Chapter Thirty-Two

Start from the beginning
                                    

"Apa kau sengaja ingin berduaan dengan nya didalam sana?"

"Apa? Tidak. Bukan seperti itu.. argh! Baiklah, kau ikut." Aku mendengus kesal sama ucapan nya barusan. Ia akhirnya tersenyum miring lalu mengikutiku masuk ke ruangan Noel.

Aku mengetuk pintunya lalu Noel mempersilahkan aku masuk. Ia cukup terkejut saat aku dan Nathan masuk menghampirinya, "Ada apa, Anna?"

"Um, aku mau berhenti bekerja. Karena aku harus menjaga adikku yang sekarang tinggal bersamaku."

"Aku sudah tau." Ucap Noel pelan, "Apa?" Aku menatapnya sejenak, "Yeah, Nina sudah memberitahukan ku kemarin."

"Jadi.. Kau izinkan?"

"Yeah, itu sudah keputusanmu." Ucapnya tanpa melirikku. Sikap Noel seketika berubah menjadi dingin dari biasanya. Ia tak pernah seperti ini padaku, ia selalu bercanda dan hangat jika kami berbincang. Apa karena ada Nathan disini?

"Um, baiklah, Noel. Terimakasih atas kebaikan mu mau menerima aku bekerja disini." Noel melihatku, "Yeah, it's ok." Suasana disini semakin canggung dan akhirnya aku memutuskan untuk pamit pergi. Berlama-lamaan di satu ruangan bersama Nathan dan Noel hanya akan membuatku membeku ditempat. Mereka saling pandangan mengintimidasi satu sama lain.

Saat didalam mobil, Nathan hanya diam tak bersuara. Apa dia marah padaku? Tapi aku tidak ada berbuat salah padanya. Aku meliriknya yang tengah fokus menyetir, "Hei, apa kau marah denganku?" Dia melirik ku, "Tidak. Untuk apa aku marah denganmu?"

"Entahlah, sikapmu aneh sejak tadi."

"No, baby. I'm ok." Dia mengelus tanganku yang ada di pahaku. Aku mencoba untuk mengiyakan ucapannya.

"Kita akan kemana?" Tanyanya. Aku sudah lama tidak berbincang dengan Loren. Apa Nathan mau jika aku mengajaknya kerumah Ibunya?

"Bagaimana kalau kita kerumah Ibumu." Seketika rahang nya mengeras, "Untuk apa kesana?"

"Mengunjunginya? Dia Ibumu. Sekedar mengunjunginya tidak ada salahnya, bukan?"

"Kau tau jelas aku tak ingin bertemu dengannya, Anna." Ia melepaskan genggaman nya dari tanganku. Mungkin pergi kerumah Loren bukanlah jalan yang baik.

"Um, baiklah. Kau bisa mengantar ku pulang saja." Dia melirikku, "Apa kau marah?"

"Tidak. Aku tidak marah." Jawabku sembari menatapnya, "Apa kau marah denganku?"

"Hanya kesal." Jawabnya.

Ketika kami tiba di apartemen, aku melihat Larry sedang tertidur pulas di kamarku.

"Aku harus pergi."

"Kemana?"

"Ke frat. Ada urusan sedikit." Jawabnya tanpa melihatku. Aku yakin dia tengah emosi dan mencoba untuk menghindari ku. Akhirnya aku mengangguk bersamaan dengan dia yang berbalik lalu keluar.

Mungkin aku harus terbiasa dengan emosi Nathan yang suka naik turun secara tiba-tiba.

Nathan's POV

Aku tak langsung ke frat, aku singgah ke toko bunga untuk membeli lily putih kesukaan Irene. Aku mendatangi rumah terakhir seseorang yang pernah aku cintai di hidupku. Dengan lemas, aku berjalan menuju makam Irene yang diatasnya ada beberapa bunga segar. Aku rasa, keluarga nya baru saja mendatangi makam ini mengingat ini adalah tanggal kematian Irene.

"Hei, sayang.." Aku berjongkok di sebelah nya sembari mengelus nisan bernama kan Irene Holland.

"Aku sudah bangkit dari masa kelamku, sayang. Aku kembali merasakan cinta seperti terakhir aku rasakan padamu. Dia adalah Anna. Dia wanita yang berhasil membuatku keluar dari trauma ku. Trauma karena kehilangan dirimu, sayangku." Aku meletakkan bunga lily yang telah aku beli keatas makam kekasihku.

"Sedang apa kau disini?" Aku menoleh pada suara yang terdengar tidak asing di telingaku.

"Kau? Untuk apa kau kemari?!" Aku heran kenapa dia bisa disini. Aku seketika berdiri dan menatapnya membawa sebungkus lily yang sama denganku.

"Dia adalah adikku." Ucapnya tegas.

To Be Continued.

__________________

Jangan lupa vote ya :)

The JERK From SEATTLEWhere stories live. Discover now