"Siapa pria itu Clara, siapa pria yang melakukan hal itu kepada sahabatku?" Dia melepaskan pelukannya dan menatapnya dengan tatapan khawatir.

Clara menggelengkan kepalanya dan berkata. "Aku, aku tidak tau siapa dia Nin, aku tidak mengenalinya."

Bi Minah tiba-tiba terduduk dan mengatakan, "Ini salah bibi, seharusnya bibi tidak mengizinkan mu pergi malam itu. Bibi sudah merasakan firasat buruk tetapi bibi masih membiarkanmu untuk pergi, bibi yang bersalah Ra." Bi Minah menyalakan dirinya sendiri.

"Tidak bi minah." Nina membantah perkataan Minah, wajahnya tertunduk dan ikut menyalahkan diri. "Ini harusnya kesalahanku, jika saja aku tidak menyuruhmu untuk pergi, mungkin saja semuanya tidak akan terjadi."

Mendengar mereka mengatakan itu Clara menggeleng, dia menghampiri mereka dan menyangkalnya dengan cepat. "Tidak! ini bukan kesalahan kalian, ini memang sudah takdir dari tuhan. Kalian adalah keluargaku, bagaimana bisa aku menyalahkan kalian berdua." Ini bukan salah siapapun, ini memang sudah jalannya.

Mereka bertiga berpelukan dengan erat, setidaknya masih ada orang yang mendukung Clara dikala dia merasa sedih. Clara harus tegar menghadapinya, cobaan yang besar pasti ada makna dibaliknya.

Tiba-tiba pintu diketuk dari luar, seorang pelayan menghampiri mereka dan menyampaikan tujuan kedatangannya. "Permisi bi Minah, tuan mudah sudah sampai di rumah besar dan nyonya menyuruh untuk kalian datang menyambutnya."

Bi Minah menghapus air matanya dan berkata. "Baik, kau boleh keluar. Nina, kamu temani Clara dulu, biarkan bibi yang menyambut tuan muda."

Mau bagaimana lagi, bi Minah adalah kepala pelayan dan dia tidak bisa melalaikan tugasnya, setelah mengelus rambut Clara sejenak, bi Minah segera keluar dari kamar menuju ruang tamu.

Nina menuntun Clara menuju kamar mandi, dia membantu Clara melepaskan pakaiannya dan bertanya. "Clara, apakah kamu membutuhkan bantuan ku?"

Dan dijawab gelengan oleh Clara.

"Baiklah, aku akan menyiapkan bubur dan obatnya, kamu bersihkan diri saja dengan tenang."

"Terimakasih Nin," ucap lirih Clara.

"Tidak apa, kita adalah keluarga ingat, aku akan pergi kalau begitu."

Clara membasahi seluruh tubuhnya, dia ingin menghilangkan semua jejak yang diberikan oleh pria itu. Merasakan air itu mengalir dari atas sampai ujung kakinya, Clara merasa lebih tenang.

*****

Setelah menerapkan obat dan memakan bubur yang diberi oleh Nina, Clara merasa lebih baik, ya walaupun masih ada rasa nyeri di suatu tempat tapi itu tidak menghalanginya untuk bergerak.

Melihat dia sudah selesai, Nina langsung berdiri dan bertanya. "Ra, apa kamu benar-benar ingin ikut menyambut tuan muda? Apa tubuhmu baik-baik saja?"

"Tentu saja." Clara berkata sambil menganggukkan kepala. Ini adalah permintaan dari nyonya besar, dia tidak ingin mereka menunggu. Percuma saja jika nyonya besar memberi dia gaji yang begitu besar jika dia tidak menjalankan tugasnya.

"Tapi, apakah kamu baik-baik saja?" Raut wajah Nina terlihat masih sangat khawatir. Beruntung sekali dia bertemu sahabat yang sebaik Nina.

"Aku baik-baik saja Nina, tenang saja okee."

Melihat sikap keras kepalanya, Nina hanya bisa mengikuti dari belakang. Ketika mereka ingin keluar dari dapur dengan membawa beberapa minum dan cemilan, terdengar gelak tawa dari arah ruang tamu. Samar-samar mereka juga mendengar percakapan dari arah sana.

"Valdo, kamu semakin dewasa sayang." Itu terdengar suara dari nyonya besar.

"Kak Valdo, mana kado yang kakak janjikan, Chantika sudah menunggunya lama tau." Yang itu pasti Chantika, adiknya.

"Ya"

"Valdo, bagaimana bisnis papa di Amric?" Tentu saja itu suara tuan besar.

"Baik."

Suara yang terdengar tidak asing ditelinga Clara. Jantung Clara mulai berdetak lebih cepat. Tidak mungkin, itu tidak mungkin suara pria yang telah menodainya kan.

