32. Master of The House

15K 825 23
                                    

November 2017

Siang itu Sisilia baru keluar dari gedung laboratorium universitas setelah beberapa sesi praktikum. Dia masih mengenakan jas labnya ketika dua orang laki-laki dalam setelan hitam menariknya ke dalam sebuah mobil sedan hitam.

“Ah!” Dia berseru tertahan ketika orang itu melemparnya ke kursi penumpang, lalu mereka berdua duduk mengapitnya di tengah kursi. Sisilia takut dan gugup, tetapi dia diam saja, begitu juga kedua orang laki-laki itu. Mereka berkaca mata hitam dan berwajah kaku seperti patung. Dia melirik di jas orang itu ada emblem spesial yang sepengetahuannya menandakan lambang Klan Yamazaki.

Sisilia memilih diam saja, karena jika dia berteriak atau berontak, kemungkinan mereka akan memukulnya atau mengeluarkan senjata untuk mengancamnya. Keduanya adalah hal buruk yang mungkin terjadi. Jadi dia memilih diam dan menunggu sampai di mana dia dibawa.

Dia dibawa ke sebuah bangunan serupa istana megah. Dari bentuk gerbang dan tembok berkeliling yang tinggi dan tebal, jelas sekali itu kediaman orang yang sangat berkuasa di Jepang. Sisilia menurut saja ketika para pengawal membawanya ke sebuah ruangan besar dengan perabotan bergaya Eropa klasik. Tampak satu set kursi sofa berkaki dan meja kayu yang tinggi di tengah ruangan. Sisilia didudukkan di kursi tunggal, lalu dia ditinggalkan sendirian di ruangan itu.

Tidak lama seorang pria paruh baya masuk ke dalam ruangan. Pria itu bertubuh tinggi semampai, rambut abu-abu tersisir rapi ke belakang. Rahang tirus dan hidung mancung, mata tajam tampak mengintimidasi orang yang menatapnya. Sekilas Sisilia melihat ada kemiripan dengan Ambrosio dan Hiro. Pasti ini ayah mereka, pikir Sisilia, tidak lain dan tidak bukan adalah pimpinan Klan Yamazaki. Kotaro Olivier Yamazaki.

Pria itu mengenakan mantel abu-abu di bagian luar melapisi yukata hitam di bagian dalam. Tampak jam saku di dadanya. Dari bentuk tubuhnya yang tegap dan bahu lebar, dapat dikatakan pria tua itu terlihat kuat dan atletis di usianya yang tidak lagi muda. Walaupun berjalan tegap dan penuh wibawa, Sisilia memperhatikan pria itu berjalan sambil menumpukan tongkat gading berwarna hitam. Di belakangnya mengiringi seorang pria yang lebih tua, tampak agak bungkuk dan bertubuh lebih kecil dari Kotaro.

Mereka adalah tuan dan pelayannya.

Secara sopan santun Sisilia berdiri dan memberi salam pada orang tua itu sambil membungkukkan badannya. “Konnichiwa, Master-sama!”

“Huh!” Pria itu membuang muka dan duduk di sofa panjang berseberangan dengan Sisilia. Tangannya bertumpu pada tongkat. Pelayan tuanya berdiri di samping , tidak jauh dari tuannya.

Sisilia kembali duduk perlahan-lahan, khawatir kalau dirinya dianggap lancang, karena terus terang dia tidak tahu bagaimana tata krama berhadapan dengan seseorang dengan posisi terhormat seperti pria di hadapannya. Sisilia menundukkan kepala, memandangi kaki pria itu yang terbungkus kaos kaki putih dan bersendal tipis.

“Apa kau tahu kenapa kau di bawa ke sini?” tanya pria yang dipanggilnya Master tadi.

“Saya tidak tahu, Master-sama,” jawab Sisilia berusaha tenang.

Tak!!

Pria itu menghentakkan tongkatnya ke lantai, mendengkus kesal sambil meremas kain yukata di pahanya sehingga kain itu tertarik dan memperlihatkan sebagian kulit di atas mulut kaos kakinya. Sisilia merasakan ada kejanggalan.

“Huh! Kau tidak tahu?! Apa kau tidak sadar kau berhubungan dengan siapa?” bentak Kotaro pada wanita di depannya yang wajahnya tampak linglung. Ia tahu wanita itu adik ipar Amano dan ia heran kenapa Amano bisa bersama iparnya sendiri. Wanita itu tampak biasa saja, tidak terlalu cantik, malahan tampak kucel.

“Saya tidak tahu apa yang master-sama bicarakan,” sahut Sisilia sambil memandang bergantian antara wajah dan kaki pria itu.

Tak!! Lagi-lagi pria tua itu menghentakkan tongkatnya.

“Kau sudah berhubungan dengan anakku, Amano Marco Yamazaki. Apa kau tahu siapa dia? Dia adalah calon penguasa klan terbesar dan terkuat di Jepang ini. Tidak bisa sembarang wanita bisa bersama dengan Amano, terlebih lagi menjalin hubungan kasih dengannya! Kau ini apa? Wanita murahan? Kau berselingkuh dengan suami kakakmu sendiri!!” omel pria tua itu.

Sisilia jadi makin gugup dan ketakutan. “A—aku—tidak—ah ... kami ... uh, Anda sepertinya salah paham, Master-sama,” sahut Sisilia dengan susah payah.

“Salah paham? Apa kau kira pria tua ini bisa di bodohi? Kalian berjalan-jalan seperti pasangan kekasih dan bermalam di hotel selama dua malam!! Apa kau pikir aku tidak tahu apa yang kalian lakukan??”

“Oh, uhm ... ya, kelihatannya seperti itu ....” Sisilia berusaha berkilah. “Tetapi saya sungguh-sungguh mengatakannya, Master-sama, Anda salah paham. Saya dan Amano-sama tidak dalam hubungan yang Anda maksudkan itu. Kami bukan kekasih ....” Rasanya Sisilia tidak bohong mengatakan itu.

“Ha?” Kotaro terperangah mendengar jawaban wanita muda itu. “Kalau bukan, lalu apa yang kalian lakukan berduaan hingga Amano lebih memilih bersamamu daripada menemui orangtuanya?”

“Saya adalah konsultan kesehatan Amano” Yah, setidaknya dia membantu Amano memenuhi kebutuhan biologisnya, yang mana itu baik untuk kesehatan ....

“Konsultan kesehatan?? Heh, kau cuma pekerja laboratorium biasa. Jika Amano perlu konsultasi masalah kesehatan, ia bisa menemui para ahli yang lebih kompeten dan pintar daripada kamu!” ujar Kotaro mencibir pada Sisilia.

“Itu benar!” sahut Sisilia kali ini dengan suara tegas. “Ada banyak para pakar kesehatan yang lebih ahli dan kompeten, Master-sama, akan tetapi selain kompeten, juga dibutuhkan kepercayaan agar seseorang dapat mengkonsultasikan kesehatannya kepada orang lain. Dan anak Anda mendapatkan itu dari saya!”    

Play In Deception (END)Where stories live. Discover now