BAB - 8

136K 13.1K 594
                                    

__

"Aaa cepet temenin!" Saphira berteriak sambil bergerak gelisah di ambang pintu. Lia dan Diba segera bangkit dari bangkunya, menyusul Saphira yang baru saja berlari.

"Lo nggak mau ikut, Al?" tanya Diba.

Alya hanya menggeleng. Diba kemudian menarik Lia pergi dari ruang kelas. Alya merapikan buku-bukunya di meja. Dia segera keluar dari kelas itu dan berjalan menuju balkon. Dipandanginya pemandangan sekolah dari lantai 2 yang dia injaki, lalu dia hanya bisa merenung dalam diam.

Gini ya rasanya galau lagi? batinnya. Sudah lama Alya tak bertemu dengan cowok itu. Terakhir Alya tahu kabar tentangnya, cowok itu sedang menjalin dengan seseorang. Lalu, pagi tadi Alya melihat cowok itu menggandeng cewek yang berbeda.

Alya menyandarkan kepalanya pada pilar. Dia berpikir untuk ingin menyapa cowok itu suatu saat karena sudah lama mereka tidak bertemu, tetapi apa kabar dengan hatinya nanti? Cowok itu adalah cowok yang pertama dan masih menjadi satu-satunya orang yang Alya sukai. Akan terasa sulit untuk terlihat biasa-biasa saja. Hanya cowok itu yang bisa membuat Alya terlihat berbeda. Cowok itu yang membuat Alya mulai memperhatikan penampilan. Cowok itu yang membuat Alya menjaga ucapan. Cowok itu yang membuat Alya merasakan perasaan suka kepada lawan jenis untuk yang pertama kalinya.

Cowok itu yang pernah membuat Alya menangis setiap malam.

Dan setelah semua yang pernah Alya lewati, benar kata orang-orang bahwa cinta bisa membutakan segalanya. Bagaimana pun orang lain beranggapan bahwa cowok itu tidak baik, Alya tak akan mendengarkan semua omongan yang dianggapnya omong kosong karena Alya selalu berpikir menggunakan perasaan setiap kali menilainya.

Keinginan terpendam Alya selama ini adalah perasaannya terbalaskan.

"Lo kelas X-3, kan?"

"Hei. Gue ngomong sama lo."

Alya menoleh bingung. Alya menaikkan alisnya setelah melihat Agam, Ketua OSIS di sekolahnya itu, ternyata yang baru saja bicara.

"Oh? Gue?" Alya mengarahkan telunjuknya ke depan muka. "Oh, oke. Iya, gue anak kelas sini. Kenapa?"

"Arahin semua temen lo buat kumpul di kelas."

"Buat?"

"Mau lihat tinggi kalian untuk anggota paskib baru. Gue balik ke sini 1 menit lagi," kata Agam dengan wajah datarnya, lalu pergi dari hadapan Alya.

Ada satu senior cowok lagi yang mendatangi Alya. Vino. "Kalau 1 menit nggak kumpul. Bisa-bisa...." Vino menggantungkan kalimatnya, sementara tangannya bergerak di depan leher, mengarah ke kiri dan kanan bergantian. Lalu dia pergi dari sana.

Alya mengerang kesal. Dia mendatangi beberapa temannya yang masih tersisa untuk membantunya menyebarkan informasi ke siswa-siswi lain yang terlanjur ke kantin. Diba memasuki kelas dengan membanting pintu. Lia kemudian menyusul masuk. Tak lama Saphira berlari hingga ke kelas.

"Kalian semua jangan keluar dulu, nanti ada Kak Agam masuk ke kelas!" teriak Alya, terutama pada ketiga temannya yang baru saja akan kembali beranjak.

Diba berbalik, menatap Alya di bangkunya dengan tatapan kaget. "Eh, Kak Agam?"

"Iya, Kak Agam. Katanya dia mau lihat anak kelas sini. Soalnya yang tinggi pengin dimasukin ke paskibraka."

"Paskibraka?" tanya Diba heran. "Udah, mending gue nggak di sini. Gue nyadar diri, kok."

Alya mengangkat bahunya. Dia hanya diam saat Diba, Lia, dan Saphira membicarakan tentang bagaimana mereka entah senang atau tidak dengan kedatangan Agam dan beberapa senior lainnya.

SayangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang