasangan yang dulunya mengaku teman itu terlihat makin serasi saja.

"Gimana, Mbak?" tanya Arsyad.

"London masih sama kayak dulu." ucap Syanin yang langsung dibalas tawa oleh ketiga lawan bicaranya di tanah air, "Makasih, ya, Ar. Nanti Mbak kasih kado liburan buat kamu sama Nisa, deh."

"Kak Syanin beneran gapapa liburan sendiri? Harusnya kemarin Nisa temenin Kakak." tanya Nisa.

"Udah biasa Mbak Syanin kemana-mana sendiri. Mending sekalian cari jodoh di sana, deh, Mbak." tambah Arsyad.

Syanin memutar kedua bola matanya sebagai balasan.

Adiknya bersama perempuan spesialnya itu sebenarnya sudah punya rencana untuk menikah tahun depan. Tapi keduanya masih mau mewujudkan mimpinya masing-masing terlebih dahulu. Arsyad juga mengatakan bahwa dirinya tidak mau melangkahi Syanin walaupun kakaknya itu sama sekali tidak keberatan. Arsyad sudah terlalu lama bersabar menunggu hari bahagia itu. Kakak beradik yang lahir dari rahim yang sama itu punya sifat yang sama, keras kepala.

Walaupun aku update sesuka aku, aku tetep usahain untuk update setiap hari. Dan story board buku ini sebenernya udah selesai. Tinggal eksekusi merangkai katanya aja yang kadang mandet. Well, makasih banyak yang udah ikutin perjalanan menulis aku sampai sini. Berharga banget pokoknya dukungan dari kalian.

Enjoy!

Love, Sha.

Deserve ThisWhere stories live. Discover now