03

2.5K 299 31
                                    

Gemericik air mendominasi apartemen Yoongi pagi ini, kedua tangannya pun tak berhenti bergerak merotasi di atas piring dengan spons diantaranya yang perlahan mulai mengering. Pandangannya lurus ke depan; tatapan kosong sebagaimana orang yang tengah melamunkan sesuatu.

Dalam benaknya, Yoongi masih bertanya-tanya mengenai kasus pembunuhan yang terjadi di distrik tempat ia tinggal.

Wanita paruh baya, pemilik toko bunga, hidup seorang diri, tidak berkeluarga, dan orangnya tertutup.

Dia tetangga Yoongi.

Sampai pemeriksaan Yoongi berakhir pun pelakunya belum juga di temukan. Menurut Namjoon, si pelaku bukan sembarang orang, karena sebelum aksinya dilancarkan rupanya dia mengakses beberapa cctv di sekitar tempat kejadian sampai yang terekam di sana setelah pembunuhan terjadi hanya nampak sosok Yoongi.

"Kalau sampai waktu itu kamu memergokinya, kamu pasti juga sudah di pemakaman hari ini"

Ya, kalau sampai Yoongi mendapati aksinya malam itu, tidak menutup kemungkinan dia ikut tewas mengenaskan sama seperti si korban.

"Ada sayatan cukup dalam di tenggorokan dan wajah, empat tikaman pada perut, memar di bagian punggung, dan hantaman benda tumpul di kepala. Kurasa si korban berusaha kabur, karena urat keting pada kedua kakinya juga di putus"

Ucapan Namjoon waktu itu membuat Yoongi tidak tenang. Pikirannya kacau, ada rasa takut merayap di sekujur tubuhnya, karena walau bagaimanapun bajingan itu mungkin saja masih berkeliaran di sekitar distrik.

Tring!

Satu pesan masuk ke ponsel Yoongi. Lekas-lekas ia meletakan peralatan makan di tangannya kemudian meraih benda tipis di atas pantry. Nama Namjoon tertera di layar.

Baru saja Yoongi hendak membuka pesan tersebut, Namjoon sudah beralih menelpon.

"Aku sedang sibuk telepon nanti saja," Yoongi berkata malas.

"Tunggu, hyung. Ini penting, jangan dulu di tutup"

Yoongi berkacak pinggang bersamaan dengan wajahnya berkerut penasaran. "Aish, baiklah. Apa? Cepat katakan."

Di seberang sana Namjoon terdengar menghela nafas panjang, dan Yoongi tambah di buat penasaran ketika yang lebih muda menjeda beberapa detik sebelum akhirnya berkata, "Pertama aku bersyukur kamu baik-baik saja. Kedua, Seokjin meminta kamu tinggal dirumahnya untuk beberapa hari ke depan"

"Apa?! Hei, kekasihmu itu tidak waras ya?" Yoongi menyeringai lebar menahan gelak tawa.

"Hyung! Beraninya kamu bilang begitu! Seokjin ku khawatir padamu," kata Namjoon yang lebih terdengar mirip bentakan. Sesaat kemudian Namjoon lalu bertanya, "Jangan bilang kamu belum baca pesanku, hyung"

"Kamu baru mengirimnya, bangsat! Mana mungkin sudah ku baca"

Namjoon kembali menarik nafas dalam. Lawan bicaranya satu ini harus dihadapi dengan kepala dingin.

"Baiklah, biar kuberi tahu. Ada pembunuhan lagi, dan itu terjadi di minimarket tempat hyung turun semalam, di distrik yang sama"

Seketika perkataan Namjoon membuat kaki Yoongi lemas. Jika yang pertama di area tempat Yoongi tinggal, sekarang minimarket yang Yoongi datangi semalam. Dua tempat kejadian, distrik yang sama, dan Yoongi sempat berada di sana. Bohong jika dia tidak takut sekarang, dan seperti perkiraannya maniak itu rupanya masih berkeliaran.

"Hyung? Hyung? Kamu masih di sana? Halo? Yoongi hyung?"

Tut!

Ponselnya dimatikan, tanpa pikir panjang Yoongi masuk ke dalam kamar, mengambil asal mantel hangat yang pertama di jangkau tangan, lalu dia bergegas menuju tempat kejadian.

Nafas Yoongi ditarik panjang-panjang, kakinya bergerak cepat menapaki trotoar. Tubuhnya bereaksi hebat akan rasa cemas juga tak percaya. Sampai akhirnya Yoongi berhenti tepat di seberang minimarket yang kini dipadati petugas kepolisian.

