Pikiran Rumit Seokjin.

Start from the beginning
                                    

"Kau ibu-ibu tua cerewet dengan wajahmu yang selalu tertunduk itu! Ditambah kau selalu merenung di balkon rumah seperti seorang ibu rumah tangga tengah memikirkan uang pengeluaran belanja bulanan dan bagaimana caranya untuk menghemat, kau tak pernah sadar ya?!"Gerutu Yoongi, bibir mengerucut samar serta ia akhiri kekehan mengejek, senyum gusi pemuda itu kembali tampak—meski agak menyebalkan di mata Seokjin.

Paras Seokjin memerah, napasnya menderu, dengan cepat ia menyimpan piring juga menatap Yoongi dengan alis menekuk. "Hei! Aku bukan ibu-ibu tua cerewet!"

"Iya, kau ibu-ibu!"

"Bukan!"

"Iya!"

"Sama sekali—"

Hendak melanjutkan perdebatan yang entah apa manfaatnya, Seokjin terhenti oleh suara ketukan di pintu, mereka kemudian melirik secara bersamaan; Yoongi sedikit terkejut, sementara Seokjin berusaha tenang. "Siapa?"

Tak ada jawaban.

Sejurus langkah kemudian Seokjin lakukan, menghampiri seseorang di ambang pintu yang kiranya tengah menunggu. "Yoon, tunggu di sini." Titah Seokjin, menatap sepersekon sang adik di belakang dengan yakin. Lalu dibalas setengah berbisik, Yoongi hendak menjegal Seokjin, "Kau gila? Jangan buka pintu itu, hyung!" Namun disanggah dengan sebuah gelengan, mengatakan jikalau hal ini takkan menyakiti mereka berdua.

Jadi, mengumpat tertahan, Yoongi tak hanya bisa diam. Ia mengekori Seokjin yang terlihat menggenggam sebuah wajan penggorengan; bersiap jika suatu hal yang buruk akan terjadi.

"Hyung..."

"Apa?"

"Kau takut? Mengapa kau bawa wajan datar itu?"

Sedikit tertohok dengan pemaparan Yoongi, Seokjin tak kalah membalas, "Untuk berjaga-jaga! Kau tak tahu apa yang akan terjadi 'kan?"

"Tapi, itu 'kan hanya—"

"Shhh! Diam! Jangan dilanjutkan, atau tak ada sarapan besok!" Gertak Seokjin sukses membuat Yoongi terdiam dengan wajah sebal.

'Dia ... Benar-benar, padahal 'kan ini siang hari. Mana ada perampok yang berniat membobol rumah? Terserahlah, dasar. Kekanak-kanakan.' Gerutu Yoongi dalam hati.

Oke. Setelah sesi debat selesai, Seokjin sampai pada tujuan; pintu depan, sendirian karena Yoongi mengurungkan niat (terlebih ia tahu siapa di sana). Dengan meneguk saliva cepat, Seokjin memegang kenop pintu tertahan, hatinya segan ingin melihat siapa sosok yang berada disebalik pintu ini.

"Permisi ...."

'Ah, suara itu!'

Lantas Seokjin menaruh wajan penggorengan tersebut di lantai, kemudian tanpa ragu membuka pintu karena ia tahu betul siapa sang pemilik suara yang terdengar.

"Halo, Kim Taehyung!" Sapa Seokjin sumringah sepersekon kemudian. "Ada apa? Tumben siang-siang begini kau kemari, ayo masuk!"

Taehyung datang.

Tubuh tegap itu berdiam di depan pintu keluarga Min pada siang hari nan terik dengan beberapa kantung plastik terbelit di kedua sisi pergelangan tangan pun garis keringat terlihat jelas, tujuannya hanyalah satu; hendak melihat kondisi sahabatnya yang tak bersekolah, juga menyampaikan pesan.

Setelah beberapa helaan keluar dari mulut, pemuda dengan rahang tegas itu mengeluh, "Kau ini, lama sekali. Aku mengetuk pintu ini jutaan kali." Seraya menyeka keringat. Memang, Taehyung pantas mengatakan hal itu karena ia telah menanti lama—menurutnya, padahal hanya satu menit. Dan selama itu, Taehyung hanya bisa mematung seraya menelisik ukiran pintu, berpikir biasa saja; karena Taehyung tak tahu lagi apa yang harus ia pandang selain pintu besar di hadapan.

BERILIUMWhere stories live. Discover now