The Love that Cannot Talk -10-

47.9K 3.5K 136
                                    

{REO's POV}

Melihat ia begitu bersemangat menjelaskan tentang keluarganya, ada sesuatu di dalam diri ku yang mulai menjadi tidak waras, hanya melihat ia tersenyum begitu tulus, jantung ku berdebar dengan kencang. Semuanya tidak masuk akal...

"Haa...ah"

Napas ku sedikit tidak beraturan, padahal hanya lari beberapa langkah, tetapi jantung ku berdebar dengan hebat. Aku membuka pintu ruangan dimana ayah sedang menikmati Sake nya. "Oh, Tuan muda, darimana saja?" tanya salah seorang asistan pribadi ayah. "M-mencari angin segar" balas ku dengan sedikit gugup. "Reo" panggil ayah yang membuat bulu kuduk ku berdiri, "Y-ya?" sahut ku. "Kau kenapa? Wajah mu merah seperti itu?" tanya Ayah sambil menyesap cup Sake yang ia pegang. "Iya, Tuan muda wajah anda merah, apa anda baik-baik saja?" timpal asistan pribadi ayah lagi.

"A-aku sedikit kurang enak badan, mungkin masuk angin atau demam..." jawab ku seraya menempelkan tangan di dahi. "Ayah, bolehkah aku mohon diri untuk pulang?" tanya ku lagi, ayah meletakkan cup Sake miliknya dan menatap ku sebentar sebelum memberikan ijin. "Malam baru saja dimulai, tapi kau sudah minta ijin meninggalkan ku sendiri" ia menghela napas dan melipat tangannya. "Kalau tidak boleh, aku akan tetap disini" sahut ku, "Bodoh. Pulanglah dan istirahat, besok pagi aku akan menemui di kantor. Kau paham?" aku mengangguk dan bergegas mengambil tas kerja ku yang di letakkan disisi ruangan. "Mari saya antar" Tsukishima, salah seorang kaki tangan ku menawarkan diri. Aku mengangguk dan Tsukishima membungkuk kepada ayah lalu menutup ruangan, berjalan di belakang ku.

"Reo-sama, anda kelelahan?" tanya nya. Aku mengangguk lemah. Tsukishima berlari menuju lapangan parkir, lalu menghidupkan mesin, melaju ke depan kedai dimana Aku sedang berdiri menunggu. Ia keluar dari mobil lalu membukakan pintu mobil untuk ku dan mempersilahkan ku masuk. Ia lalu kembali ke kursi pengemudi dan melaju pulang kembali ke rumah.

            Setibanya di depan rumah, Tsukishima melakukan hal yang sama, ia membukakan pintu dan membiarkan ku keluar dari mobil. "Besok saya akan menjemput anda pukul 8 pagi. Apa anda tidak keberatan?" tanyanya. Karena pikiran ku masih tidak fokus, langsung saja aku mengangguk dan masuk ke dalam rumah. Suara mesin mobil mulai terdengar dan makin lama makin sayup.

Aku berjalan masuk ke dapur, meletakkan tas kantor ku di sofa. Berjalan menuju wastafel dan mencuci tangan ku. Setelah itu mengambil sebotol wine dan menuangkan wine merah anggur itu di gelas kaca cantik yang ku beli di Perancis liburan tahun lalu. Aku berjalan menuju sofa dan duduk dengan lelahnya.

"Sial...makin lama aku makin tidak waras" gerutu ku seraya mengendorkan dasi lalu melepaskan kancing kemeja ku dan meneguk wine tadi dengan cepat. Aku menghela napas kecewa pada diri ku sendiri, "Kenapa aku berbuat sesuatu yang memalukan seperti itu...?" seraya menggerutu pada diri ku sendiri, gambaran jelas kejadian yang telah terjadi beberapa jam yang lalu kembali muncul, aku spontan terdiam dan mengamati gambaran itu yang seakan-akan terpampang di layar TV.

"Aki yang tersenyum begitu manis itu membuat ku jadi tidak normal! T-tapi aku tidak bisa menyalahkan nya, Dia hanya tersenyum saja. Kalau masalah ini dibawa ke pengadilan, mungkin akan jadi tontonan konyol. Masa iya aku menuntut, pasti aku yang dituntut karena melakukan pelecehan seksual! Arrrghh!! Semuanya jadi tidak masuk akal!"

Semakin rumit imajinasi ku, semakin rumit saja pikiran ku.

"I-ini... jangan-jangan... yang disebut... Fase-pra-gay !?" aku melompat berdiri dari sofa dan mengacak-acak rambut hitam ku. "Arrghh! Jangan-jangan aku mulai tertular virus Kuro!! Tidak, tidak, tidak! Tidak boleh seperti ini! Aku masih normal. Itu pasti karena pengaruh Sake. Ya, itu pasti karena aku sedikit...mabuk..." ujar ku pada diri ku sendiri.

The Love That Cannot Talk [ 1 ]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt