14 - fuck queen, long live bellezza

Start from the beginning
                                    

"Karena detail misinya ada padaku, duh." Si penelepon berdecak. "Pokoknya, target pengeboman kalian adalah pabrik pakaian utama Distrik Astro, tempat Phelina Agrani bekerja. Aku yakin kau mengenalnya."

"Yeah. Lalu, apa lagi yang harus kuketahui selain lokasinya?"

"Menurut Connor, seluruh jalur masuk transportasi ke Distrik Astro akan ditutup mulai esok pagi selagi mereka menunggu bantuan dari Kepolisian Aguare. Kedengaran gawat?" Si penelepon bertanya setengah bergurau.

Lucille tahu betul, orang yang meneleponnya ini merupakan seorang informan andal. Politikus dan para petinggi ekonomi di Arterierrn kerap memakai jasanya untuk mendapatkan informasi penting bernilai tinggi. Bayaran atas informasinya tak lain adalah informasi baru. Maka dari itu, tak perlu diragukan lagi, ia pasti tahu sesuatu sehingga Connor meminta bantuannya untuk menembus pertahanan Astro. "Lanjutkan," pintanya.

"Celah kalian ada di peragaan busana pribadi yang akan diadakan di Astro nanti siang. Tamunya berasal dari luar negeri, dan tebak apa? Aku punya tiket masuk dan daftar para desainer yang diundang," terang si penelepon bangga. "Dua di antara kalian adalah mata-mata. Mestinya tidak sulit buat menyamar."

"Bagaimana cara kami pergi ke pameran busana itu?"

"Datanglah ke bandara Distrik Petrova. Pesawat yang mengantar para desainer akan mendarat kira-kira pukul sembilan pagi. Sisanya, entahlah, kuserahkan kepada kalian."

Lucille terkekeh. "Aku sedang memikirkan rencana." Keran air lalu dimatikan. Sembilan piring, sembilan gelas, sembilan sendok, dan satu penggorengan tercuci sudah. "Kapan kau mau mengirim tiket dan daftarnya?"

"Lihat kotak posmu sekarang." Mendengar dengusan geli Lucille, ia buru-buru menambahkan, "Aku serius!"

"Oke, oke, aku percaya. Ada tambahan lain?"

Si penelepon ber-hm sejenak. "Saat Bellezza atau Andromeda menyamar, mereka harus ditemani bodyguard. Dua orang cukup, kurasa."

Dalam hati, Lucille mencoret beberapa nama temannya yang sama sekali tidak berpotensi menjadi bodyguard. Tidak boleh mengumpat, harus banyak diam, bisa disuruh-suruh, dan yang jelas cukup pandai bela diri.

"Dimengerti. Terima kasih banyak."

"Mm, semoga beruntung, Lucille." Sambungan telepon diputus. Lucille tak repot-repot menyimpan nomornya mengingat ia pasti bakal menelpon dengan nomor baru lain waktu.

Lima menit percakapan singkat bersama sang penelepon nyatanya tak hanya memberikan Venom info baru, melainkan juga strategi menarik untuk dipraktikkan. Lucille tak mampu menahan cengiran lebarnya; ia tak sabar melihat Bellezza beraksi dalam balutan gaun formal, sepatu hak tinggi, serta dandanan ala desainer profesional.

oOo

Tidak ada satu pun anggota Venom yang mendebat atau memberi usulan lain tatkala Bellezza diumumkan sebagai penyerang utama mereka dalam misi ketiga itu. Namun, sempat terjadi cekcok antara calon-calon bodyguard.

Max mencalonkan dirinya dan Atlas, merasa bahwa kemampuan berkendara dan berkelahi menjadi poin utama sebagai bodyguard. Alpha tidak setuju. Meski suka terjatuh saat berlari dan tak menguasai bela diri, Alpha jelas lebih pandai memanfaatkan berbagai jenis senjata yang tersedia ketimbang seluruh rekannya. Ibarat tusuk gigi yang bisa berubah mematikan selama dipegang oleh Alpha.

Terancam kalah, si perancang bom mulai beralasan, "Aku sekalian mau mengambil seragam pesananku." Gerutuan panjang mengiringi. "Seragam kita."

Lucille menautkan kesepuluh jemarinya untuk digunakan menopang dagu. Di bawah meja, kedua kakinya saling berpangku. Ia memandang Valor, Atlas, dan Jasper bergantian, meminta pendapat mereka tanpa suara.

heart of terrorWhere stories live. Discover now