The Love that Cannot Talk -24-

43.8K 2.9K 253
                                    

{Aki's POV}

Jam wekerpun berdering cukup nyaring, aku meraihkan tangan ku dan menekan tombol off sebelum Rina dan Runa terbangun. Setelah itu aku menarik panas panjang tanpa suara desahan sambil menatap ke langit-langit kamar yang kusam. Sedari tadi aku belum bisa tidur, mata ku tidak mau dipejamkan barang semenit atau sejam. Sekarang sudah pukul lima pagi hari. Mau mencoba untuk tidurpun percuma saja, pikiran ku masih berfokus pada surat undangan ke pengadilan hari ini.

Aku memutuskan untuk bangun dari futon ku dan melipatnya rapi, lalu memasukkan kembali futon itu ke dalam lemari penyimpanan. Setelah selesai menaruh futon dalam lemari, aku jongkok dan menarik kotak kayu tua tempat ku menaruh barang-barang berharga milik ayah dan ibu.

Aku membuka tutup kota itu dan mengeluarkan sepucuk surat yang disimpan dalam amplop kertas berwarna coklat muda. Perlahan kertas surat itupun tertarik keluar, aku membuka kertas surat itu dan membaca isi surat yang tertulis di dalamnya.

'SURAT WASIAT NARUFUMI MASAAKI'

Dengan surat ini, saya selaku pembuat surat wasiat yang bertanda-tangan dibawah ini:
Atas Nama: Narufumi Masaaki
meninggalkan warisan sebesar 300.000 Yen* untuk orang yang sangkutan berikut ini:
Narufumi Yuuto, Narufumi Rina dan Narufumi Runa. Besar uang wasiat yang ditinggalkan guna memenuhi biaya pendidikan ke depan orang yang bersangkutan.

Adapun yang diberikan wewenang surat ini: Narufumi Aki.

(*-+30,000,000 Rupiah)

Aku menutup kembali surat yang baru saja ku baca, dengan sedikit cemas aku memasukkan kembali amplop kertas coklat muda itu ke dalam kotak kayu, kemudian kembali meletakkan penutup kotak dan menaruh kembali kotak tersebut ke tempat semula.

            Matahari pagi mulai menerobos masuk ke dalam rumah. Seperti biasa sinar matahari pagi itu selalu hangat, seolah menghapus perasaan khawatir akan badai yang terjadi tadi malam. Aku sudah berada di dapur, dengan celemek memasak dan mangkuk sup di tangan. Karena ini hari libur, aku tidak  ingin membangunkan adik-adik ku lebih awal. Terkadang bangun siang di hari libur adalah bonus.

Setelah selesai dengan sup misou pagi itu, aku melepaskan celemek dan pergi keluar rumah, memeriksa kotak surat atau sekedar menghirup udar pagi yang segar. Begitu membuka pintu rumah aku sudah dapat mencium bau khas yang ada di pagi hari. Seraya merenggangkan otot-otot ku aku mengambil napas dalam-dalam dan menghembuskan sisa oksigen keluar.

"Padahal pagi ini cuacanya bagus sekali... Kenapa aku harus menghadiri pengadilan di hari yang cerah seperti ini..." pikir ku dalam hati.

"Oniichan, ohayou" sapa Ryou sambil menutupi mulutnya ketika ia menguap lebar. Aku tersenyum dan berjalan menghampiri Ryou. "Hari ini sarapan menu apa?" tanya Ryou yang mulai melangkah masuk ke dapur.

Aku hanya tersenyum mengikutinya dari belakang

"Aki-nii, ohayou" sapa Arata yang juga sudah bangun. Aku mengangguk dan tersenyum sebagai balasan. Ryou mengambil gelas dan berkumur sebentar, sementara Arata duduk di tatami dengan kepala diatas meja makan.

Aku berjalan keluar dapur untuk melihat Rina dan Runa, meskipun mereka bisa bangun sendiri, tapi terkadang mereka akan menangis jika aku tidak ada di samping mereka.

Saat melintasi kamar Ryou, aku melihat Rina dan Runa berlari kearah ku dengan baju piyama kecil mereka. Ketika melihat ku, mereka langsung memeluk kaki ku dengan erat dan membuat ku terkekeh geli melihat tingkah mereka.

"Nii, hayou!" seru Rina sambil memeluk kaki ku, sedangkan Runa mengangguk-angguk tanpa melepaskan pelukkannya dari kaki ku. Aku menggendong Rina dan memberikan kecupan selamat pagi di pipinya, lalu bergantian menggendong Runa dan melakukan hal yang sama.

The Love That Cannot Talk [ 1 ]Where stories live. Discover now