26. Big Brother Hui

17.1K 883 14
                                    

Big Brother Hui adalah seorang pria berambut plontos dengan jenggot tipis, bertubuh gempal, tinggi besar sekitar 190 cm. Bobotnya mungkin sekitar 100 kg. Ia bukan pesumo. Ia mantan atlet judo. Tubuhnya dihiasi tato macam-macam binatang. Ia mantan anggota triad yang kabur dari klannya di Hongkong.

Ia sedang menyantap bebek panggang ketika beberapa pria babak belur mendatanginya.

"Oniisan, Oniisan!!" seru pria-pria itu memanggilnya.

"Ada apa?" tanya Hui dengan mulut penuh makanan.

"Ada yang menghajar Inou, Oniisan!!"

"Nani?!" Hui berdiri sambil melempar bebek goreng ke piringnya. "Siapa yang berani-beraninya mengganggu saudaraku?!" bentaknya. Hui tidak mengenakan atasan, hanya mengenakan celana judo-nya. Otot-otot badannya turut bergetar karena gerakannya.

"Mari, mari, Oniisan! Mereka di Restoran Gekko'"

Dengan mengenakan yukata yang terbuka dadanya, Hui diiringi anak buah Inou bergegas menuju Restoran Gekko.

Dalam ruang private, Ambrosio duduk di sebelah Sisilia dan ia hendak memasangkan kalung di leher Sisilia. Kalung dengan liontin berbentuk bulan sabit. Kalung tersebut diam-diam disiapkannya untuk Sisilia. Namun ia beralasan dibelinya saat mereka jalan-jalan di pasar.

"Kawaii!!" seru Sisilia sambil tersenyum melihat pemberian Ambrosio. Kalung itu tampaknya bukan barang yang mahal, tetapi dia menghargai pemberian Ambrosio.

Ambrosio mencondongkan tubuhnya hendak mencium Sisilia ketika terdengar bunyi derap langkah mendekat dan suara bentakan beberapa laki-laki.

"Di sini, di sini!! Laki-laki itu di sini!!"

Brak!! Pintu ruang private mereka di geser dengan kasar.

"Hm??" Sisilia dan Ambrosio menoleh bersamaan ke arah pintu.

Seorang pria plontos bertubuh tinggi besar masuk ke dalam ruangan. Di belakangnya mengiringi beberapa pria babak belur.

"Siapa yang berani mengacau di area klan Yamazaki?" suara lantang pria itu menggema di ruangan. Bertubuh besar dan berkacak pinggang, membuat orang-orang di sekitarnya terintimidasi.

Sisilia berdiri bersama Ambrosio berhadapan dengan orang-orang itu.

"Itu! Itu dia orangnya!" tunjuk Inou sambil sebelah tangan memegangi rahangnya.

Kening Sisilia berkerut dalam. Siapa orang-orang ini? Dia menoleh pada Ambrosio yang menatap orang-orang itu dengan tenang seperti permukaan air kolam.

Hui menoleh pada orang yang ditunjuk Inou.  Seketika ia mengenali pria dalam setelan yukata berwarna hitam tersebut. Ia pernah melihatnya ketika ia baru bergabung di klan Yamazaki. Hui yang tadinya emosi dan siap menghancurkan apa saja, mendadak kakinya lemas seolah tak bertulang. Tubuhnya gemetar hebat dan keringat mengucur deras dari kepalanya.

Ia jatuh berlutut dan tergagap, "Tt-t-tuan ... Mm ... Marco-sama!"

Marco-sama?

Tidak mungkin! Inou dan anak buahnya saling pandang.

Mereka melihat pada laki-laki yang tadi menghajar mereka dengan sekali gerakan saja. Tidak mungkin 'kan, laki-laki itu Marco-sama? Bukankah siapa yang berhadapan dengan Marco-sama pasti mati?

Inou dan anak buahnya gemetar ketakutan.

Sorot mata dari pria yang disebut Marco-sama membuat tubuh mereka kehilangan kekuatannya. Seolah mereka tidak punya kaki lagi untuk berpijak, keenam pria itu jatuh berlutut dan tertunduk lemas. Nasib baik apa yang terjadi pada mereka sehingga mereka masih hidup dan melihat sendiri Marco-sama?

"Siapa mereka?" tanya Sisilia berbisik pada Ambrosio.

"Cuma berandalan sekitar sini ...," jawab Ambrosio.

"Mau apa mereka?"

"Sssumimasseen!! Sumimasen!! Marco-sama!!" seru Hui gugup sambil bersujud- sujud memohon ampun.

Melihat Hui menyembah-nyembah begitu, Inou dan anak buahnya juga turut bersujud-sujud sambil memohon ampun

"Kami tidak tahu Marco-sama datang ke sini. Ampuni kami Marco-sama. Kami bodoh, kami pantas mati!!" raung pria-pria kekar itu sambil menangis.

Marco-sama? Desis Sisilia dalam hati. Seberapa besar pengaruh Ambrosio sehingga orang-orang begitu takut padanya? Sisilia menatap pria yang bertubuh paling besar di ruangan itu. Sesuatu ada yang tidak beres pada pria itu.

"Sudahlah!" seru Ambrosio sambil mengibaskan sebelah tangannya ke udara. "Pergi dari sini, aku tidak ingin melihat kalian lagi. Anggap hari ini aku sedang berbaik hati kalian masih bisa hidup"

Para pria yang tadinya bersujud-sujud itu tampak lega dan perlahan-lahan merangkak mundur "Arigato, Arigato, Doomo arigatogozaimasu, Marco-sama!!"

Ambrosio berbalik enggan melihat orang-orang itu dan berharap mereka segera pergi agar suasana romantis antara dirinya dengan Sisilia tidak terganggu.

Sisilia memperhatikan pria plontos dan bertubuh tinggi besar itu hendak berdiri keluar ruangan. Tanpa disadarinya dia bersuara, "Tunggu dulu!!"

"Huh?"

Orang-orang mematung menatap pada wanita cantik berkimono merah yang tadi bersuara.

Ambrosio turut terheran-heran dibuatnya, apalagi Sisilia berjalan mendekati pria bertubuh besar itu.

Melihat wanita berkimono merah itu mendekatinya, Hui kembali berlutut lagi. Apa aku belum lolos dari kematian? Pikirnya.

Sisilia menatap ke dalam mata pria itu dan kepalanya ditelengkan. "Siapa namamu?" tanyanya.

"Hu-Hui ... nama saya Hui," jawab pria itu.

Mata Sisilia menyusuri tubuh Hui. Keringatnya. Membauinya. Dia mencium bau manis yang unik. Aceton.

Sisilia menyentuh bahu Hui dan menatap ke dalam mata pria itu. "Hui-san ... apakah kau tahu kau mengalami diabetic ketoacidosis ?" ujarnya.

Mendengarnya Hui makin lemas dan gemetaran. Ia tidak tahu apa yang dimaksud wanita itu, tetapi karena situasinya sudah menegangkan terlebih dahulu, ia jadi semakin ketakutan. Apa yang terjadi pada dirinya?

Play In Deception (END)Where stories live. Discover now