BAB - 23

89.4K 9.5K 543
                                    


___

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

___

Saphira menyenggol tangan Alya dan mendekat kepadanya. "Udah bel, masih aja." Saphira mengeluh melihat guru masih mengucapkan materi sementara bel pulang sudah berbunyi.

"Nanggung tahu." Alya sibuk mencatat apa yang guru jelaskan.

Saphira memutar bola matanya. Dia menendang sepatu Alya kesal. "Disaat anak-anak lain ngeluh, lo malah kesenengan. Orang pinter mah beda."

"Oke, sampai di sini dulu. Buka halaman 59 dan kerjakan semuanya," kata Bu guru, membuat semua yang ada di dalam kelas langsung mengaduh. Alya yang paling santai. Dia menutup bukunya setelah memberi tanda halaman pada buku paket miliknya.

Tepat saat guru keluar, ponselnya bergetar di dalam tas. "Gue lupa ubah ke silent. Untung aja," gumam Alya saat membuka tasnya. Dia melihat pesan masuk dari Arya dan berusaha mengabaikannya. Namun, membayangkan Arya tiba-tiba muncul di depan Rifal dan membeberkan semua rahasianya membuatnya panik sendiri.

Kesal, dia membuka pesan itu. "Ah, kenapa juga sih gue harus takut?"

monyet!

Lo di mana? Gue jemput, ya

Di kls

Sayang

Berhenti manggil gue sayang!

Udah. Lo diem aja napa

"Kan, kan. Nggak tahu diri emang," gumam Alya.

Saphira menoleh dan mendekati Alya sambil tersenyum semringah. "Kenapa lagi sih sama Bebeb Arya?"

"Diem lo." Alya merapikan barang-barangnya dan tidak memedulikan pesan yang baru saja masuk. Dia menekan pelipisnya saat mendengar getaran ponsel di meja. "Nyebelin parah."

"Alya, gue pergi dulu ya. Udah ada jemputan!" teriak Saphira sambil berlari keluar kelas.

Alya sudah tidak fokus kepada apa pun selain pada ponselnya.

monyet!

Jangan di read doang. Mepet nih

Woi

Ngerti dikit bisa gak sih?
Gue tadi bales. Gu-e-la-gi-di-ke-las

Ada yang mau gue omongin nanti. Awas lo ngehindar lagi.

Terserah

Heh, Mrs. Terserah kali ini aja

Jangan sekarang.

Ayolah. Dari tadi udah bel padahal

Sayang guk.guk.guk. kemari guk.guk.guk

Berisik.

"Dia nggak bakalan ngerti, Alya." Alya menghentakkan tasnya ke atas meja, lalu menyampirkannya ke bahu dan berjalan keluar dari kelas. "Belakangan gue jadi suka ngomong sendiri, kan."

Alya terus berjalan hingga hampir tiba di gerbang. Dia melongos malas saat dilihatnya Arya bersandar di gerbang sambil memainkan ponsel. Pasti cowok itu terus mengiriminya pesan. Untung saja Alya sudah mematikan ponselnya.

Motornya sangat mengganggu kendaraan yang ingin lewat. Alya memutar bola matanya dan berhenti di depan Arya sembari bersidekap.

"Akhirnya." Arya menghela napas. "Gue dari tadi chat lo, kenapa nggak lo bales?"

"HP gue mati. To the point, lo mau ngomongin apaan?" tanya Alya.

"Oh, soal itu. Kita berangkat sekarang, tapi nggak ke rumah lo."

"Maksud lo?" Alya heran. "Emang mau ke mana?"

Arya menggaruk pelipisnya. "Lo mau pulang dulu buat ganti baju atau langsung pergi bareng gue?"

"Pergi bareng lo ke mana dulu?" Alya menuju motor Arya dan menepuk joknya. "Pokoknya gue mau pulang."

"Oke, gue anter lo pulang. Habis itu lo siap-siap. Kita pergi bareng. Gimana?"

Alya mengangkat bahu. Dia tak ingin bicara. Arya pun naik ke motornya dan Alya ikut naik. Ada yang aneh saat di perjalanan. Arya tak bicara sepeserpen atau misalnya ngebut? Motornya bahkan melaju rata-rata, tidak seperti dulu dia sengaja membawa motornya dengan laju cepat karena ingin membuat Alya menderita.

Alya menggeleng tak peduli. Setibanya di rumah, dia langsung turun.

"Gue tungguin," kata Arya saat Alya membuka pagar rumahnya.

"Nggak usah," balas Alya ketus sambil menutup pagar.

"Pokoknya gue tungguin," kata Arya lagi. "Sampai lo keluar."

Alya terdiam sejenak. Hidungnya mengerut. Dia menggeleng dan mengangkat kedua bahunya lalu berbalik pergi. Setelah tiba di kamar, dia tertawa.

"Serius? Gue berani ngelawan? Gue sama sekali nggak takut dia bakalan laporin rahasia gue ke Rifal?" Alya terus menggumam sambil membuka sepatunya. Dia tertawa lagi. "Harusnya gue berani ngelawan dia kemarin-kemarin."

"Enak aja dia berani ngancem-ngancem. Kenapa nggak mikir dari kemarin-kemarin?" Alya menjatuhkan punggungnya ke tempat tidur. "Gue hidup di novel apa? Makanya semuanya diatur segininya sama penulis? Cih."

Alya menoleh ke jendela. Dia bangun dan mengintip. Arya benar-benar masih ada. Cowok itu parkir di depan rumahnya dan bersandar di motor. Posisinya persis seperti pagi itu.

"Aish." Alya menghela napas. Dia segera mengunci jendelanya setelah melihat tatapan Arya mengarah ke jendela.

"Mata gue berat banget...," gumam Alya saat kembali berbaring. Hingga akhirnya, dia terlelap.

***

Alya menggeliat dan membuka matanya. Dengan lunglai, dia bangun dari tempat tidurnya. Hal pertama yang dia ingat adalah Arya yang sedang di luar rumah. Alya mengernyit. Dia berjalan menuju jendela kamar dan membukanya perlahan. Dia terpaku saat melihat warna jingga di langit. Berapa jam dia tidur?

Di bawah sana, Rully dan Arya sedang berjalan melewati pagar. "Dia masih di sini?" gumamnya.

Alya mondar-mandir di kamarnya dengan gelisah sambil terus memikirkan kira-kira apa yang terjadi selanjutnya? Pintu kamarnya diketuk oleh seseorang. Belum mengatakan apa pun, pintu kamar itu langsung terbuka. Alya mendengkus saat tahu bahwa pelakunya adalah Rully.

"Arya nungguin lo di luar, tuh."

"Ya, terus?"

"HP lo nyalain. Kasihan dia."

"Sejak kapan lo kasihan sama orang?" ejek Alya.

Rully tersenyum miring, kemudian menutup pintu kembali.

"Ngapain juga cowok macam itu dikasihani?" gumam Alya sambil beranjak menuju tempat tidur, berniat untuk tidur.

Namun, bukannya langsung berbaring, dia justru mengambil tasnya di lantai dan segera menyalakan kembali ponselnya. Tanpa sadar dia menggigit kukunya.

***

AN:

Jadiiiiii kenapa kalian masih baca SAYANG?


thanks for reading!

love,

sirhayani

SayangWhere stories live. Discover now