two : Bian time

Start bij het begin
                                    

"Kenapa? Takut ada yang lihat?" Tanya Bian refleks Anna mengangguk.

"Nggak apa-apa, bonus buat yang liatnya," jawab Bian enteng lalu mengajak Anna untuk melangkahkan kakinya. Dengan cepat Anna menghentikan langkahnya.

"Ma-mau kemana?" Tanya Anna, Bian menatap Anna bingung lalu tertawa kecil.

"Ya elo mau kemana?"

"Aku mau kekantin," jawab Anna lalu Bian menyenderkan bahunya pada tembok seraya melipat kedua tangannya.

"Ya udah ayo ke kantin," ujarnya santai membuat Anna menyerngit.

"Kakak kenapa bisa di luar kelas?"

"Kamu kepo aja apa kepo banget nih?" Tanya Bian seraya menaikkan sebelah alisnya sengaja menggodanya. Anna menarik napas dalam-dalam agar tidak tergoda.

"Kak Bian."

"Apa sayang??"

"Kakak keluar kelas ya? Atau di keluarin?" Bian tersenyum lalu menghampiri Anna dan segera mencolek dagu Anna menggoda.

"Salah satunya sih."

"Kak Sargas mana?" Tanya Anna membuat Bian mengubah rautnya.

"Kenapa nanyain Sargas, kenapa lo nggak nanyain gue aja?" Tanya Bian sepertinya terlihat kesal. Anna berdecih dalam hati, jikalau ia bisa mengungkapkannya, ia ingin mengumpat orang di depannya ini dengan sebutan 'bacot'.

"Kok bengong?" Tanya Bian lagi kini semakin dekat membuat Anna terkejut lalu menjauh dari Bian.

"Kalo ada yang liat bahaya, Kak. Anna takut nanti—"

"Vito liat? Vito jauh sama kita, dia di lapangan, kita di sini," potong Bian santai lalu menghirup aroma Anna dalam-dalam. Rasanya ia ingin memangsa gadis ini secepatnya.

"Kak geli, nggak boleh, Kak. Ini area sekolah," ucap Anna memperingati, sontak Bian tersenyum miring membuat jantung Anna berdetak tidak karuan, seperti yang Anna pernah jelaskan, jika Bian sudah menarik sudut bibirnya, pasti ada yang akan direncanakan atau akan ada yang ia ingin lakukan.

"Ok, kita lanjutin di apartemen gue aja!" Final Bian lalu mengelus puncak kepala Anna sayang.

"Dah ya, gue balik ke kelas!" Lalu Bian melangkahkan kakinya menjauh dari Anna. Anna membeku dengan kalimat yang belum lama Bian ucapkan. Astaga, kenapa bulu kuduknya meremang? Saat ia membalikan tubuhnya, ia sudah menabrak tubuh lelaki yang kini menatapnya dengan raut tidak bersahabat. Dia Alvito, sedang menatapnya datar.

"Ka-kak...Vito—"

"Bian ngapain tadi?" Tanyanya, Anna menggeleng pelan.

"Cu-cuma nyapa doang," jawab Anna terbata-bata karna kini jaraknya begitu dekat dengan Vito. Lalu Vito menariknya untuk kelapangan.

"Kak mau ngapain?" Tanya Anna.

"Main basket lah, lo mau gue ajarin nggak?" Anna terdiam, haruskah ia menolak? Atau dia mengangguk saja? Astaga, dirinya di ambang dilema. Tiba-tiba saja Vito menarik hidungnya membuat Anna meringis.

"Nggak usah mikirin gue gitu lah, mau bilang, enggak juga tetep gue paksa," tutur Vito, membuat Anna menghembuskan napasnya pasrah, ia mendekati Vito lalu berdiri tepat di depan lelaki itu.

"Gimana?" Tanyanya, Vito langsung melebarkan senyumnya. Dengan lihai ia mendribbling bola basket dengan tatapan yang masih menatap lurus matanya, dia mengatakan seakan-akan bola itu sudah sangat nurut padanya sampai Anna menyipitkan matanya heran.

"Nih, giliran lo!" Suruh Vito lalu melempar bolanya pada Anna, refleks Anna menerimanya.

"Anna pake rok," tuturnya.

"Ya terus?" Anna mendengus pelan lalu mencoba mendribbling bolanya, ia bisa, hanya saja jikalau saja ia tidak melihat ke arah bola, bolanya akan pergi entah kemana tahu. Menyebalkan!

"Look at me," suruh Vito seraya menatapnya. Anna masih fokus pada bolanya.

"I can't," jawab Anna seraya fokus mendribbling bolanya. Vito berdecak sebal.

"Just do it! Look at me right now."

"I CAN'T!" Pekik Anna geram sendiri, di samping itu ia panik, matanya menatap Vito geram namun tangannya masih lihai mendribbling bolanya. Senyum Vito mengembang seraya melipat kedua tangannya di bawah dada. Anna tersadar matanya terfokus pada Vito, dan ia masih bisa mendribbling bolanya.

"Bisa," ucap Anna lalu tersenyum tipis.

***

Pulang sekolah, Anna memutuskan untuk bersembunyi terlebih dahulu di toilet agar semua orang pergi dan menghilang termasuk para pengganggunya. Ya, Anna ingin pulang dengan tenang, dan sekarang sudah hampir 15 menit ia berada di dalam kamar mandi, dia harap Vito dan Bian sudah pulang.

Anna tersadar, hari ini dia tidak melihat batang hidung Sargas, entah kemana cowok itu, yang jelas Anna tidak merasa sedih sedikit pun. Anna senang karna hanya dua orang cowok yang mengganggunya. Anna berdecak seraya memejamkan matanya, suasana sudah mulai sepi, dan Anna berharap keinginannya terkabul.

"Semoga dia udah pulang," gumam Anna saat ia membuka matanya betapa terkejutnya ia saat melihat seseorang sudah berada tepat di depannya.

"Siapa yang kamu maksud, Annaqilla?" Itu suara Bian, Fabian yang memang sedang ia hindari hari ini karna dia tidak ingin ikut ke apartment lelaki itu. Tapi kenapa cowok ini bisa berada tepat di depannya? Dan bagaimana dia bisa tahu ia berada di sini?

"Kak Bian—" bibir Anna terkatup saat jari telunjuk Bian menempel di bibirnya. Lalu Bian menumpu kedua tangannya di sisi kanan dan kiri Anna membuat jantung Anna berdetak tidak karuan.

"Gimana? Mau ikut gue atau gue abisin di sini?" Tanya Bian dengan sebelah alis terangkat, Anna menelan salivanya seperti menelan kerikil.

Help me, god.



TBC

ANNA (SELESAI)Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu