Chapter 2

200K 7.4K 47
                                    

Vanya menjalani hari-harinya dengan baik selama seminggu ini. Semuanya terasa baik sejak ia menggunakan mobil dari kantornya untuk urusan pekerjaannya. Ia tidak perlu cemas mogok ditengah jalan seperti grandpa nya yang sekarang sudah ia istirahatkan dengan baik di parkiran apartemennya yang ia tinggali sejak 2 tahun lalu.

Rionard. Ya.. Pria itu cukup mengusik hari-harinya karena ia terus mengingat pria itu saat 12 tahun lalu. Semuanya dia ingat. Tapi ada hal yang cukup mengganggu pikirannya. Pria itu dingin. Ia tidak seramah dan semurah senyum seperti dulu.

Ketika acara kemarin selesai, ia memiliki niat untuk menyapa pria itu. Ketika ia mendekat, ia merasakan aura negatif yang ada di diri pria itu. Sangat tidak bersahabat. Sangat berbeda dengan waktu 12 tahun lalu. Dan ia memilih menjauh daripada membuat masalah yang mungkin akan mengganggu pekerjaannya sekarang.

"Van, jangan terlalu larut pulangnya. Besok kita ada kunjungan dari Mr. Stewart. Jangan sampai kamu kelelahan malam ini. Saya duluan pulang ya."

"Oke miss. Sejam lagi saya pulang kok."

"Oke.. Sampai ketemu besok."

"Iya.. Hati-hati dijalan miss."

Vanya menatap lurus kembali ke arah komputernya, menyelesaikan pekerjaannya yang tertunda karena siang hari ia harus meminta ijin ke RS setelah mendapat kabar bahwa ayahnya mengalami kecelakaan. Syukurnya hanya mendapat luka kecil dan tidak ada keadaan yang mengkhawatirkan.

Drrrtt.. Drrrtt..

Vanya segera meraih ponselnya yang ada di samping mouse wireless nya. Ia membaca sebuah pesan masuk yang ia tahu setelah ini ia tidak bisa langsung pulang kerumah.

"Ck! Benar-benar ya! Gak bosan - bosannya kayak begini."

Setelah menyelesaikan pekerjaannya ia segera melajukan mobilnya menuju Crown Club. Ia harus kembali ke tempat ini lagi, terakhir sebulan lalu ia kesini dan ia harus merogoh uangnya cukup banyak untuk mengganti kacamata mahal seorang pria.

Vanya melangkah masuk dengan tergesa-gesa masih dengan seragam kantornya. Biarpun berbeda dengan pakaian perempuan yang ada didalam, dirinya cukup menarik perhatian beberapa pria disitu karena kecantikan yang dimilikinya. Bukan Vanya jika tidak mampu memberikan tatapan membunuhnya terhadap pria yang memandangnya dengan liar. Dia cukup sering ketempat ini, ia sudah hafal betul dengan sikap para pria disini. Bukan karena ia senang dengan dunia gemerlap tapi karena sahabat yang selalu menyusahkannya.

"Al.. Mana dia?" tanya Vanya pada seorang bartender muda yang selalu menghubunginya ketika sahabatnya mendapatkan masalah di club itu.

"Tuh diujung. Hari ini kayaknya lebih parah dari sebulan lalu. Urusin deh Van, kalo urusannya dengan pria itu sepertinya bisa panjang."

"Hm.. Semoga aja gak. Ya Tuhan.. hari ini ada salah apa sih?" sambil berjalan menuju arah yang ditunjukkan bartender yang bernama Aldo itu.

Sambil berjalan ia melihat dari kejauhan dengan pencahayaan yang minim, seorang pria tinggi dengan setelan kemeja kantornya yang sudah cukup berantakan. Disampingnya seorang wanita tinggi dengan tubuh yang sintal nan seksi dengan dress merah sepahanya sedang menjambak rambut seorang wanita didepannya.

"Hey.. Hentikan! Kalian sudah gila ya?" ucap Vanya kencang sambil masuk diantara kedua wanita itu, sekuat tenaga mendorong kedua wanita yang tengah dilanda emosi tersebut.

"Heh.. Lo siapa? Gak ada urusannya sama kamu. Jangan ikut campur." ucap wanita asing itu dengan nada marah.

"Kalau aku ikut campur, kenapa emangnya?" ucap Vanya tak mau kalah.

"Oh berani ya! Mau kayak dia juga, hah?"

Baru Vanya ingin menoleh kearah sahabatnya yang merintih kesakitan, ia merasa kepalanya sakit seperti kulit kepalanya terangkat seketika.

"LEPASIN!!!"

"Enak hah? Makanya usah sok jadi pahlawan!"

Vanya berhasil meraih lengan wanita itu, dan segera menggigitnya.

"AHH!! SAKIT SIALAN!!" segera ia menarik tangannya yang rasa gigitannya seperti hampir tembus kedalam dagingnya.

Vanya memegang kepalanya yang sakit dengan satu tangan, sambil tangan yang lainnya menarik sahabatnya agar mendekat dengannya.

"Lidya.. Kamu ada masalah apa lagi?"

"Dia selingkuh Van. Dia selingkuh lagi."

"Terus? Setelah kamu tahu dia selingkuh, kamu berusaha untuk ngerebut dia lagi? Dengan hal konyol dan memalukan kayak tadi. Lid, pake otak kamu!"

"Van.. Aku sayang dia." Lidya mulai terisak.

"Sayang dengan bajingan kayak dia?"

"Hey jalang, tolong jaga mulut lo ya!" ucap pria di hadapan Vanya.

Bugh!

Brukk!

"Enak hah? Jangan pernah bicara macam-macam dengan gue. Dan ingat, jangan pernah muncul dihadapan gue dan Lydia lagi."

"Ayo Lid.. Balik!" sambil menarik tangan temannya yang masih saja menangis sambil memperhatikan prianya yang masih berusaha bangun karena masih pusing efek tonjokkan Vanya yang cukup keras.

Vanya berjalan sedikit sempoyongan karena rasa sakit dikepalanya yang masih terasa. Ia melewati jalan samping, supaya ia tidak terlalu jauh mengambil mobilnya. Sebelum sampai, ia harus melewati beberapa ruangan seperti kamar yang kebanyakan orang tahu apa fungsi ruangan tersebut.

Ia terus berjalan, tanpa disadari ada seseorang sedang mengikutinya.

Brakk!

Vanya terhuyung kedepan dan menabrak sebuah pintu yang tidak tertutup dengan benar.

"AAAAA!!" terdengar teriakan dari seorang wanita yang ada didalam ruangan ini.

Vanya berusaha bangkit untuk melawan wanita yang mendorongnya barusan. Sambil tangan Lidya memberi pertolongan untuk membantu Vanya bangun, sebuah suara yang dikenal Vanya membuatnya menoleh cepat.

"APA YANG KALIAN LAKUKAN DISINI!! CEPAT KELUAR SEKARANG!!!" ucap pria itu dengan nada tegasnya.

Sebuah pemandangan di bawah redupnya lampu ruangan sangat terlihat seksi. Tapi tidak saat ini, saat dimana iya melihat Rionard yang telah bertelanjang dada sedang bercumbu dengan wanita cantik berambut panjang yang telah melepaskan blouse bagian atasnya sehingga terpampang payudaranya yang putih mulus.

"Kak-.. Hm.. Mr. Stewart?"

"Siapa kamu?" tanya pria itu segera berdiri dan mendekati Vanya.

***

07/08/19

My Adult Senior (Complete) Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin