2 - cops and their own drama

5.2K 673 122
                                    

"KEBAKARAN akibat ledakan bom molotov di salah satu gedung pertokoan di Sektor Bisnis, Distrik Petrova bagian utara, baru saja terjadi pagi hari tadi pada pukul 10.50 AM waktu setempat. Jumlah korban tewas mencapai enam orang termasuk di antaranya seorang balita yang hingga kini belum diketahui identitasnya. Menurut saksi mata, penyebab kebakaran ini berasal dari ulah teroris—"

Televisi mati sebelum si reporter sempat menyelesaikan laporannya. Charles Kale tidak peduli. Tidak ada gunanya menonton berita yang sudah kita ketahui betul-betul isinya. Ia kemudian menengokkan kepala kembali dari layar televisi ke posisi semula, tepatnya ke hadapan seorang pria paruh baya yang duduk di seberangnya.

"Venom lagi-lagi bergerak," ujar Charles. "Sersan Reed, sepertinya anggotamu menangkap pelaku yang salah minggu lalu."

Sang sersan mayor, Rendall Reed, menanggapinya dengan dehaman canggung, lantas mengangguk mengiyakan. "Saya takut begitu, Letnan. Tolong maafkan kecerobohan tim saya."

"Tidak apa-apa. Ini bukan pertama kalinya kepolisian salah menangkap orang yang diduga anggota Venom." Charles terkekeh, tetapi tawa itu berlalu hambar di telinga Rendall. "Sersan, kurasa sudah saatnya kita menetapkan strategi baru."

"Strategi macam apa, Letnan?"

Dari balik jaket yang ia kenakan, Charles mengeluarkan secarik kertas berlipat persegi dan menyerahkannya kepada Rendall. "Aku berniat memberi tahu chief tentang ini nanti sore. Bagaimana menurutmu?"

Tak bisa dipungkiri kalau Rendall cukup terkagum dengan apa yang dipikirkan Charles. Letnan muda itu berencana untuk membentuk organisasi baru; pasukan elit yang bekerja khusus untuk menangkap Venom langsung di bawah pimpinannya. Pasukan ini haruslah beranggotakan polisi dan agen-agen terbaik dari setiap distrik. Artinya, hanya mereka yang dinilai paling tangguh, cerdik, dan cekatan yang akan direkrut oleh Charles.

Memikirkan semua itu, terlintaslah satu nama di benak Rendall yang menurutnya sudah pasti memenuhi segala syarat yang diajukan Charles. Tetapi seiring fokusnya menyusuri nama demi nama kandidat pilihan sang letnan dari Distrik Petrova yang tertera di atas kertas, ia tak kunjung menemukan nama tersebut. Rendall memutuskan untuk bertanya, "Letnan, orang-orang pilihanmu memang tidak diragukan lagi kualitasnya. Hanya saja aku bingung kenapa kau tidak mengikutsertakan One Man Army kita."

Binar di kedua mata Charles seketika redup. Detik itu, Rendall tahu ia sudah membuat kesalahan dengan menyinggung seseorang di balik gelar One Man Army itu.

"Aku tidak bisa mengajaknya, Sersan." Alih-alih mendamprat Rendall, Letnan Charles justru hanya menghela napas panjang dengan wajah sedih; seakan-akan baru mengalami hari terberat sepanjang tiga puluh tahun kehidupannya.

"Oh, baiklah," jawab Rendall pelan seraya mengembalikan kertas itu ke tangan sang letnan. Rasa penasarannya ditelan bulat-bulat agar mereka berdua terhindar dari topik perbincangan yang tidak diinginkan Charles.

Semenit setelah membaca ulang rancangan strateginya sendiri, Charles lalu berdiri. "Kuharap kau mengerti, Sersan," katanya. "Connor ... dia berbahaya. Tidak hanya bagi lawan melainkan juga bagi kawan-kawannya sendiri. Kau masih ingat Kasus Retorra tujuh tahun lalu, 'kan?"

Rendall bungkam sesaat. Tentu saja ia ingat; tidak ada yang bisa melupakannya. Kasus itu sempat fenomenal berbulan-bulan di televisi Petrova sampai pihak kepolisian memutuskan untuk menutupnya sesegera mungkin usai mengetahui akar penyebabnya yang tak kalah mencengangkan. Entah berapa banyak suapan yang diterima media supaya mereka mau meniadakan berita-berita yang berhubungan dengan Kasus Retorra saat itu.

"Ya, Letnan," ucap Sersan Rendall akhirnya. "Saya mengerti."

Charles mengangguk. "Terima kasih. Kalau begitu, aku pergi dulu."

heart of terrorWhere stories live. Discover now