Home Sweet Home.

6.5K 500 94
                                    

Sudah sedari tadi Kim Seokjin memandang sendu langit malam yang berhamburan bintang-bintang. Menatap kosong, dengan surai yang menari-nari karena angin malam menerpa tubuhnya.

Entah apa yang tengah dipikirkan, Seokjin rasa, ia selalu suka langit malam. Berjam-jam berdiri dengan tubuh yang disandarkan pada balkon rumah.

Sesekali ia menghela napas, dan memejamkan mata, merasakan embusan angin malam yang begitu menusuk kulit namun terasa sebagai penghibur diri. Membuang segala persoalan pelik, yang tengah dialami oleh lelaki kelas tiga sekolah menengah atas itu.

"Hyung ...."

Sebuah sapaan membuat lamunan Seokjin buyar. Ia kini menoleh.

"Ayo masuk. Ini sudah malam. Kau bisa masuk angin."

Singkat.

Tak berintonasi.

Namun cukup membuat Seokjin mengerti.

Ia kini mengangguk, kemudian mengekorinya di belakang. Menutup pintu dan bersiap 'tuk acara makan malam keluarga.




____________

"Yoon ... Bagaimana masakanku? Enak?" Ia membuka obrolan, lantas melontarkan senyum.

"Ya ... Lumayan." Ia menggerakkan sendok di atas piring dengan tak berselera.

Sontak, perlakuan Yoongi itu kini membuat Seokjin mengernyit, berhenti mengunyah dan ingin tahu-menahu perihal Yoongi yang tak berselera menyentuh makanannya sedikitpun.

"Ada apa, hm? Di kelasmu ada masalah?" Tanya Seokjin lembut.

Hanya tolakan pelan ditunjukkan Yoongi, ia merasa kerasan bila menceritakan seluruh masalahnya pada sang kakak.

Seokjin hanya mendengus pelan, ia tahu, Yoongi ini introvert. Sebuah keajaiban bila Yoongi langsung berbicara selaras dengan apa yang tengah ia rasakan.

Semua anggota keluarga ini pun tahu akan tabiat Yoongi.

Sekalipun sang ibu, Min Hyeji.

Yang kini datang dengan pakaian lusuh dan berbau alkohol, membuka pintu dengan cukup keras, dan alhasil kedua pemuda menolehkan kepala seketika ke arah sumber suara.

"Ya ampun, i-ibu ...." Tubuh Seokjin terangkat dari kursi tatkala mendengarnya menangis tak keruan, menemui wanita berumur hampir kepala empat itu.

"I-ibu dari mana? Mengapa baru pulang? Kami khawatir bu ...." Ucap Seokjin seraya merangkul sang ibu yang terlihat kewalahan dengan efek alkohol yang telah ia teguk.

Alih-alih menerima uluran tangan Seokjin, Min Hyeji malah menepis lengan itu kasar, mencerca Seokjin dengan sejumlah kata-kata pedas yang tak sepantasnya diucapkan oleh seorang ibu.

"Diam kau! Semua ini karenamu, anak pungut tak berguna! Kesayanganku telah pergi ... Enyah kau dari kehidupan kami!"

Suara itu menggelegar ke seluruh penjuru ruangan. Seokjin hanya terdiam karena ia tahu akan tabiat sang ibu, sudah beratus kali ia mendengar kata yang sangat melukai batinnya.

Namun, Seokjin tak peduli. Baginya, Min Hyeji hanya butuh tempat sandaran setelah sang ayah pergi. Min Hyeji hanya butuh rangkulan, ia hanya butuh penyemangat hidup 'tuk memupuk kembali kebahagiaan yang telah lama pergi dari keluarga Min.

"I-ibu ... Kumohon, kita masuk dulu ya? Udaranya cukup dingin, kau bisa sakit ...." Masih dengan intonasi lembut, Seokjin membujuk Min Hyeji 'tuk mengindahkan permohonannya.

