40. Lady In The House

15.5K 818 1
                                    

Apakah ia mengukum Sisilia, ataukah ia yang membutuhkan Sisilia untuk melepaskan tekanan dalam dirinya?

Ambrosio melepaskan semburan cairan maskulinnya di dalam tubuh Sisilia sesaat sebelum gadisnya jatuh pingsan. Ia sendiri hampir jatuh pingsan karenanya. Ini terlalu nikmat sampai ia tidak ingin berhenti. Menyiksa Sisilia sekaligus berkasih sayang dengannya.

Ia kesal sekali karena Sisilia membuang kalung yang diberikannya. Kalung tersebut sangat berharga baginya, kerena merupakan benda peninggalan ibunya. Ibunya meninggalkannya pergi entah kemana ketika ia baru berusia 6 tahun. Ia mengingat banyak kenangan indah bersama ibunya, Ayumi. Ibunya sangat menyayanginya, tapi entah kerena apa, alasan yang tidak diketahuinya, ibunya itu pergi meninggalkan klan Yamazaki, termasuk meninggalkannya.

Ibunya seorang seniman. Kata orang seniman punya daya kreatifitas yang tidak bisa dibendung, sehingga hidupnya hanya untuk seni, bahkan sanggup meninggalkan keluarga karenanya. Ia beranggapan ibunya saat ini hidup lebih bahagia karena meninggalkannya untuk mewujudkan impiannya. Walaupun rasa kehilangan dan merindukan itu sangat berat dirasakannya.

Ketika ia bertemu Sisilia, ia memutuskan menjadikan wanita ini miliknya, dan tak akan meninggalkannya seperti yang dilakukan ibunya. Karenanya ia sangat takut kehilangan Sisilia.

Ia membungkus tubuh Sisilia dengan mantelnya, dan merebahkannya dalam dekapannya.

"Kita ke rumah utama Yamazaki!" titah Ambrosio pada sopirnya.

"Hai, Marco-sama!" sahut sopirnya.

Jam menunjukkan pukul 4 pagi.

Ambrosio menurunkan kaca jendela mobil di sampingnya dan membiarkan udara dingin dini hari menjelang pagi itu menyapu wajahnya yang basah oleh keringat dan mendinginkan suhu dalam mobil yang agak memanas karena aktifitas dirinya dan Sisilia.

Ia memandangi Sisilia yang berwajah damai dalam dekapannya. Nafasnya lembut teratur.

"Sisi, jangan pernah berpikir menghindariku, apalagi meninggalkanku!" gumamnya sambil mencubit pipi tembem Sisilia yang sebelahnya tampak kemerahan bekas telapak tangannya (maafkan aku untuk itu, Sisilia). Wajah gadisnya tampak cemberut, membuatnya tersenyum sumringah melihatnya. Kau telah memasuki hatiku, tentu saja aku tak kan membiarkanmu keluar.

Sampai di kediaman Keluarga Yamazaki, Ambrosio membawa Sisilia dalam dekapannya menuju kamar tamu yang bersebelahan dengan kamarnya. Kamar tersebut luas dan sedikit perabotan, model kamar tradisional Jepang. Selembar futon empuk di gerai di atas tatami. Setelah menyelimuti Sisilia, ia memerintahkan dua orang asisten wanita berjaga di depan kamar Sisilia, selanjutnya ia sendiri ke kamarnya dan membersihkan diri. Mengenakan piyama lalu tidur. Ia sebenarnya ingin tidur bersama Sisilia, tetapi mengingat ayahnya kemungkinan tidak menyukai hal tersebut dilakukan di rumahnya, ia merasa cukup tenang dengan mengetahui Sisilia ada di kamar sebelah.

Sekitar jam 7 pagi Ambrosio bangun dan bersiap-siap dalam setelan yukata. Ia sarapan pagi dan menyesap tehnya sambil membaca koran harian Jepang. Sisilia belum bangun.

"Apakah perlu saya bangunkan, tuan?" tanya asisten yang menjaga kamar Sisilia. Rasanya tak sopan jika tamu di rumah ini masih tidur sementara yang empunya rumah sudah siap sedia.

"Tidak usah!" sahut Ambrosio sambil membaca "Biarkan dia istirahat, dia pasti sangat kelelahan. Selama dia di sini, perlakukan dia seperti nyonya rumah ini!" ujarnya lagi, membuat asisten yang mendengarnya terheran-heran, tetapi mereka diam saja.

Selanjutnya ia ke ruang kerja ayahnya untuk mendengarkan laporan-laporan anak buahnya. Terutama hasil penyelidikan terhadap Satoshi, pria tua yang melukai ayahnya.

Satoshi sudah menjadi pelayan keluarga Yamazaki selama 30 tahun. Pria itu hidup sebatangkara setelah anak perempuannya meninggal karena bunuh diri kurang lebih 25 tahun yang lalu. Ia mengatakan mengenal Sisilia dan hendak mengancam Sisilia karena khawatir gadis itu menimbulkan kekacauan dalam klan Yamazaki, yang menurut Ambrosio sangat tidak beralasan.

Namun setelah melihat hasil penyelidikan anak buahnya, kening Ambrosio berkerut dalam. Dalam 5 tahun terakhir, Satoshi rutin melakukan komunikasi ke kota J, kota tempat Sisilia tinggal selama hidupnya. Dan siapa yang dihubungi Satoshi tidak jelas karena lokasinya selalu berpindah-pindah dan nomor telpon yang dihubunginya selalu berbeda-beda.

Ah, kebetulan macam apa ini? Ambrosio menyipitkan matanya membaca laporan di mejanya. Mencurigai Sisilia adalah hal yang tidak pernah terlintas dalam pikirannya, lagipula yang dihubungi Satoshi bisa siapa saja di Kota J, belum tentu berhubungan dengan Sisilia. Ambrosio menutup laporan di depannya dengan kesal.

Selain anak buahnya yang biasa, ada juga seorang ahli racun yang menyelidiki kemungkinan ayahnya diracuni. Namun hasil penyelidikannya di makanan dan minuman serta obat-obatan yang dikonsumsi ayahnya, semuanya tak ada yang mengandung racun, termasuk pada teh yang di konsumsi ayahnya setiap hari.

Jadi,apakah Sisilia cuma bicara omong-kosong, sehingga Satoshi menyerangnya?Lagipula, kenapa ayahnya mesti pasang badan melindungi Sisilia?     





Play In Deception (END)Where stories live. Discover now