Chapter Twenty-Five

Mulai dari awal
                                    

"Amazing, Nathan. This is amazing."

Aku tersenyum mendengar dirinya menyukai apa yang aku lakukan padanya. Aku mengeluarkan jariku darinya dan kembali mencium bibirnya yang manis. Tanganku mengambil pengaman dari dalam nakas dan memasangnya pada milikku. Saat aku menciumnya, aku perlahan memasukkan milikku pada miliknya. Ia sedikit berteriak namun aku segera mencium nya kembali agar menahan teriakan nya.

"If you feel pain, then tell me ok?" Ia mengangguk. Tangannya terus menarik rambutku dan yang satunya meremas selimut di sebelahnya.

Aku melakukannya dengan perlahan. Aku tau ini adalah pertama kali untuknya dan ia masih perawan, aku tak ingin melukainya.

Saat kami hampir tiba, aku dan Anna saling meneriaki nama satu sama lain. Aku mengeluarkan milikku dan melepas pengamannya. Aku berbaring di sebelah Anna sembari memberikan ciuman terimakasih untuknya.

"Apa kau menyukainya?" Dia mengangguk. Dapat ku lihat, pipi nya menjadi memerah karena malu.

"Apa kau sedang malu, huh?" Godaku.

"Nathan, shut up." Ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

"Haha, it's ok baby. Thank you."

"Thank you for what?" Ia menatapku sejenak, "Karena kau telah mengizinkannya."

"Oh."

"Maaf kemarin aku membuatmu takut dan memaksamu untuk melakukannya. Jujur, aku tak tau apa yang aku lakukan saat itu."

"Tak apa. Aku sudah memaafkanmu."

"Apa kau tidak takut lagi padaku?" Dia menggeleng, "Good." Aku menarik dirinya untuk mendekat padaku. Ia membaringkan kepalanya di dadaku dan aku memeluk tubuhnya hingga kami tertidur hingga sore menjelang.

Anna's POV

Saat aku terbangun, Nathan sudah tidak ada di sebelahku. Entah kemana ia pergi. Saat aku memakai kembali semua pakaianku, aku mencari keberadaan Nathan. Aku melihatnya tengah berdiri di tepi kaca balkon dan sedang berbicara pada seseorang di telfon.

"Hei." Ucapnya saat selesai bertelfonan. Aku tersenyum, "Hei."

"Apa kau lapar?" Aku menggeleng. Seketika aku mengingat ada sesuatu yang mengganjal diriku. Ketika aku berusaha mengingat, aku segera berlari keluar dan dapat ku dengar Nathan meneriaki namaku.

Aku kembali ke lantai bawah untuk mengecek keberadaan Floyd. Sialan. Aku meminta nya untuk menunggu disini, aku harap dia tak menungguku lama dan memutuskan untuk pergi. Ternyata benar, ia tak ada lagi disini. Aku kembali keatas dan mendapatkan Nathan yang terlihat penasaran ada apa denganku.

"Um, aku tadi kesini bersama Floyd. Lalu aku memintanya untuk tunggu dibawah, karena kita tadi.. um, you know. Aku tidak ingat kalau Floyd masih menungguku disana."

"Jadi, apa tadi dia masih dibawah?"

"Tidak. Dia sudah pergi, kuharap."

"Kita akan mengambil kopermu di rumahnya besok." Aku mengangguk pelan sembari mengikutinya berjalan ke dapur. Aku mengambil segelas air putih karena aku begitu merasa sangat haus.

***

Malam ini tak begitu ramai. Hanya beberapa orang yang sering datang kesini saja yang terlihat olehku.

"Hai, Anna."

"Hai, Chris. Mau minum?"

"Boleh, buatkan aku vodka terlezat." Ucapnya pada Theo. Ia duduk di depanku. Chris memiliki tubuh yang kekar, tentu saja. Ia adalah pengawal di bar ini, tentu ia memiliki tubuh yang besar agar bisa menjaga tempat ini jika ada kerusuhan atau semacamnya.

"Chris, apa Floyd ada datang kesini?"

"Tidak. Seharian aku tak melihatnya. Ada apa?"

"Tidak ada, hanya bertanya." Aneh. Biasanya ia malam akan kesini untuk meluangkan waktu. Aku mengambil ponselku dan mencoba menelfon nya untuk memastikan dia tidak marah padaku karena soal ia yang harus menungguku.

Panggilan yang ketiga kali tak ia angkat. Kemana sebenarnya laki-laki itu. Sialan.

"Kau menelfon nya, huh?"

"Ya, hanya penasaran kenapa dia tidak datang kesini malam ini."

Saat aku mencoba untuk ke lima kalinya akhirnya ia menjawab panggilanku, "Astaga, Floyd. Kenapa kau sangat lama menjawab telfonku?"

"Maaf, Anna. Aku tadi sangat panik karena Sheila tiba-tiba panas tinggi dan aku harus membawanya kerumah sakit."

"Apa katamu? Jadi dimana kalian sekarang?"

"Aku akan mengirim alamat rumah sakit nya padamu. Apa kau akan kesini? Kurasa ia merindukanmu."

"Um, tapi aku sedang bekerja."

"Kau boleh pulang lebih cepat jika kau mau."

"Baiklah. Aku akan segera kesana."

"Ok, hati-hati dijalan, Anna." Setelah aku menjawabnya aku segera pamit pada Theo dan Chris untuk segera pergi kerumah sakit. Sheila anak yang ceria, aku tak bisa bayangi bagaimana dia saat sakit. Apakah ia akan seceria seperti biasanya atau tidak.

To Be Continued.

_________________

Vote vote vote! Thank you :)

The JERK From SEATTLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang