The Love that Cannot Talk -15-

41.9K 3.3K 142
                                    

{Aki's POV}

"Boleh tidak saya menggenggam tangan anda?" tulis ku di telapak tangan Reo. Reo membuka mulutnya tetapi tidak satupun kata terucap keluar. Merasa bodoh dengan apa yang aku katakan padanya, aku menarik kembali tangan ku, tetapi cepat-cepat ia berkata, "Tentu saja boleh!" dengan sedikit terkejut aku menatapnya. Matanya yang berwarna perak itu berkilau dengan indah, ia berkedip sesekali, membuat kesan menawan lewat matanya itu. Aku mengulurkan kembali tangan ku dan menyentuh kulit wajahnya. Seperti yang ku duga, kulitnya bergitu lembut, dan sungguh nyaman untuk dibelai.

"Ada apa?" tanya Reo. Aku menarik tangan ku dan segera menyembunyikan tangan ku di dalam selimut. "Kau tidak ingin menggenggam tangan ku?" tanya nya. Aku menggelengkan kepala dan bergeser sedikit ke belakang. "Kenapa?" tanya Reo lagi, kini wajahnya malah semakin dekat, rambutnya yang masih basah menebarkan wewangian yang ku kenal. Aku mengeduskan hidung ku ketika aku mencium wewangian yang tidak asing bagi ku itu.

"Aku suka dengan wangi shampoo yang kau gunakan" ujar Reo sambil tersenyum.

"Ya Tuhan... Reo-sama begitu tampan..." ujar ku dalam hati. Dengan poni yang menutupi matanya ketika ia menunduk membuatnya terlihat menawan. Ketika semua rambut hitamnya disisir ke belakang, ia tampak gagah, tampak lebih dewasa, tetapi Reo yang kini diduduk di samping ku, terlihat menawan, ia terlihat muda, mungkin bisa dikatakan ia seumuran dengan ku.

"Aki, aku memang sudah mendengar alasan kenapa kau tidak ingin adik-adik mu diasuh oleh paman mu. Tapi menurut ku, alasan mu tidaklah masuk akal. Itu terlalu lemah untuk dijadikan alasan" ujar Reo sambil menatap kearah ku. Aku bangun dari futon dan duduk menunduk, menatap tangan ku yang sedikit gemetar.

"Ryou juga sudah menjelaskan apa yang terjadi pada mu, dan aku sendiri sejujur tidak setuju dengan paman mu, tapi disisi lain paman mu benar soal adik-adik mu"

Aku mendongak kearah Reo dan menatapnya, ia membalas tatapan ku dengan pandangan yang tajam. Aku meraihkan tangan ku, menggapai tangannya dan menuliskan sesuatu ditelapak tangannya.

"Tolong jangan katakan bahwa saya tidak mampu mengurus mereka" tulis ku, lalu berhenti menulis. Menatap kosong ke telapak tangan Reo.

"Tentu saja tidak, aku tahu kau lebih daripada mampu" ujar Reo, mendengar Reo aku menatapnya, membuat ekspresi seolah-olah itu adalah kata-kata paling bermakna untuk ku. "Karena aku tahu kau mampu, berikan alasan yang tepat, Aki. Kenapa kau begitu bersikeras menolak paman mu?" tanya Reo.

Aku tidak ingin menjawab pertanyaannya...

"Aki?"

Aku merangkak menuju meja kecil disamping futon Reo, mengambil salah satu buku yang bersampul gambar daun momiji merah. Aku membalik-balikkan beberapa halaman dari buku itu. Setelah menemukan apa yang ku cari, aku kembali ke futon ku dan menyerahkan buku itu yang tentu saja sudah ku buka di halaman yang ingin ku tunjukan pada Reo.

"Apa ini?" tanyanya. Ia mengambil buku itu dan mulai membaca buku yang ku berikan.

23 Juli—

Hari ini ayah dan ibu bertengkar, aku tidak tahu mengapa akhir-akhir ini mereka selalu saja bertengkar. Sepertinya ayah mengalami masalah. Ketika ayah pergi ke kebun untuk bekerja, Ibu selalu menangis sendiri di kamar. Karena aku tidak bisa bicara, aku tidak bisa menghibur ibu. Tapi beberapa kali ibu memergoki ku melihatnya menangis ia selalu saja menghapus air matanya dan tersenyum kearah ku. Aku tidak mengerti apa yang membuat ibu begitu sedih...

29 Juli—

Hari ini ayah dan ibu tidak bicara satu sama lain, hanya saja satu hal yang aku tahu adalah kami akan pergi ke kota—

The Love That Cannot Talk [ 1 ]Where stories live. Discover now