36. Galau

14.8K 825 18
                                    

Melihat kondisi Kotaro yang tak sadarkan diri membuat Sisilia galau. Dia berjalan mondar mandir di koridor depan ruang ICU, sementara Hiro duduk tertunduk kelelahan. Sekarang sudah jam 11 malam. Sisilia tidak tahu lagi sekarang jam berapa, entah malam entah siang, dia tak bisa memikirkan hal itu. Baju dan jas lab yang dikenakannya sejak pagi, bernoda darah, tak dihiraukannya. Rambutnya acak-acakan, wajahnya tampak lelah dan lusuh.

Jika dia tidak sembarangan bicara soal diracuni, pria tua itu tentu tidak akan menyerangnya dan Master-sama tidak akan terluka.

"Ugh!!" Sisilia mendesah kesal pada diri sendiri. Dia berjongkok dan meremas kepalanya, menambah acak-acakan rambutnya. Master-sama terluka karena aku! Jika Master-sama mati, aku pasti akan dihukum mati juga! Begitu pikirnya.

Ah, Sial! Sial! Sial! Berurusan dengan klan yakuza ini membuatnya sakit kepala dan hari-harinya jauh dari damai.

Terdengar suara langkah sepatu mendekat. Tampak Ambrosio dalam setelan dan mantel panjang berwarna gelap berjalan di koridor, laksana model catwalk. Tampan, keren, tenang dan elegan. Apakah ia selalu tampak sesempurna itu? Sisilia memalingkan wajahnya.

Ambrosio melihat gadisnya berjongkok di sudut koridor dengan wajah ke dinding. Gaun labnya tampak kotor karena noda darah dan rambut hitam panjangnya tergerai acak-acakan. Sisilia pasti mengalami hari yang berat hari ini.

"Onii-san!" sapa Hiro sambil berdiri menyambut Ambrosio.

"Otouto-san!" sahut Ambrosio, ia menepuk pundak Hiro. "Bagaiman keadaan Otou-sama?"

"Masih belum sadar" jawab Hiro "Ia sempat bangun dan memuntahkan banyak darah kotor, lalu jatuh pingsan. Kata dokter itu karena pendarahan internal yang sudah lama terjadi. Ayah kita tampak kuat dan gagah di luarnya, ternyata penyakit yang berbahaya menggerogotinya dari dalam..."

Ia dan Ambrosio mendesah sedih.

"Kata Sisilia-chan ayah kita diracuni...." ujar Hiro lagi.

Mendengar namanya disebut apalagi ditambah soal meracuni itu, Sisilia yang sedang berjongkok mengangkat wajahnya dan menatap kakak beradik itu.

Gadis itu tertawa hambar "Haha... betapa bodohnya aku..." ujarnya sambil memepetkan tubuhnya ke dinding, berharap dia menghilang saja dan menyatu dengan semen dinding.

"Sisilia, jangan berkata begitu!" sela Hiro "Jika bukan karena kamu, ayah kami mungkin sudah mati tanpa pernah mendapatkan pengobatan..."

"Itu benar, Sisilia!" seru Ambrosio dengan suara yang menenangkan. Ia melangkah mendekati Sisilia dan mengulurkan tangannya pada gadisnya "Apa yang kau lakukan di situ? Ayo berdiri!"

Sisilia mengibas tangan Ambrosio "Tidak, tidak! Biarkan aku di sini, aku terlalu khawatir, aku tak bisa berpikir. Ini semua salahku, aku seharusnya tidak bicara omong kosong, Oh, aku telah membahayakan nyawa ayahmu....., oh, aku ini bodoh! Bodoh! Bodoh dan jahat!!"

Ambrosio berjongkok di depannya dan merapikan helaian rambutnya yang acak-acakan Ia tersenyum pada gadisnya "Menyalahkan dirimu sendiri tidak akan mempengaruhi kondisi otou-sama, Sisilia" ujarnya lembut.

Sisilia tercenung menatap laki-laki itu. Suara dan belaiannya lembut menenangkan. Bukankah ia pria yang bisa membunuh seseorang dengan mudahnya? Kenapa ia bisa begitu lembut dan penyayang?

"Kapan terakhir kau makan, Aka-chan?" Sisilia mulai terbiasa mendengar nama panggilannya itu.

"Entahlah, aku lupa!" jawab Sisilia.

"Kau lupa??" Ambrosio menangkup kedua pipi Sisilia dengan tangannya. Ah, ia sedih melihat pipi gadisnya menjadi tirus.

"Ano--, rasanya kemarin malam aku terakhir makan.." Sisilia menepis tangan Ambrosio. "Paginya aku terlambat dan berencana makan siang setelah praktikum, tapi pengawal kalian membawaku, jadi..."