"Ya Tuhan, Valdo, kami berbicara panjang lebar denganmu tetapi kamu hanya menjawab kami 'ya' 'baik' itu saja?" Dan yang itu suara Fitri, anak pertama dari nyonya besar.

"Lalu aku harus mengatakan apa lagi kak?"

Nina dan Clara membawa nampan itu kemeja, mereka membawanya dengan sangat berhati-hati. Namun saat Clara ingin pergi, kedua matanya menangkap sosok pria yang membuat hidupnya hancur. Tanpa sadar dia membeku. Apa yang dia khawatirkan ternyata memanglah benar.

Jantung Clara seolah ingin berhenti saat mata mereka bertemu. Mata biru itu menatap Clara dengan tatapan yang mengingatkannya akan malam gelap yang dia hadapi.

Clara berlari meninggalkan ruang tamu dengan air mata yang mulai membasahi pipinya. Dia duduk di samping ranjang, memeluk kakinya dengan erat dan membenamkan kepalanya sedalam mungkin.

Nina yang melihat keanehan sahabatnya pergi mengikuti. "Clara kamu kenapa?" Wajahnya yang penuh khawatir membuat Clara semakin ingin menangis.

"Dia, pria itu.... Pria itu yang telah membuat hidupku hancur Nin..."

Seketika Nina di buat terkejut oleh perkataan Clara, dia tidak percaya lelaki yang membuat sahabatnya itu hancur ternyata tuan muda, anak dari majikan mereka. Sungguh dunia ini memang sempit.

"Dasar pria brengsek, berani-beraninya dia membuat sahabatku hancur. Tenang saja Ra, aku akan membuat dia di jebloskan kedalam penjara."

Nina dengan penuh amarah ingin beranjak tetapi terhenti karena cengkraman Clara. Nina tidak mengerti apa yang coba Clara lakukan.

"Tidak perlu Nin, aku tau kalau dia melakukan itu karena tidak sadarkan diri. Semua ini sudah terjadi, dan aku tidak ingin mempermalukan keluarga nyonya. satu hal yang ku tahu adalah mereka orang kaya, dengan aku mengatakan kebenarannya apakah dia akan mengembalikan kesucian ku? Mungkin dia akan mencemooh diriku dan memberi uang tutup mulut. Aku tidak ingin semua itu Nin."

Dia juga tidak ingin ada keributan di rumah tuan besar, bagaimanapun juga selama setengah tahun lebih mereka sangatlah baik padanya.

"Tidak bisa Ra! kalau dia tidak ingin bertanggung jawab aku akan membuat perhitungan kepadanya." Nina mencoba untuk kembali berjalan tetapi kembali dihentikan.

"Tidak perlu Nin, aku sudah memutuskan untuk pergi dari sini." Ucap Clara.

Nina terkejut dan menatap Clara dengan tidak percaya. "Kamu ingin pergi dari sini?"

Clara mengangguk, "emm, aku akan pergi untuk memulai kehidupan baruku. Berada ditempat ini membuatku sesak napas Nin dan kamu tenang saja, aku memiliki tabungan yang cukup untuk menyewa sebuah kontrakan dan menghidupiku di sana." Mencoba untuk tegar dengan senyuman.

Clara sudah memutuskan ini dengan sungguh-sungguh, rasa malu untuk bertemu dengan orang lain dan hancurnya hidup ini membuatnya ingin segera pergi dari kota secepatnya. Meninggalkan kenangan buruk juga pandangan orang lain tentang seorang Clara.

"Kamu akan tinggal di mana?" Nina masih tidak tega bila sahabatnya akan pergi jauh dengan keadaan seperti ini.

"Aku mungkin akan tinggal di Bali, aku hanya ingin menyendiri dan akan mencari pekerjaan di sana"

Nina menggenggam kedua tangan Clara dengan erat dan berkata. "Jika itu keputusanmu, aku akan selalu mendukungmu Ra." Nina mencoba untuk menerima keputusan dari sahabatnya. Dia tau betapa hancur perasaan Clara.

"Terima kasih Nin, kamu yang paling mengerti diriku. Tetapi aku menginginkan satu permohonan untukmu, yaitu jangan pernah katakan kepada siapa pun tentang keberadaan ku, entah itu pada bi Minah atau orang lain." Clara menatap Nina dengan tatapan memohon.

"Baiklah..."

Terkadang hidup tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan. Tetapi apapun bentuk kehidupan itu, kita sebagai penghuninya harus bersyukur dan memanfaatkannya dengan baik.




🌺🌺🌺

Lanjutt........

Little Baby (Tamat)Where stories live. Discover now