Hingga keheningan tersebut memecah tatkala Min Hyeji menepis keras rahang Seokjin, yang kini terlihat memerah.

"Aku tahu bagaimana hidupku, Kim Seokjin. Dan berhentilah bersikap peduli padaku seolah-olah kau ini anakku, aku bukan ibumu. Kau mengerti?"

Min Hyeji menatap tajam Seokjin yang saat ini tengah tertunduk. Merasakan perih dan sakit yang menjalar di kedua tempat berbeda—pipi dan hatinya.

"Jawab pertanyaanku. Kim Seokjin."

Oh ....

Min Hyeji menunggu jawaban.

Seokjin memejamkan mata 'tuk sesaat kemudian mengangkat kepala, melihat raut sang ibu yang terlihat berang padanya.

"Baik ... Nyonya. Jin mengerti."

Seokjin tersenyum getir.

Apa yang bisa dilakukan Min Yoongi?

Ah ....

Anak berumur enam belas tahun itu menutup telinga, seolah-olah ia tuli. Menutup mulut, seolah-olah ia bisu. Dan menutup hati seolah-olah ia tak peduli dengan kejadian yang terjadi di rumah ini.

Ia sudah muak dengan Min Hyeji.

Ia sudah muak dengan tabiat yang dilakukannya.

Ia sudah muak melihat bagaimana Seokjin yang keras kepala untuk mengurus ibunya.

Karena, keluarga Min telah hancur.

Rumah ini ....

Tempat ia dibesarkan,

tempat ia bernaung dari kerasnya dunia.

Kini berubah ....

Layaknya neraka.

🎈

"Yoon? Belum tidur?"

Seokjin menyambangi Yoongi di kamarnya kala suasana dirasa sudah aman.

"Tidak. Tugasku banyak dan ini susah." Ia menghentikan kegiatan, menaruh pensil yang sedari tadi ia pegang, dan melirik Seokjin yang terlihat di ujung matanya meskipun sesaat.

"Sesulit itukah? Coba kulihat ...." Seokjin menghampiri Yoongi yang terduduk di kursi belajar dengan lampu yang menyala.

Ia sedikit menunduk, melihat dengan serius buku yang tengah Yoongi buka.

'Hyung, sampai kapan kau seperti ini?'

Yoongi melihat rahang Seokjin yang memerah, hatinya merasa teriris. Melihat sang kakak diperlakukan semena-mena oleh Min Hyeji.

"Ah ... Ini mudah Yoon, kau hanya perlu memasukkan rumusnya. Dan jangan lupa dengan ketetapan." Papar Seokjin dengan pandangan yang masih lurus, menatap kertas yang penuh dengan angka itu.

Sementara Yoongi tak memerhatikan apa yang Seokjin jelaskan, ia terus memandangi raut wajah Seokjin yang kini terdapat beberapa luka lebam.

'Dia ... Melakukan itu lagi padanya.'

"Hm? Ada apa?" Ia menyadari gelagat Yoongi yang tak menghiraukan penjelasan yang telah dipaparkan.

"Tidak. Tidak ada apa-apa." Bersicepat, Yoongi mengalihkan pandangan. Kembali fokus pada soal fisika yang dirasa sulit baginya.

Bohong.

Yoongi berbohong.

Ia hanya pura-pura tak acuh dengan kakaknya.

Jauh di lubuk hati, Min Yoongi sangat ingin berontak.

Ingin pergi dari 'neraka' ini bagaimana pun caranya dengan Seokjin.

Namun segalanya mustahil.

Karena Seokjin, lebih memilih 'neraka' ini sebagai tempat tinggalnya.

Tekad Seokjin hanyalah ingin Min Hyeji seperti dulu kala.

Dan menjalankan pesan terakhir dari sang ayah—angkat—yang berkata bahwa,

'Buatlah keluarga kita bahagia.' []

BERILIUMWhere stories live. Discover now