Yoongi masih terengah, mulutnya terbuka untuk mengais pasokan udara sebanyak mungkin.

Ada banyak orang berkumpul di depan sana, juga para petugas yang sibuk memasang garis polisi di sekitar tempat kejadian.

"Hyung, apa yang kamu lakukan di sini?"

Namjoon, pemuda itu di sana juga rupanya. Dia buru-buru menghampiri Yoongi, wajahnya dilingkupi raut kekhawatiran. Yoongi masih mematung bagai hilang pikiran, ia bahkan tidak bereaksi banyak saat tubuhnya ditarik menjauh oleh Namjoon; sebab pemuda itu cemas jika yang lebih tua kembali terseret dalam kasus tak jelas.

"Kenapa hyung kemari?"

Yoongi mencuri-curi pandang ke arah kerumunan sebelum ia bertanya, "Siapa pelakunya?"

Namjoon menggeleng. "Pelakunya meretas sistem, semalam dia berhasil kabur tanpa meninggalkan jejak sedikitpun. Dan jika dugaan kami benar, ini masih orang yang sama"

Yoongi beralih memandang wajah Namjoon yang jauh dari kata baik. Lingkaran hitam di bawah mata, dengan bibir agak pucat. Dia pasti kewalahan bekerja siang dan malam mencari tahu siapa dalang dari pembunuhan bulan lalu yang tak kunjung terpecahkan, lalu sekarang malah ketambahan satu lagi. Yoongi jadi kasihan.

"Jangan lupa istirahat, Namjoon. Cermin saja bakal pecah melihat pantulan dirimu yang sudah mirip mayat hidup"

Lantas Namjoon menampilkan cengiran idiotnya. "Ah, hyung, kamu perhatian sekali"

"Aku hanya memberitahu sebelum kamu berakhir mati konyol, dan lagi jangan homo begitu kalau denganku"

Dan selepas perbincangan singkat mereka, Namjoon meminta Yoongi agar menjaga jarak dari tempat kejadian, tetap berada di seberang jalan jika ia masih ingin di sana untuk memantau lebih lanjut kondisi minimarket. Jadi, Yoongi duduk diam di trotoar; matanya fokus ke depan mengamati keramaian yang tak kunjung sepi selama berjam-jam.

"Hai, kita bertemu lagi"

Yoongi menoleh, matanya membulat sempurna kala mendapati siapa yang ikut duduk disampingnya.

Si kasir yang melayaninya semalam, di minimarket tempat terjadinya pembunuhan.

Yoongi pikir. "Seharusnya kau sudah mati," katanya tergagap masih dalam mode terkejut, "Apa kau belum tenang di alam lain? Siapa yang membunuhmu?"

Dia mengangkat keningnya karena pertanyaan Yoongi. "Aku? Kamu pikir aku sudah mati? Astaga, tuan, aku ini masih hidup"

Kepala Yoongi pening seketika, otaknya di buat bekerja lebih keras sebab kemunculan si kasir. Kalau bukan dia, lalu siapa yang tewas semalam? Mungkinkah—

"Itu temanku," katanya singkat.

Ada kecurigaan dalam sorot mata Yoongi, karena nyatanya pemuda yang tengah duduk di sampingnya nampak tenang-tenang saja walau dia tahu teman setempat kerjanya di bunuh orang tak di kenal semalam. Yoongi mengerti dia tak tahu apapun mengenai orang asing ini, tapi, hey! Bagaimana bisa dia tenang sekali. Itu agak tidak wajar dan tidak manusiawi jika dia punya perasaan.

"Aku Kim Taehyung." tiba-tiba tanpa di duga dia mengulurkan tangan ke arah Yoongi; tersenyum lebar seolah tanpa beban. "Dan namamu?"

Awalnya Yoongi mengamati lamat-lamat uluran tangan seorang yang memperkenalkan dirinya dengan nama lengkap Kim Taehyung. Keraguan membuatnya berpikir sejenak, namun rasa penasaran dengan mudahnya mengalahkan ego untuk kemudian menyambut uluran tangan pemuda di sampingnya.

Perlahan, Yoongi masuk dalam genggaman; erat dan hangat.

"Min Yoongi"

Dengan begitu tanpa Yoongi sadari, dia telah mengundang Taehyung masuk dalam kehidupannya.










[...]

PARADOX WHISPERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang