The Love that Cannot Talk -08-

47.5K 3.8K 162
                                    

{Aki's POV}

"Aki, kau bisa mengambil gaji mu hari ini di Fujita" ujar Ayumi kepada ku ketika kami berpapasan di koridor kantor yang menuju ke ruang personalia. Mendengar gaji bulan ini sudah bisa diambil, aku senangnya bukan main. Aku buru-buru membungkuk dalam-dalam di depan Ayumi dan ia memberikan senyuman hangat sebagai balasan. "Aku harap gaji bulan ini bisa membuatu kebutuhan mu sehari-hari ya" ujar Ayumi seraya menepuk punggung ku. Aku mengangguk dengan penuh antusias. "Oh ya, akhir-akhir ini Reo sudah tidak pernah mencari masalah kan? Atau dia masih bersikap kurang ajar?" tanya Ayumi. Aku menggelengkan kepala lalu menuliskan sesuatu di note, menyerahkan note itu pada Ayumi untuk dibaca. "Reo-sama tidak lagi marah-marah. Mood nya membaik akhir-akhir ini" tulis ku. Ayumi tertawa geli ketika ia membaca note tersebut. Aku dengan heran memandang ke Ayumi. "Haha! Itu mungkin karena Aki bekerja dengan sungguh-sungguh. Aku ikut senang kalau Reo tidak memberi mu banyak masalah" ujarnya, "Aki adalah yang kedua setelah Takahiro" ujar Ayumi lagi. Aku menatap Ayumi dengan bingung ketika ia menyebut Takahiro. "Oh, Aku lupa kalau Aki belum tahu banyak soal Takahiro. Sebelum menjadi kaki tangan Fujita, ia bekerja sebagai OB di sini juga, sebelumnya ia bekerja seperti mu, di ruangan Reo" ujar Ayumi menjelaskan. Jadi senpai dulu juga mengurusi ruangan Reo-sama, huh...

"Ya sudah, nanti sebelum pulang ambil dulu gaji mu ya" Ayumi tersenyum sekali lagi lalu berjalan meninggalkan ku di koridor. Aku kembali melanjutkan pekerjaan ku menyapu koridor itu. Tetapi pikiran ku sama sekali tidak bisa tenang, malah semakin kepikiran tentang apa yang baru saja dikatakan Ayumi.

Senpai dulu juga bekerja untuk Reo yah... Apa dulu dia juga sering dimarahi Reo? Tapi kalau melihat cara kerja senpai, rasanya dia jarang kena marah. Apalagi dia bisa naik jabatan, itu tandanya dia orang hebat! Haah... Apa suatu saat nanti aku juga bisa naik jabatan ya?... Kalau bisa, keadaan ekonomi keluarga bisa jadi lebih baik

Aku semakin terhanyut dalam pikiran ku sendiri, tanpa ku sadari tangan ku berhenti dan aku mendesah lelah ketika memikiran sesuatu yang seharusnya tidak perlu aku pikirkan.

"Ehmm!"

Ketika mendengar seseorang yang membuat suara seperti orang sedang batuk, aku menoleh ke arah sumber suara cepat-cepat.

Takahiro sudah berdiri di belakang ku dengan kedua tangan penuh dengan map dokumen yang besar dan tebal. "Aki, jangan melamun di tengah jalan seperti itu" ujarnya sambil tersenyum keheranan. Aku langsung menyingkir beberapa langkah untuk memberi Senpai jalan. "Terimakasih" ujar Takahiro seraya melanjutkan langkahnya. Karena merasa sedikit bersalah telah melamun, aku bergegas menghampiri Takahiro, ia sekali lagi menghentikan langkahnya.

"Ada apa, Aki?" tanya nya. Aku menunjuk tumpukan map dokumen yang ia bawa, lalu menyodorkan kedua tangan ku yang kosong. Senpai mengamati ku sebelum ia mengerti maksud ku. "Kau mau membantu?" tanya Takahiro, aku langsung mengangguk. Senpai tersenyum lalu dengan tiba-tiba ia membebankan semua map ia bawa pada ku. Karena diberikan secara tiba-tiba, kedua tangan ku jadi tidak bisa menopang berat map dokumen itu dengan baik, alhasil semua dokumen jatuh berserakkan di lantai koridor.

"Haa...ah, kenapa kau tidak hati-hati?" gerutu senpai seraya berjongkok dan memunguti dokumen itu. Aku cepat-cepat membantu senpai memunguti dokumen yang berserakkan di lantai. Berkali-kali aku menundukkan kepala sebagai permintaan maaf.

Ya ampun, aku malah menambah pekerjaan untuk senpai! Bodohnya diri ku!

"Semuanya jadi harus ditata ulang lagi" ujar senpai dengan wajah khawatir dan kecewa. Aku tidak berani menatapnya lagi setelah itu. Begitu banyak lembaran dokumen yang jatuh, hingga menyebabkan koridor itu penuh dengan kertas-kertas.

"ADA APA INI?! KENAPA BEGINI BERANTAKAN?!!"

Aku dan Takahiro terperanjat kaget ketika mendengar suara seseorang yang begitu marah. Kami berdua spontan menolehkan kepala kearah sumber suara. Berdirilah Reo dengan wajah masam, ia mengernyitkan kedua alisnya dan menatap kami dengan emosi.

The Love That Cannot Talk [ 1 ]Where stories live. Discover now