28

1.6K 125 19
                                    

Hari senin yang lalu, Seokjin mengabari Yoongi bahwa dirinya dan Namjoon baru saja tiba dari Santa Monica. Waktu itu menjelang sore ketika Yoongi menerima telepon darinya. Mereka bicara cukup lama lewat seluler, dan rupanya Seokjin mengeluhkan kabar buruk bila mana kedua orangtuanya menolak Namjoon, menginginkan keduanya untuk berpisah sebagai ancaman Seokjin tidak boleh menampakkan diri sebelum keinginan tersebut terpenuhi. Yoongi tahu Seokjin berusaha menahan tangis disana karena suaranya terdengar serak dan patah-patah, sementara di sisi itu Yoongi sendiri tidak tahu bagaimana caranya menghibur Seokjin dalam situasi pelik semacam itu.

Jadi, keesokan harinya Yoongi meluangkan waktu senggang menemui Seokjin di tempat kerjanya. Butik. Lelaki itu sedang melayani pelanggan seperti biasa. Terlihat profesional dengan senyum ramah dan gerak-gerik sopan, sampai Yoongi sendiri seperti bertanya jikalau mungkin Seokjin mengerjainya kemarin.

"Yoongi-ah! Woah, kau datang?"

Yoongi tersenyum menyambut pelukan hangat Seokjin. Mereka bukannya sempat berpisah berbulan-bulan, tapi Yoongi menangkap sesuatu yang asing dari temannya ini. Yoongi pun mengamati sejenak saat pelukannya di lepas.

Ah, warna rambutnya sedikit lebih terang karena diwarnai agak kecoklatan, juga potongan rambut lebih pendek dari terakhir kali mereka bertemu.

"Apa kau datang untuk membeli sesuatu?"

Yoongi berkedip tiga kali membuyarkan lamunannya soal gaya baru rambut Seokjin. Baru ingat kalau ia kemari tanpa sempat memberi tahu terlebih dahulu.

"Tidak, aku hanya ingin bertemu denganmu. Akan lebih baik kalau kita bicara empat mata dari pada lewat seluler"

Seokjin mengangguk setuju. Rasanya memang beda jika berkomunikasi menggunakan ponsel, kalau saling berhadapan seperti sekarang mereka bisa mengerti emosi dan ekspresi masing-masing. Akan lebih baik juga jika mereka bicara di luar kan.

"Aku akan segera kembali. Butik cukup sibuk karena ada banyak pelanggan yang datang akhir-akhir ini. Tidak apa-apa jika ku tinggal sebentar?"

"Tentu. Aku bisa menunggu"

Selama menunggu Seokjin selesai dengan pekerjaannya, Yoongi duduk diam di salah satu sofa yang ada di tengah-tengah ruangan. Tempat itu tidak terlalu besar sebenarnya, hanya saja dekorasi dan tata ruangnya di atur sedemikian rupa hingga terlihat lebih cantik dan bersinar dengan lampu juga cat dinding berwarna dasar lembut. Barang-barang yang di atur berdasarkan warna membuat semuanya terlihat rapi.

Entah berapa lama Yoongi duduk disana, matanya sibuk mengekori Seokjin yang kesana-kemari membantu sejumlah pelanggan yang datang. Sampai sekitar pukul dua belas tiga puluh, Seokjin menghampirinya dengan cengiran lebarnya.

"Aku sudah selesai. Kita punya waktu kurang dari sejam untuk keluar dan berbincang-bincang," ucapnya sembari melihat jam tangan, "Aku ambil kunci mobil dulu"

"Kau bawa mobil?"

Seokjin mengangguk saat Yoongi bertanya sambil mengikutinya dari belakang. Pergi mengambil kunci mobil dan dompet di laci meja kasir.

"Kalian menjual aksesoris juga?"

Seokjin menengok mendapati Yoongi tengah memandang meja kaca yang memamerkan benda-benda kecil yang berkilau karena pantulan lampu di dalam meja. "Ya, belum lama. Pemilik butik ingin sesuatu yang baru dan dia mencoba aksesoris untuk menarik perhatian para pembeli."

"Apa ini barang impor?" tanya Yoongi sambil menunjuk  gelang berwarna silver dengan tiga buah batu permata.

Matanya memandang lekat benda itu. Yoongi suka batu permatanya juga lengkungan yang terdapat di sana. Itu satu-satunya yang menarik perhatian diantara perhiasan lain. Tapi, Yoongi tidak pernah memakai gelang atau semacamnya sebelum ini, jadi mungkin ia akan berpikir ulang jika ingin membeli benda itu.

PARADOX WHISPERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang