Chapter 31

90.9K 4K 20
                                    

"Hans mana?" tanya Rionard pada Brandon yang sedang sibuk dengan ponselnya.

"Tuh diluar. Lagi ngobrol sama Adel."

"Ada Hans?" tanya Vanya.

"Ada, kan bareng Brandon tadi kesini. Cuma tadi dia cari pesanannya Melani dulu, di pasar dekat sini. Van, sebelum pulang kita ke makam Adrian dulu. Aku udah lama gak kesana bareng Brandon dan Hans."

"Oke." jawab Vanya mengangguk.

Setelah mengemas semua barang dan membawa masuk kedalam mobil, mereka berangkat menuju kepemakaman yang berjarak sekitar 15 menit dari Villa Rionard.

Mobil Rionard sampai lebih dulu ke area pemakaman. Tak lama berselang, mobil satu lagi tiba. Nampaklah Hans, Brandon dan Adel yang baru saja turun dari mobil sport milik Hans. Mereka berjalan menuju sebuah makam yang terlihat bersih dan terawat.

"Hai bro.. Kamu apa kabar?" tanya Hans.

"Kamu lihat, kita bertiga akhirnya bisa kesini bareng. Terakhir 12 tahun lalu kan?" lanjut Hans lagi.

"Ad, aku minta maaf baru bisa kesini sekarang. Dan hari ini aku bawa calon istri aku. Namanya Vanya." tangan Rionard menggenggam tangan Vanya.

"Hai.. Salam kenal Adrian." Vanya menyapa.

"Bro.. Kami semua akan selalu menjadi kakak yang baik buat Adel. Kami berjanji akan terus dukung Adel, sampai dia berhasil meraih mimpinya." ucap Brandon sambil tangannya mengelus kepala Adel.

"Kak.." panggil Adel ke arah Vanya.

"Boleh kita bicara sebentar?" tanyanya sambil berdiri.

Vanya ikut bangkit berdiri dan mengikuti Adel dari belakang menuju kearah tempat mobil terparkir.

"Kak Vanya, aku mau minta maaf atas kelakuan aku yang mungkin buat kakak marah atau cemburu."

"Ya, sebenarnya aku memang kesal dengan kamu. Tapi setelah Rio cerita tentang kamu dan Adrian, aku bisa ngerti kok." jawab Vanya.

"Maaf ya kak. Waktu kak Rio datang, aku senang banget karena udah 12 tahun gak ketemu sampai akhirnya ngelupain kakak."

"Aku sama sekali gak berniat merebut kak Rio dari kakak. Aku benar-benar sayang sama mereka bertiga, sampai aku selalu takut kehilangan mereka. Kehilangan perhatian dari mereka." lanjutnya lagi.

Adel menghela sejenak. "Dari aku umur 2 tahun, aku udah gak punya orangtua lagi. Aku cuma punya kakak satu - satunya yaitu kak Adrian. Orang yang selalu ngurusin aku, dan orang yang gak pernah mengeluh dengan keadaanku. Aku punya bibi dan paman, tapi mereka sibuk bekerja keras untuk membayar hutang mereka karena usahanya yang bangkrut."

"Setelah aku tahu kak Adrian berteman baik dengan kak Rio, kak Brandon dan kak Hans, aku benar-benar bahagia kak. Rasanya aku punya banyak saudara. Mereka juga kasi perhatiannya sama seperti kak Adrian."

Adel menutup matanya dan terlihatlah setetes demi setetes air mata keluar dari balik kelopak matanya. "Sampai akhirnya aku kehilangan kak Adrian."

Vanya mendekati Adel dan memeluknya. Vanya menepuk-nepuk punggung Adel pelan untuk menenangkannya.

"Sekali lagi maaf kak. Pikiran bodohku ini selalu takut kalo mereka akan berubah setelah menikah." ucapnya terisak.

Vanya melepaskan pelukannya dan mengusap sudut mata Adel yang basah. "Adel.. Kamu akan tetap mendapatkan perhatian dari mereka. Aku tahu, mereka sayang sekali dengan kamu. Dan meskipun kami menikah nanti, aku gak akan melarang Rio untuk menghubungi atau menemui kamu. Tapi kamu harus janji satu hal."

"Apa?"

"Kamu jangan mengecewakan mereka. Terus berjuang untuk masa depan kamu, dan buktikan kalo kamu bisa berhasil."

Adel tersenyum dan mengangguk mengiyakan. "Oh ya kak, aku boleh anggap kak Vanya seperti kakak aku? Sebenarnya aku pingin banget ngerasain punya kakak perempuan. Pasti asik, bisa ngemall bareng, nonton, belanja-"

"Boleh kok. Boleh banget. Lagian orang manja kayak kamu itu harusnya punya kakak perempuan, supaya gak nempel-nempel terus ke kakak laki-laki." jelas Vanya.

"Hahahaha.... Kak Vanya pasti kesal banget ya dengan aku?" Adel menertawakan Vanya.

"Lumayan." Vanya membalas dengan kekehan.

"Oh ya, kak Melani kan ada, bisa kamu anggap kakak juga kan?" Vanya bertanya.

"Mmm.. Iya sih kak. Kak Melani baik juga dengan aku. Cuma kak Melani terlalu sibuk. Banyak bisnisnya yang harus diurus. Jadi kadang-kadang aku gak enak kalo mau hubungi kak Melani. Takut ganggu.

"Tapi kalo sekali-sekali kan gak apa-apa."

"Iya sih.. Tapi tetap aja aku ngerasa gak enak."

"Ya udah kalo gitu kamu hubungi kakak aja kalo perlu teman curhat, atau pengen cerita sesuatu."

"Benar ya kak." tanya Adel semangat.

"Iya.." jawab Vanya tersenyum.

"Kak Vanya belum pernah lihat kak Adrian kan? Aku kasi liat ya." tangan Adel memainkan ponselnya. Setelahnya ia menunjukkan foto Adrian dan Adelia yang ada dilayar ponselnya.

"Ini aku foto dari foto yang ada dirumah." tunjuknya.

Vanya terdiam memperhatikan foto itu. "Rasanya aku pernah lihat benda itu?" batin Vanya bertanya.

"Ada apa kak?" heran Adel.

"Ah gak apa-apa."

Sepanjang perjalanan pulang Vanya masih berusaha mengingat dimana ia pernah melihat benda yang menggantung dileher Adrian.


***

05/09/19

My Adult Senior (Complete) Where stories live. Discover now