BAB - 4

205K 19.7K 1.3K
                                    

tinggalkan jejak, oke?

selamat membaca~

___

Harusnya, hari pertama menjadi siswi baru di SMA ini akan memberikan warna baru yang lebih indah lagi dibanding masa-masa SMP dulu. Namun, realita tak sesuai harapan karena yang ada hanyalah kekhawatiran akan bertemu dengan cowok menyebalkan itu lagi.

Hampir setengah hari berjalan tanpa pelajaran karena hanya ada perkenalan oleh guru dan antar murid. Alya keluar dari kelas itu dengan seorang siswi brambut panjang dan berbando pink yang mengikutinya dari belakang—tanpa Alya ajak. Namanya Saphira. Mereka kebetulan semeja. Alya yang awalnya duduk sendirian, kemudian dihampiri oleh Saphira dan meminta izin untuk duduk di sampingnya. Saphira bicara panjang lebar sebelum guru masuk. Dia menceritakan banyak hal menarik saat MOS kemarin dan langsung mengingat bahwa Alya adalah cewek yang dipanggil Sayang oleh sosok cowok 'berandalan keren' yang merupakan kakak pendamping Saphira sendiri.

"Gue nggak ngerti kenapa lo nyebut dia berandalan keren," kata Alya, tiba-tiba emosi sendiri mengingat wajah cowok itu. "Oke, gue setuju dia berandalan. Tapi apa? Keren? Nggak salah lo?"

Saphira menjauhkan cermin kecil setelah selesai menata tatanan rambutnya yang sedikit berantakan. Alya menggeleng melihat teman barunya itu.

"Eh?" Saphira memutar matanya ke atas, berpikir. Dia lalu menjentikkan jari. "Oh? Soal kata-kata gue tadi di kelas, ya? Kak Arya emang keren, sih. Tampilannya mengingatkan gue sama cowok-cowok pemeran utama di novel-novel—"

"Oke, gue paham dengan isi pikiran lo," potong Alya cepat sebelum Saphira kembali bicara panjang lebar seperti tadi. Bahkan saat guru bicara saja, Saphira masih sempat mengajaknya mengobrol dengan berbisik-bisik menggosipi ketua OSIS yang katanya sangat tampan itu. Lagi-lagi soal cowok.

Tiba di kantin, Alya langsung berjalan menuju freezer. Dia melirik Saphira yang mengikutinya dan ikut mengambil apa yang baru saja Alya ambil dari lemari pendingin itu. Alya hanya menatap diam ke arah Saphira. Kemudian dia mengambil dua roti dari etalase dan mencari tempat duduk yang masih kosong. Saphira melakukan hal yang sama dan duduk di hadapannya.

Setelah satu gigitan roti, Alya memandang Saphira yang sedang menggigit roti sembari memainkan media sosial. "Lo ... ngapain dari tadi ngikutin gue dan ngikutin apa aja yang gue lakuin?"

"Em?" Saphira mengangkat kepala dan tersenyum manis. "Emang kenapa? Kita kan teman."

"O—oh. Gitu?" Alya meneguk minumannya. Teman, ya?

Baru kali ini Alya berteman dengan cewek yang sangat feminim. Sebelumnya, teman-teman Alya selalu cowok. Di SD dia berteman dengan tiga anak laki-laki yang sekarang semuanya entah di mana. Saat SMP, Alya berteman dengan sekumpulan kakak kelas laki-laki sampai banyak yang menganggap Alya sebagai cewek genit yang selalu menempel ke banyak senior cowok untuk mencari perhatian. Sekarang, senior-seniornya itu entah di mana juga meski Alya tahu satu di antara mereka bersekolah di SMA yang sama dengannya sekarang.

Menurutnya, berteman dengan cowok lebih baik dibanding berteman dengan cewek. Alya tiba-tiba menggeleng. Kecuali satu cowok yang tiba-tiba muncul di kepalanya tanpa dia inginkan. Dia langsung melihat sekelilingnya. Waspada kalau saja cowok kemarin tiba-tiba muncul. Alya menatap Saphira dan berpikir sejenak.

"Eh, Ra...." Saphira mendongak. "Lo tahu banyak ya soal cowok di sekolah ini?"

Saphira mengerjap. "Tahu! Gue lebih tahu panitia-panitia kemarin, sih."

"Sejauh mana lo tahu soal Arya?"

Saphira tersenyum menggoda. "Cieee yang bahas Kak Arya! Katanya tadi nggak mau denger namanya disebut-sebut."

SayangWhere stories live. Discover now