"Ayo!, kau harus makan agar kau berhenti jadi galau seperti ini!" ujar Ambrosio sambil menarik kedua tangan Sisilia agar berdiri bersamanya. "Di mana tempat makan terdekat dari sini?"

"Hmm, ada kafetaria rumah sakit, mereka buka 24 jam.."

"Kalau begitu kita kesana!" ujar Ambrosio bersemangat "Tunjukkan jalannya, Aka-chan!!"

Mereka lalu berjalan berdampingan menuju kafetaria, sementara Hiro menunggui ayahnya di ruang ICU.

"Uwa-, uwa-! Sisilia-chan!!" sapa Madam Setsuna, pelayan kafetaria yang bertugas menyajikan makanan di pantry."Sepertinya kau jadi pelanggan tetapku makan di tengah malam". Madam Setsuna adalah wanita paruh baya yang sangat pandai memasak. Makanan masakannya terlihat sederhana tetapi lezat.

"Aku tidak bisa tidur jika tidak makan masakanmu, Madam Setsuna!" sahut Sisilia girang. Dia meletakkan nampannya di depan Madam Setsuna.

"Apa menu yang kau inginkan malam ini?" tanya Madam Setsuna "Eh, siapa lagi kali ini yang menemanimu? Pria satu ini terlihat sangat menggiurkan di banding yang kemarin malam" bisik Madam Setsuna "Kali ini terlihat lebih dewasa dan mapan...." tambahnya.

Sisilia terkikik pelan. Kemarin malam dia makan ditemani Hiro, adik Ambrosio.

Ambrosio berdiri di belakang Sisilia, cukup jelas mendengar apa yang wanita pelayan kafetaria itu bicarakan dengan gadisnya, membuat wajahnya masam. Gadisnya sepertinya selalu di kelilingi laki-laki lain karena ia tidak bisa di sisinya terus menerus.

"Aku mau Kinoko Gohan!" ujar Sisilia sumringah. Madam Setsuna meletakkan seporsi nasi putih yang dibumbui sayur mayur, daging, dan tentunya kinoko atau jamur. Rasa umaminya yang gurih serta aroma jamurnya yang lezat menyerap jadi satu ke dalam nasi saat dimasak, sehingga sangat menggoda selera makan.

Ambrosio juga mengambil nampan, ingin ikut makan. Ia tak mau kalah dengan laki-laki yang pernah menemani Sisilia makan Lagipula, ia melewatkan makan siang karena buru-buru ke Jepang. Ia menghabiskan enam jam perjalanan dengan helikopter, begitu tiba ia langsung ke rumah keluarganya.

"Apa menu pilihanmu, Tampan?" goda Madam Setsuna.

"Aku mau sama seperti yang dimakannya!" jawab Ambrosio dingin, menunjuk pada nampan makan Sisilia.

Madam Setsuna mengambilkan seporsi kinoko Gohan untuk pria tampan di depannya, tak mengapa ia bersikap ketus dan dingin, wajar saja karena ia sangat tampan.

Sisilia duduk di salah satu meja makan dan Ambrosio mengiringinya, duduk di sampingnya.

"Ittadakimasu!!" seru Sisilia penuh semangat. Mereka lalu menikmati makanan mereka.

Tengah malam, kafetaria itu sepi, hanya ada mereka berdua, sementara Madam Setsuna masuk ke dalam biliknya untuk beristirahat.

"Merasa lebih baik?" tanya Ambrosio setelah mereka selesai makan.

Sisilia mengangguk, lalu menenggak air putihnya. Begitu dia meletakkan cangkirnya, Ambrosio membelai rahangnya dengan jarinya, lalu mengecup bibirnya lembut. Sisilia tidak menolaknya, membuat Ambrosio memperdalam dan memperlama ciuman mereka.

Sebelah tangan Ambrosio menangkup wajah Sisilia, sebelahnya lagi menyusuri pinggulnya. Ia bisa mendengar desahan dan erangan pelan Sisilia saat mereka berciuman. Lidah mereka bertaut dalam mulut, membuat benang liur yang mengkilap ketika Ambrosio harus memutus ciumannya.

Nafas mereka terasa berat. Wajah Sisilia menjadi kemerahan karena suasana yang memanas di antara mereka.

"Apa kau merasa lebih baik sekarang?" tanya Ambrosio dengan suara berat dan parau, hampir mendesah.

"Ehm.." sahut Sisilia pelan.

"Aku akan membuatmu lebih baik lagi, Sisilia..." bisik Ambrosio.

"Apa?" desah Sisilia di antara pikirannya yang kacau akibat ciuman Ambrosio.

"Bercintalah denganku, Sisilia...." bisik Ambrosio lalu ia mengulum bibir Sisilia yang ranum kemerahan.



Play In Deception (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang