[30] Welcome, kebahagiaan!

Start from the beginning
                                    

"Iya, aku fobia miskin soalnya."

Angkasa terkekeh. "Yah, sayangnya begitu kamu pilih aku. Kemiskinan emang bakal ada di tengah-tengah kita."

"Serius loh aku, kamu nanti kerjanya apa? Masa gak kerja, nanti kalo kita punya anak mau di kasih makan apa kalo bapaknya aja gak punya kerjaan," sungut Mika.

"Cie udah mikirin anak aja," goda Angkasa dengan tersenyum jahil.

"Jadi, kamu gak mau punya anak dari aku. Gitu?" ucap Mika dengan ketus.

"Mau. Sekarang, juga mau."

"Tau ah, kamu nyebelin." Mika melipat kedua tangannya di depan dada, sembari mengalihkan tatapannya dari Angkasa.

Angkasa berdehem, kemudian mengelus pelan kepala Mika. "Kamu tenang aja, aku udah siapin semuanya. Aku kerja kok, jadi kamu gak usah pusing mikirin itu."

"Kerja apa?"

"Di sana ada pabrik, aku di tawarin jadi salah satu teknisi di sana."

"Beneran?"

Angkasa mengangguk.

"Wow."

"Kan aku bilang. Selagi ada aku, kamu bahagia."

Ya, memang benar. Bahagianya Mika hanya tergantung pada satu sosok cowok yang saat ini tengah duduk di sampingnya. Dia, Angkasa.

Mungkin ini lah waktunya, waktu kebahagiaannya.

Welcome, bahagia!

                             °        °        °

Angkasa menatap wajah cantik Mika dalam diam. Cewek itu tertidur pulas ketika tadi di perjalanan. Dan sekarang keduanya telah sampai di tempat tujuan Mika masih nyaman di alam mimpinya.

Dengan penuh perhatian, Angkasa menyampirkan sehelai rambut yang menutupi wajah Mika ke belakang telinganya.

"Gue rasa, gue bakal mati tanpa lo," gumam Angkasa.

"Engh," tiba-tiba saja Mika mengerjapkan matanya. Dan lambat laun kelopak matanya terbuka. "Udah sampe?" tanyanya dengan suara paraunya.

"Iya, yuk turun." Angkasa keluar terlebih dahulu dari mobil yang di ikuti oleh Mika.

Sepertinya nyawa Mika masih belum terkumpul. Melihat Angkasa yang tengah menurun-nurunkan barang, Mika malah berjongkok di samping mobil sambil terus mengamati cowok itu.

Udara sangat dingin sampai rasanya angin menusuk ke sendi-sendi tulangnya, untung saja ia mengenakan jaket sebekum pergi, maka dari itu ia menyelipkan kedua tangannya di saku jaketnya.

Aneh banget, masih malem gini kenapa burung udah berkicau.

Mika membuka lebar-lebar matanya, dan sungguh mengejutkan ternyata malam telah berganti pagi. Mungkin masih sekitar jam setengah enaman, karena masih jelas terlihat kabut yang mengelilingi langit.

Sejak kapan Jakarta jadi sedingin dan ada kicauan burung di pagi harinya.

"Ngelamun aja," tegur Angkasa yang sudah beres mengeluarkan semua barang.

"Sa, ini Jakarta mana?" tanya Mika dengan tampang bloonnya.

"Siapa yang bilang kita di jakarta."

"Terus?" Mika bangkit dari duduknya dan menatap Angkasa dengan bingung setelah seluruh nyawanya terkumpul.

"Kita di Bandung."

Rasanya rahang Mika langsung jatuh ke dasar tanah. Bandung? Jadi, keduanya sekarang di Bandung?

"Udah gak usah kaget," Angkasa mengusap wajah Mika dengan telapak tangannya. "Bantuin bawa barang yuk," ajak Angkasa.

Mika mengangguk. Kemudian ia mengambil tasnya yang semalam ia gunakan untuk melancarkan aksi kaburnya.

"Jadi ini rumah siapa?" tanya Mika begitu melihat bangunan sederhana di depannya.

Angkasa mengambil kunci di saku jaketnya. Dengan cekatan ia membukanya dan membuka pintu lebar-lebar.

"Kedepannya ini bakal jadi rumah kita berdua."

Mulut Mika menganga, walau Angkasa cowok tapi seleranya memang patut di acungi jempol.

Dengan perlahan ia masuk ke dalam dengan Angkasa yang mengekor di belakangnya.

"Gimana?"

"Bagus," sahut Mika spontan.

Mika suka warna cat temboknya, ia juga suka perabotan yang sudah tersusun rapi di setiap sudut rumahnya. Dan yang paling penting, ia suka satu foto berukuran besar yang di pajang di ruang tamu rumahnya, ya itu foto dirinya dan Angkasa pada saat pernikahannya dulu.

"Kamu yang siapain semuanya?" tanya Mika.

Angkasa menaruh kotak kardus yang ia bawa ke atas meja sebelum menjawab pertanyaan Mika. "Menurut kamu siapa?"

"Kamu," ucap Mika sembari merentangkan kedua tangannya, Angkasa yang tahu kodenya langsung saja memeluk tubuh ramping Mika. "Makasih."

Angkasa mengelus sayang kepala Mika "Jangan sedih, aku mau kita bahagia bareng."

Mika menganggukan kepalanya. "Pasti."

Angkasa menguraikan pelukannya. "I love you," Angkasa mendekatkan wajahnya pada Mika.

CUP

Mika tersenyum kemudian memegang tengkuk Angkasa sebagai tumpuannya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Mika tersenyum kemudian memegang tengkuk Angkasa sebagai tumpuannya.

Hingga beberapa detik kemudian, Angkasa melepaskan ciumannya.
"Aku juga cinta kamu, dulu, sekarang, nanti, dan selamanya." Balas Mika sembari tersenyum bahagia.

Angkasa tersenyum. Kemudian kembali memeluk Mika.

Mulai saat ini, ada satu orang yang kehidupannya harus Angkasa jamin kebahagiaannya. Ya, dia Mika.






Seneng ga? Pasti Seneng dong, Hehe😊😊

See yaa💕

SEMPITERNAL : [Angkasa & Mika] [TERSEDIA DI GRAMEDIA]Where stories live. Discover now