Jadi, ia berusaha 'tuk menenangkan; bertindak dengan benar sebelum benang permasalahan tersebut semakin kusut tak keruan. "Jin, ini sudah larut malam ... Kau dan Yoongi ikut denganku ya?" Pintanya.

Terlihat gelengan samar dari kepala Seokjin, dengan suara parau ia berkata, "Tidak, Nyonya Song ... Terima kasih, tapi ibu sudah menunggu di rumah." Seraya melepas pelan genggaman hangat Nyonya Song dari punggung tangan.

"Iya 'kan, Yoon?" Ia berbalik, melihat presensi Yoongi di belakang.

Menarik napas perlahan, Yoongi yang sedari tadi diam lekas membuka mulut. "A-aku, ikut. Nyonya Song." Sedikit bergumam, detik selanjutnya Yoongi mengangkat pandangan yakin.

"Aku ingin ikut ke rumahmu."

Seokjin lantas mengerutkan dahi, lengkap dengan gelengan tegas, mengisyaratkan jika Yoongi tak seharusnya berkata demikian.

Akan tetapi, siapa yang menginginkan pulang jika tempat itu kini sudah tidak nyaman? Siapa yang hendak pulang dengan kondisi rumah tak keruan seperti itu? Ditambah, teriakan Min Hyeji pada mereka untuk pergi masih menggaung keras di dalam kepala.

Karena masalah kecil, yang sangat sederhana, Min Hyeji dibuat runyam.

Hanya masalah kecil.

Min Hyeji dengan mudah melayangkan tangan pada Seokjin juga dirinya.

Hanya masalah kecil.

Sang ibu membentak, memarahi hingga tega mengusir Yoongi dari rumah.

"Yoongi, tak bisa. Kita harus pulang, ibu sudah—"

"Hentikan. Kumohon." Dengan getir tertahan, Yoongi memohon pada Seokjin untuk tak usah berbicara. "Aku tak ingin kembali ke sana, hyung. Aku tak ingin bertemu ibu untuk saat ini ...." Lanjut Yoongi, ada tekanan dalam setiap kata yang terucap, serasa tenggorokannya terjejali sesuatu; menahan amarah pun rasa kecewa tertahan. Sedang Seokjin hanya terdiam, ia cukup mengerti. Yoongi perlu waktu untuk melupakan sejenak kejadian di malam panjang ini.

Adalah aneh bila Seokjin tak merasakan hal yang sama; rasa perih menjalar tak hanya di sekujur tubuh, tetapi juga dari lubuk hatinya.





_________

Satu kenop pintu ditekan setelah Nyonya Song memutar kunci, ia segera mendorong pintu lebar-lebar agar Seokjin dan Yoongi bisa leluasa masuk ke sana.

"Silakan, rumahku tidak besar, tapi kuharap kalian nyaman." Jelasnya. Sementara mereka berdua menelisik pandangan ke seluruh penjuru ruangan.

Tak buruk, ada satu set dapur dengan konter berbentuk L, lengkap dengan satu set meja makan, ruang televisi, dua kamar tidur, dua kamar mandi, juga ruang tamu yang hangat dan nyaman.

'Ini sih, besar namanya.'

Semua terlihat rapi, teratur, serta betah untuk dipandang berjam-jam. Polesan cat berwarna biru terang tanpa sadar membuat hati mereka teduh.

"Jin, Yoongi, ayo sini, duduklah." Ajak Nyonya Song dengan senyum mengembang pun sebuah kotak dalam genggaman.

Awalnya, mereka agak enggan untuk menghampiri—merasa tak enak merepotkan Nyonya Song. Namun, karena senyum dan tatapan hangat Nyonya Song, akhirnya dua pasang tungkai itu pun menyambangi wanita yang telah terduduk di sofa.

"Dasar, anjing liar ... Bisa-bisanya membuat kalian begini ...." dengan tatapan kesal Nyonya Song mengobati secara sudut bibir Seokjin dengan antiseptik, sementara sang empu sedikit meringis tertahan, "Jin, lain kali hati-hati ya! Kau ini ... Selalu saja ceroboh ...." kekehan terdengar setelahnya, Nyonya Song sangat telaten dalam mengobati setiap luka memar pun lecet yang ada di wajah Seokjin—pelipis, rahang, dahi, hingga bibir.

BERILIUMNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