06

2K 251 49
                                    

"Pak Min!"

Baru saja Yoongi sampai di depan ruang guru ia telah dikejutkan dengan seruan keras seseorang dari arah belakang. Yoongi pun menoleh, menemukan salah satu anak didiknya melambai penuh antusias tak jauh dari sana.

Di luar sedang hujan, tapi senyuman yang ditujukan pada Yoongi secerah langit di musim semi; menenangkan.

Yang memanggil lekas-lekas menghampiri, tak luput mempertahankan senyum lebar kelewat manis. Hati Yoongi menghangat seketika.

"Selamat pagi. Apa semalam tidurmu nyenyak, Pak Min?"

Astaga, wajah Yoongi serasa terbakar sinar matahari.

Sapaan pagi dari siswanya lantas membuat Yoongi merona. Semburat merah tampak kontras sekali dengan kulit putihnya.

"Selamat pagi, Jungkook-ie. Ya, begitulah—"

aku melalui malam ini bertemakan insomnia dadakan.

Yoongi menghembuskan nafas berat. Jadi teringat Seokjin—sudah minum obat belum? Atau sudah duluan diingatkan Namjoon?

Yoongi jadi kepikiran.

"Pak Min, pulang sekolah nanti temani aku ke kedai hobakjuk, ya, ya?"

Anak muda bernama Jungkook itu memelas sambil bergelayut manja.

Mata bulat, hidung bangir, kulit wajah mulus bersih khas anak rumahan, dan bibir tipisnya yang kini mencebik lucu.

Yoongi jadi gemas dibuatnya.

Dalam sekejap Yoongi luluh, tidak mampu menolak permintaan Jungkook walau kadang sikap kekanak-kanakannya sering membuat kepala pusing. Tapi, Yoongi memaklumi, Jungkook ingin dapat banyak perhatian darinya—orang yang telah lama di kenal—sebab Jungkook itu tipe yang kesulitan dalam hal berteman dan berbaur dengan anak seusianya.

Bukan tanpa alasan, Jeon Jungkook sebenarnya merupakan anak berkebutuhan khusus; gifted children atau genius.

Jungkook sendiri punya tingkat kecerdasan di atas rata-rata sehingga hal itu membuat dirinya merasa sangat berbeda dari teman sebayanya. Ia lahir dan tumbuh besar di lingkungan keluarga pembisnis, ayah dan ibunya seorang pengusaha yang selalu disibukan berbagai macam proyek perusahaan, baik di dalam maupun luar negeri.

Sewaktu kecil orang tua Jungkook telah menyadari adanya potensi akan kecerdasan anak mereka, sehingga Jungkook begitu dilindungi tanpa sedikitpun hilang dari pengawasan. Ia ditanami etika dan kedisiplinan yang mutlak, menghabiskan masa kanak-kanaknya bertemankan buku pelajaran serta dibesarkan oleh para pengasuh berpengalaman.

Jungkook di tuntut menjadi sosok sempurna yang nantinya akan meneruskan perjalanan perusahaan, dan selama itu pula Jungkook hidup mengikuti alur main orangtuanya; menjadi anak baik yang penurut. Dan Yoongi khawatir Jungkook tak dapat menikmati masa mudanya yang berharga.

"Tapi kamu sudah dapat ijin dari ibumu belum?" tanya Yoongi.

"Sudah, kalau pergi bersama Pak Min mama pasti setuju. Aku juga sudah bilang perginya cuma mau berdua saja, tidak boleh ada yang ikut karena nanti Pak Min bisa risih"

Sontak Yoongi melebarkan matanya. "Kamu bilang begitu? Ya ampun, Jungkook, kita cuma mau makan hobakjuk, bukannya kencan. Kamu ini ada-ada saja."

Tawa renyah Jungkook memenuhi pendengaran Yoongi.

"Kalau begitu sekalian pergi kencan, bagaimana? Mau?"

Siaran tv macam apa yang sering Jungkook tonton di rumah akhir-akhir ini? Gombalannya minta di gampar pakai permen kapas.

"Enak saja, tidak mau. Kalau mau kencan cari gadis seusiamu sana, yang cantik dan baik, jangan doyan sama bapak-bapak. Tidak baik"

PARADOX WHISPERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang