The Love that Cannot Talk -29-

33.5K 2.4K 125
                                    

{Aki's POV}

Kenapa badan ku terasa begitu berat? Atau aku yang terlalu lemah untuk  menggerakkan badan ku? Untuk membuka mata saja rasanya begitu sulit. Apa yang terjadi pada ku..?

Ah... Aku ingat sekarang, aku melukai diri ku sendiri. Kalau begitu berarti sekarang ini aku sudah berada di  neraka. Mungkin badan ku tidak bisa digerakkan karena aku ada di dalam peti mati? Jadi begini kah rasanya mati?...

.

.

.

Tidak!!  Tunggu dulu! Aku tidak ingin seperti ini! Aku masih ingin bersama Ryou, Arata, Yuuto, Rina dan Runa! Aku masih ingin menghabiskan waktu bersama mereka, aku ingin melakukan banyak hal bersama mereka, melihat mereka tumbuh dan hidup bahagia!

Aku harus membuka mata ku, aku tidak boleh berada disini! Aki! Ayo buka mata mu! Aki!

Ku mohon, siapapun tolong aku! Aku tidak mau berada disini!

Aku masih ingin hidup

Aku masih ingin bersama Reo...

Reo...

"R...e...o"

"Lu!! Lu!!"

Suara seseorang? Tapi siapa?

"Ada apa?"

Siapa? Apa ada yang bisa mendengar ku?

"Aki-chan! Tangan Aki-chan bergerak! Bibirnya juga bergerak! Kita harus panggil dokter!"

Dokter?... Eh?... Apa yang terjadi?

"Nagi, tunggulah disini aku akan segera kembali"

Nagi?...

Nagisa?

Tanpa ku sadari sejak kapan aku mendapatkan kembali tenaga ku. Kini ku coba untuk membuka mata ku, meskipun masih terasa berat tapi aku tidak ingin berhenti mencoba. Penglihatan ku masih kabur, butuh beberapa kali untuk menajamkan penglihatan ku, kemudian pemandangan putih keabu-abuan menyambut ku pertama kalinya.

"Aki-chan?..."

Aku mengalihkan pandangan ku ke sumber suara yang memanggil nama ku. Sosok yang begitu ku kenali menyambut ku dengan wajah penuh kelegaan.

"Na...gi..sa" bibir ku bergerak melafalkan nama Nagisa tanpa suara.

"Aki-chan!! Syukurlah! Syukurlah! Syukurlah!" ujar Nagisa berulang kali sambil terisak. Nagisa menggenggam tangan ku erat-erat. Membiarkan ku merasakan hangatnya sentuhan Nagisa kembali.

"Apa kau baik-baik saja? Ada yang terasa sakit?" tanya Nagisa, ia masih memegang erat tangan ku. Aku menggelengkan kepala ku lemah.

"Syukurlah kau sudah sadar...Aku..aku sungguh senang sekali" ujarnya kembali terisak.

Betapa bodohnya diri ku... Mengapa ku lakukan hal bodoh yang membuat Nagisa begitu mencemaskan ku.

"Sensei!" Nagisa melepaskan genggamannya dan bergeser menjauh dari ranjang, membiarkan sosok pria yang sudah cukup berumur itu mendekati ku.

"Syukurlah anda sudah bangun, Narufumi-san" ujar dokter. Dokter mengeluarkan sebuah senter kecil yang disorotkan ke mata ku, kemudian ia membuka mulut ku dan menyoroti mulut ku dengan senter kecil itu.

"Nampaknya luka di lidah anda juga sudah membaik" ujarnya. Aku hanya diam teringat kembali kejadian terakhir kali yang bisa ku ingat.

Selesai memeriksa mulut ku, dokter mengeluarkan stetoskopnya dan memeriksa jantung ku, ia menngatakan sesuatu kepada seorang perawat muda yang juga menemaninya. Si perawat menuliskan sesuatu di papan yang ia bawa.

The Love That Cannot Talk [ 1 ]Where stories live. Discover now