⍣ - 02

489 86 15
                                    

❝ Sekali manusia menemukan sesuatu yang tak ternilai maka si serakah akan mulai bangkit untuk menggerogoti hidupnya secara perlahan.❞

*****

Bodoh.

Gadis itu memahami dengan benar makna satu kata yang ada di otaknya kala itu. Ia mengangkat tangannya, membelai wajah pucat pemuda yang beberapa saat tadi tergeletak di hadapannya. Seharusnya saat ini dia sudah menelepon polisi. Meminta mereka datang dan mengambil tubuh pemuda itu. Namun hatinya mencegah. Jangan! Kamu bisa membahayakannya.

Dia tertawa cekikikan. Dia gila. Kini ia tengah membayangkan dirinya berfoto mengenakan seragam berwarna Orange dengan nomor punggung di belakangnya sebagai pengganti nama dan label kaki tangan pembunuh.

Kacau. Hidupnya berantakan dalam satu malam. Perang batin yang tengah ia rasakan begitu membuatnya bimbang.

"Aku pasti mati," ucapnya seraya menjauhkan diri dari Hwall kemudian memejamkan mata. Dia mengusap kasar wajahnya setelah beberapa kali menjambak pelan rambut hitamnya.

Kemudian dia kembali membuka matanya lagi untuk menatap wajah idolanya, tampan.

"Dasar idiot jangan pikirkan tentang wajahnya!" dia mengumpat pada dirinya sendiri. Jelas-jelas pemuda itu pembunuh namun dia malah merawatnya dan membelikan obat untuk wajahnya.

Dia bangkit. Menekan ponselnya dan berniat menelepon. Lagi-lagi hatinya menolak.

"Sial. Sudah ku duga aku terlalu sayang padanya. Tidak-tidak. Dia salah. Aku harus menghubungi polisi," putusnya berusaha meyakinkan diri sendiri.

Lima kali dia mengatakan akan menelepon dan tak satupun yang benar-benar dia sambungkan. Tubuhnya lemas. Dia terduduk di lantai dengan gemetar bingung. Wajahnya kusut.

"Apa yang harus aku lakukan?" tanyanya pada diri sendiri. Dia menghela napas dalam-dalam.

"Bantu aku."

Heejin menoleh ke arah pemuda itu. Kelopak matanya perlahan terbuka. Mata tajamnya menatap gadis itu lemah. Hati Heejin tercabik menyaksikan bola mata yang biasanya membuat ia berteriak histeris sekarang terlihat begitu menyedihkan.

"A-apa?"

Gadis itu kontan menjauhkan dirinya begitu Hwall bangun dan menjulurkan kakinya keluar dari selimut. Berjalan mendekat ke arahnya.

"Bantu aku menangkap orang yang menuduhku." Hwall menerangkan dengan suara lebih dalam.

Kening Heejin berkerut bingung. Dia menatap pemuda itu was-was. Khawatir apa yang akan terjadi berikutnya.

"Aku di tuduh. Mereka memalsukan sidik jariku."

"Mengapa aku harus percaya dengan perkataanmu?" desis gadis itu dengan nada seakan tak percaya. Benar. Dia mencoba untuk menenangkan diri agar tidak berucap gegabah nantinya.

Dia akan melaporkan nanti, setelah dia berhasil meyakinkan hatinya jika pemuda itu memang seharusnya di penjara. Ia takut jika suatu hari nanti hatinya mati rasa karena cintanya pada Idol ini.

"Karena kamu sudah terlibat denganku sejak dua jam yang lalu nona."

*****

[ O1 ] Secret Idol - HWALL ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang